Mesin yang Tidak Gagal!

15 4 0
                                    

Seminggu menjelang ujian sekolah, saudara-saudara cilik Saffa mulai sibuk sendiri mempersiapkan ujian. Karena ingin dapat nilai sempurna pada pelajaran, tak ada yang mau menyempatkan waktunya untuk mengunjungi Mbak Saffa mereka yang kesepian. Tak punya teman, bahkan sahabat sejatinya—Dono—tak dianggapnya lagi sebagai sobat, karena kejadian waktu itu (baca bagian Dono berbicara, kawan-kawan).

Setiap hari, hanya ada Rizki yang menyapa atau mengajaknya mengobrol dari balik pagar. Apakah ini yang disebut cinta terhalang pagar?

Saffa pernah membaca suatu artikel yang mengatakan bahwa orang yang kesepian akan mengalami kematian. Awalnya hanya merasa kesepian, lalu merasa depresi, lalu enggan makan, dan kemudian menunggu ajal, atau bisa juga menjemput ajal. Karena dia tidak mau mati konyol saat ini, Saffa lebih memilih untuk mengunjungi rumah saudaranya satu per satu, sekaligus membantu mereka belajar.

Pertama-tama, dia akan pergi ke rumah Elza. Ternyata, Elza benar-benar belajar, sampai ketiduran pula. Karena tak ingin menganggu, Saffa pamit permisi lalu melanjutkan petualangan.

Kedua, dia pergi ke rumah Tatia. Ternyata, Tatia tak ada di rumah. Kata Mbok Sumi, Tatia sedang kerja kelompok di rumah temannya. Lalu, Mbok Sumi meralat perkataannya, katanya Tatia belajar bersama di rumah temannya. Hm, karena itu Saffa jadi bingung sekaligus curiga. Setelah itu, dia pamit dan lanjut pergi ke rumah Satya.

Sesampainya di rumah Satya, tak ada satupun orang. Meski Saffa telah mengetuk pintu beberapa kali, tetap tak ada yang membukanya. Sepertinya si pemilik rumah sedang pergi entah ke mana.

Akhirnya, Saffa memutuskan untuk pergi ke rumah Michel untuk beristirahat. Bodo amat ada Michel dirumah atau tidak, yang penting dia dapat segelas es teh atau air putih. Kalau ada, Saffa bisa sekaligus membantu Michel belajar.

Saat sampai di rumah Michel, nampaklah barisan sandal yang tersusun rapi, dari warna putih hingga hitam, dari yang bersih hingga yang dekil. Dan anehnya, semua ukurannya cenderung sama, kecuali sebuah sandal swaloew milik bapak Michel. Saffa pun mengetuk pintu, lalu dipersilahkan masuk oleh Ibu Michel.

Saat mendekati pintu kamar, dia mendengar suara anak-anak, mungkin sedang berdiskusi. Saffa pun turut bangga mendengarnya, lalu dengan sebuah senyuman dia membuka pintu, bermaksud memberi apresiasi ke anak-anak itu.

Tetapi, pemandangan di depannya saat ini langsung menghancurkan ekspetasinya.

Yang ada, sekarang Michel sedang mengecek mesin baru buatannya lagi, yang kini terbuat dari microwave penyok, ditambah dengan kabel yang melilit sana-sini beserta tombol-tombol dipermukaannya. Saffa langsung berkacak pinggang, lalu mencomot punggung Michel.

"Apa, Mbak?" tanya Michel sambil memasang tampang lugu, "Aku buat yang baru, lho!"

Saffa menggeleng, "Udah belajar? Bentar lagi ulangan!"

"Udah, mbak," kata Michel sambil mengambil sebuah apel dari meja belajarnya, "Mbak mau ngetes? Coba tanyakan aku rumus luas juring atau panjang busur lingkaran? Gampang itu mah, atau malahan volume bangun ruang? Hah, semuanya udah ada di otakku, Mbak!"

Saffa mencubit pipi kanan Michel, lalu mengambil apel dari tangannya, "Iya, iya! Terus, ini mesinnya mau diapain?" tanya Saffa sambil menggigit apelnya. Michel terlihat syok saat Saffa menggigit apelnya, dan raut wajahnya juga membuat Saffa takut.

"Heh, kenapa? Kamu kasih racun tikus kah?" tanya Saffa sambil melihat permukaan apel itu. Michel menggeleng, lalu mengambil apel dari tangan Mbak Saffa. Kemudian, dia membuka tutup microwave itu dan memasukkan apel berlubang itu ke dalamnya, lalu ditutupnya kembali.

"Ayo kita tes mesin ini, teman-teman!" seru Michel sambil mengepalkan tangannya di atas, "Pasti yang ini berhasil!"

"YEA!"

We Are Weirdos!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang