Ternyata banyak yang support aku di part sebelumnya. Jadi hari ini aku upadete lagi. Yeayy.
Lengkingan keras dari sudut kasur membuat tidur Jeni terusik, wanita itu menggeliat dengan mata tertutup, menarik selimut dari kakinya untuk menutupi tubuhnya hingga kepala--tidak ada niat sama sekali untuk mengangkat panggilan itu.
Dering ponselnya tidak lagi bersuara. Jeni berniat tidur untuk melanjutkan mimpinya. Tapi belum sempat kesadarannya terkubur, ponsel itu kembali melengking membuat Jeni hilang kesabaran. Ia tau ini hari senin, tapi walaupun dengan mata tertutup Jeni merasa kalau saat ini masih gelap, matahari belum terbit di luar sana. Lantas siapa yang kurang kerjaan menelponnya subuh-subuh begini?!
Dengan kesal Jeni akhirnya meraih ponsel itu, matanya masih setengah tertutup saat menerima asal panggilan itu dan langsung meletakkannya di telinga.
"Hallo?!" Sapaan Jeni terdengar lebih seperti bentakkan.
5 detik Jeni menunggu sahutan di seberang sana, tapi tidak ada suara yang terdengar. Dengan kantuk yang masih melekat di mata, alisnya mengernyit, matanya spontan menyipit saat cahaya dari layar ponselnya menerpa wajahnya untuk melihat siapa yang menelpon.
Itu nomor tanpa nama!
Apa sekarang seseorang sedang mengerjainya?
Jeni berniat mengakhiri panggilan itu sebelum sebuah suara akhirnya terdengar.
"Hallo sayang?"
Jeni tertegun. Refleks tubuhnya terduduk di atas kasur dengan mata membelalak.
Itu suara...
Apa Jeni tidak salah dengar?!
Jeni masih diam, jiwanya berada diantara kesal dan... Takut?
"Sayang?" Telponnya kembali bersuara membuat buluk kuduk Jeni berdiri menatap ponselnya.
"Gue tau lo denger gue, Jeni... " Pria di seberang sana terus berbicara, Jeni berniat mematikan ponselnya sebelum suara lagi-lagi terdengar. "Jangan berani untuk matiin telpon dari gue."
Jeni menelan salivanya.
"Mau lo apa? Hah?!" Jeni akhirnya berkata. Susah payah ia membangun suaranya agar tidak terdengar takut. "Stop ganggu hidup gue, Darel."
Jeni mendengar Darel terkekeh di seberang sana. "Ganggu lo? Gue bahkan belum mulai."
Jeni meremas selimutnya, video ciuman mereka tiba-tiba terlintas di benaknya. Jeni pikir Darel telah menyerah untuk menerornya, karena sejak ancaman berupa bunga dan surat yang Darel berikan terakhir kali, pria itu tidak lagi menghubunginya.
"Mau lo apa sekarang? Lo mau sebar video itu di Tunas Bangsa? Okay, do it! Gue gak peduli, sialan!"
Napas Jeni memburu, untuk seseorang yang tangannya bergetar, ia termasuk wanita pemberani yang dengan lantang menantang.
"Well, lo memang selalu di luar dugaan gue sayang. Gue suka keberanian lo." Walaupun Jeni tidak melihatnya, ia bisa membayangi kalau Darel tengah tersenyum licik sekarang. "Tapi itu tidak akan terjadi. Karena kalau diingat lagi, ciuman itu sangat nikmat. Dan gue gak mau orang lain melihanya sekarang. Gue gak mau mereka membayangi apa yang kita lakukan setelah melihat video itu."
Jeni menutup matanya, ia tidak bisa menebak apa yang sedang pria itu pikirkan sekarang.
"Tapi, sebagai gantinya, gue menemukan permainan yang lebih menarik."
Jeni kembali membelalak dengan hati was-was. "Ma- Maksud lo?"
"Lo akan segera tau. Gue nelpon lo untuk memperingati, biar kalo lo sampe di sekolah nanti, lo gak bakal kaget dengan berita yang tersebar di sekolah baru lo itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Black and White
Teen Fiction15+ (END) ✔ (SPIN OFF BAD & GOOD) Bisa dibaca terpisah. Tapi lebih disarankan untuk baca BAD & GOOD lebih dulu. Biar ngerti alurnya. GILAA!! Gatau mau ngomong aplagi soal crita ini. Critanya tu bagus banged (pake d). Alurnya ga ketebak aseli. Pengga...