Namanya Zeiro Samudra. Tak usah memikirkan arti dibalik namanya. Cukup panggil dia Sam. Seperti namanya, Samudra itu semisterius samudra. Tak ada yang tahu seberapa luas pengetahuannya, sedalam apa pemikirannya. Yang hanya orang tahu, Samudra yang tenang ketika di dalam kelas, yang selalu tersenyum ketika selesai menyampaikan pendapatnya dalam diskusi, ataupun Samudra yang datang paling awal. Hanya sebatas itu. Bagaimana Samudra di luar tak ada yang tahu. Dan sepertinya Samudra juga tak ada niat untuk memberi tahu.
Aku termasuk di dalamnya, orang-orang yang hanya mengenal Samudra yang ada di dalam kelas. Itupun aku hanya sebatas mengenalnya, meskipun kita selalu berada di kelas yang sama dari semester satu. Mungkin bisa dihitung interaksiku dengannya. Selebihnya aku hanya mengamatinya.
“Sam, coba lo jelasin ulang bagian ini dong.” Meskipun bukan namaku yang dipanggil, aku ikut menoleh. Dan yang terlihat adalah pemandangan biasa ketika jam mata kuliah sudah selesai, Samudra dengan kelas private-nya. Ya, dia dengan permintaan menjelaskan ulang dari beberapa teman kelas. Seperti sekarang, dia sedang duduk di dekat Dea menjelaskan ulang tentang materi yang baru berakhir jamnya.
“Sam, sorry kayaknya kelompokkan kita harus diundur deh. Gue harus ke sekre himpunan.” Sekarang gantian Aldo yang berbicara dengan Samudra.
“Santai, Do.” Itu jawaban Samudra yang ku dengar. Aku masih duduk di kursiku, masih mengamati dia yang merapikan barang-barangnya.
“Sam, makalahnya Bu Nia udah? Kalau udah, nanti kirim ke gue ya, nanti biar gue yang finishing.” Kata Reza sebelum keluar kelas. Aku melihat Samudra hanya mengangkat jempolnya.
Aku masih tak bergerak dari tempat dudukku. Meskipun satu persatu teman kelasku sudah keluar kelas dengan urusannya masing-masing. Bahkan sampai Samudra juga meninggalkan kelas, aku belum beranjak. Dan sekarang, kelas benar-benar kosong. Tinggal aku sendiri.
Sebenarnya, tak ada yang aneh dengan pemandangan tadi. Dengan nama ‘Sam’ yang tak henti-hentinya selalu disebut. Tak ada yang aneh, mungkin saja aku yang kurang kerjaan. Tapi, entah kenapa menurutku menarik saja memperhatikan seorang Samudra dengan dunianya. Satu tahun berada di kelas yang sama dengannya, membuatku mengerti bahwa Samudra seperti pusat kehidupan di kelasku. Eksistensinya selalu menjadi pembicaraan. Sosoknya selalu dicari di setiap pembahasan. Bahkan sampai di semester tiga ini, aku selalu membayangkan bagaimana jika aku seperti Samudra. Mungkin kehidupan kuliahku lebih indah. Punya banyak teman, diperhatikan, menjadi orang yang selalu dibutuhkan, dan mungkin menjadi orang yang dianggap penting. Itulah salah satu alasan, aku selalu suka memperhatikan hiruk pikuk kehidupan Samudra.
“Emh..maaf, Kak. Kelasnya mau dipakai.” Sebuah suara menyadarkanku. Adik tingkat. Aku hanya tersenyum tipis sebagai permintaan maaf dan kemudian meninggalkan kelas.
Sudah tidak ada jam kuliah lagi untuk hari ini. Tapi rasanya aku masih malas untuk jalan pulang ke indekos. Akhirnya ku putuskan berjalan ke cafetaria fakultasku, tidak ada salahnya membeli air minum dan beberapa cemilan sambil mengumpulkan niat untuk pulang.
Selesainya urusanku di cafetaria, aku menyapukan pandanganku ke deretan meja di depan cafetaria mencari tempat duduk. Tak perlu waktu lama, pandanganku menemukan satu spot kosong. Aku segera melangkah ke tempat itu.
“Maaf, boleh duduk di sini?” Sebuah suara menginterupsi kegiatanku di dunia maya. Aku segera mendongak.
“Bo..leh.” Jawabku tersendat ketika mengetahui siapa yang meminta ijin tadi. Samudra. Sosok yang ku bicarakan tadi.
“Eh, Kalila?” Dia sepertinya juga terkejut. Oh, dia mengetahui namaku.
“Hai, Sam.” Aku membalas sapaannya sebiasa mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Mereka
FanfictionTentang hidup, persahabatan dan bagaimana mereka bertahan. Semua akan mereka ceritakan. Note: Cerita ini tidak berkesinambungan perbagiannya, karena tiap bagian tokohnya berbeda jadi ceritanya juga berbeda. Tapi tokohnya yang berkesinambungan. Pokok...