Kesialan berpihak padaku hari ini.
Ah, sial.
______________________________________Pagi ini seorang gadis sedang menyeruput secangkir kopi di balkon kamarnya, ia bernama Zenda.
Zenda masih duduk di kelas 2 SMA. Ia sengaja meliburkan diri hari ini, karena suasana hatinya sedang tak karuan. Baginya, dengan cara menyendirilah ia dapat menenangkan pikiran dan perasaan gelisahnya.
tok...tok.. tok..
Terdengar suara ketukan pintu kamarnya. Ia menghampiri kearah suara ketukan itu berasal. Lalu ia membuka pintu kamarnya, didepan pintu terlihat pria dengan perawakan agak tinggi berjalan masuk kedalam kamarnya.
"Bang, gue lagi nggak mood bercanda sama lo." Ucap Zenda.
Pria tersebut adalah Rendi. Ia adalah kakaknya Zenda.
"kalau ada masalah cerita sama abang lo yang ganteng ini, gue nggak suka liat lo murung begini," Ujar Rendi lalu merebahkan tubuhnya ke kasur matanya menatap langit-langit kamar.
Zenda menatap sinis kakaknya, ia sedang malas bertengkar dengan kakaknya yang amat sangat mempunyai tingkat kepedean yang tinggi.
"Gue lagi mumet bang, gue males ngomong sama anak kunyuk kayak lo," Ia mendorong Rendi agar keluar dari kamarnya.
"sombong amat lo dek, awas aja lo nanti kalau gue udah operasi plastik, pasti lo langsung klepek-klepek ngeliat gue," ucap Rendi sambil melangkah keluar dari kamar.
Zenda tak menghiraukan ucapan kakaknya, ia merebahkan badannya di lantai. Tangannya sibuk meraba tepi kasur mencari keberadaan ponselnya.
3 pesan baru.
Aditia: Jangan terus menghindar
Aditia: maafin aku Zen. Kita ketemu di Taman Sinar ya,
Aditia: Bales pesan Adit tolong,
Zenda meletakkan kembali ponselnya setelah ia membaca pesan tersebut. Ia diam membisu dengan air mata yang mengalir deras dipipi.
Bagi beberapa orang mungkin patah hati adalah hal biasa, tetapi bagi Zenda itu adalah hal yang membuatnya depresi. Mudah saja bagi Zenda untuk memaafkan orangnya namun tidak dengan melupakan. Apalagi melupakan kenangan manisnya.
'kenapa harus gue yang menjadi korban perasaan lo, gue benci lo Dit.' Batinnya.
Ia menghapus air matanya lalu beranjak pergi ke kamar mandi. Padahal hari ini Zenda lagi tak ingin bersahabat dengan air. Tetapi dengan terpaksa ia harus bertegur sapa dengan air.
***
Seorang pria berpakaian kaos hitam sedang duduk di pinggir danau. Ia adalah Adit. Matanya selalu memperhatikan semua wanita yang berjalan di sekitarnya, ia berharap agar seseorang yang ia tunggu datang.
Jemarinya masih sibuk mengecek handphone, seperti ada hal yang amat penting bagi dirinya. Ia tidak peduli akan panas matahari menyengat kulit putihnya yang membuat kulitnya seketika berwarna merah.
"gue cuma minta lo nggak usah ganggu gue lagi Dit,"
Ia terdiam membisu, ia tak percaya sosok yang ia tunggu akhirnya datang. Ia bangkit dan berjalan menghampiri gadis tersebut.
"Zen, Adit seneng Zenda mau kesini, ada beberapa hal yang harus Zenda denger," Jelas Adit.
"Udahlah Dit, percuma juga. Maaf gue pamit ya. Gue ngga bisa lama-lama, soalnya ada urusan. " ujar Zenda ketus.
"tunggu sebentar Adit mau menyampaikan sesuatu yang terakhir kalinya,"
"yaudah cepetan, gue males lama-lama liat muka lo." ujar Zenda.
Zenda memang muak berlama-lama menatap wajah Adit. Tetapi sebenarnya ia juga rindu dengan senyuman Adit. Ah, tapi baginya untuk apa bertemu lagi dengan orang yang sudah menjadi masalalunya.
Adit terdiam beberapa saat, ia bingung harus mulai menjelaskan darimana. Ia masih memandangi wajah Zenda dengan tatapan kosong.
Zenda bingung dengan sikap Adit sekarang, kenapa Adit hanya diam tanpa mengucapkan satu kata apapun. Zenda mengerutkan dahinya sambil berdecak kesal.
"ck, ah elah, yaudah lah gue pamit." Zenda berjalan meninggalkan Adit sendirian dengan perasaan penasaran.
'sebenernya dia mau ngomong apa sih, gue jadi kepo gini' batinnya.
"Zenda! Tunggu!"
Zenda tak peduli, ia tetap melanjutkan langkahnya menyusuri jalanan taman yang sangat sepi.
***
Zenda mengeluarkan ponselnya dari tas. Kini dirinya sedang berada di sebuah kedai coffee favoritnya. Ditemani dengan secangkit americano dan sepotong vanilla cake, dirinya asik sendiri dengan ponselnya.
*Drrrrtttt*
1 pesan masuk
From :Galang jeyek
Lo lagi dimana?
kenapa lip? Gue di kedai biasa
Kenapa lo gak masuk sekolah kangen nih,
ah lebay, gue males aja haha.
Zenda mematikan ponselnya, ia sedang tidak mood untuk membalas chat dari siapapun tanpa terkecuali.
'hanya butuh alasan, dan penempatan janji Dit' Batin Zenda.
Ia memandang kearah jendela dengan tatapan kosong. Pikirannya sedang kacau.
Saat ini, tak ada yang membuat dirinya bersemangat. Ia merasa dirinya nggak berarti apapun lagi.
***
'kalau aja gue bisa jujur sama lo Zen'
'kalau aja lo tau yang gue rasain,'
'ini terpaksa, bukan kemauan gue.'
Batin Adit terus menerus mengatakan itu. Tetapi, mulutnya tidak bisa mengulang apa yang batinnya katakan. Ia hanya bisa memendam apa yang ia rasa sekarang, tanpa bisa berbuat apapun. Ia menatap langit-langit kamar. Air mata tak sengaja menetes dari matanya, menandakan suasana hatinya sedang tak karuan.
"Hidup gue pun ga ada arti lagi, percuma." Ujar Adit.
"Pasti ada harapan, lo harus berjuang,"
Adit menghela napas.
"buat apa? Toh, gue mati tinggal ngitung bulan lagi kok," ujar Adit.
"tapi gimana pun takdirnya, ya gue berharap dia nggak pernah lupain gue." lanjutnya.
Note: i hope, kalian suka sama cerita pertama saya hehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's Mine
Ficção Adolescentecinta terdiri dari dua bagian yaitu dipilih ataupun memilih