Berbeda dengan Vio yang memilih untuk langsung pulang, Alana lebih memilih diam dulu di sekokah setelah tadi keluar dari ruang guru bersama Vio.
Karena Alana lebih menyukai suasana di sekolah daripada suasana di rumahnya yang hanya akan membuatnya makin pusing jika ia pulang.
Tas Alana masih ada di kelas, terpaksa ia harus kembali ke kelas untuk mengambilnya.
Saat masuk kelas, matanya sontak tertuju pada Bintang yang sedari tadi masih menelungkupkan kepalanya, padahal bel pulang sudah berbunyi 1 jam yang lalu. Alana kira Bintang sudah pulang karena tadi saat Alana pamit pulang padanya, Bintang bilang ia juga akan segera pulang. Fino, Arip, Yasa dan Alana langsung duluan karena Bintang menyuruhnya begitu.
Lama-lama tidak tega juga melihat Bintang seperti itu. Alana pun menghampirinya setelah mengambil tasnya, lalu duduk di sebelahnya.
"Bintang," Panggil Alana sambil menggoncangkan bahu Bintang agar ia terbangun.
"Bin, bangun ini udah waktunya pulang," Lanjut Alana.
Bintang tetap tidak bangun. Dia hanya menggeram, sepertinya masih mengantuk.
"Ish bangun, susah banget sih lo." Alana menarik bahu Bintang yang cukup berat ke belakang agar ia terbangun.
Yap, bahunya terangkat. Namun tubuhnya lemas, sehingga kepalanya tersandar di bahu kiri Alana.
Alana kaget menyadari kepala Bintang sudah di bahunya, dan tangan kiri Alana masih merangkul bahu Bintang.
"Lo... Lo kenapa? Sakit?" Tanya Alana merasa kaku sambil menyentuh kening Bintang yang terasa panas.
"Hm." Jawab Bintang dengan mata masih tertutup.
"Gu..gue mau pulang nih," Ujar Alana sambil berusaha melepas rangkulannya menggunakan tangan kanannya.
Nihil, usahanya itu tidak berhasil karena Bintang justru menahan tangan kanan Alana agar tidak melepaskannya. Hingga Alana terlihat seperti sedang memeluknya.
"Please, bentar aja." Ujar Bintang yang terdengar lemas.
Alana tidak tega, ia hanya menghembuskan nafasnya pasrah.
1 menit..
3 menit..
5 menit..
Posisi mereka masih seperti tadi, tidak berubah. Tangan Bintang masih memegang tangan Alana yang berada di depan dadanya.
"Bin," Panggil Alana.
Bintang pun mengerjapkan matanya, perlahan ia bangun dan kepalanya tak lagi tersandar di bahu Alana. Alana pun langsung melepaskan rangkulannya dan melepaskan tangannya yang masih dipegang Bintang.
"Eh, sorry. Sumpah gue gak ada maksud buat modus atau apapun." Ujar Bintang merasa bersalah.
"Gue ngerti kok. Lo masih pusing?"
"Udah mendingan,"
"Lo sekarang mending pulang, istirahat di rumah." Kata Alana menasihati.
Selama ini memang Alana lah yang paling dekat dengan Bintang. Namun tidak lebih dari sekedar sahabat. Bintang merasa Alana lah satu-satunya perempuan yang membuatnya nyaman. Namun tidak pernah mereka berdua sampai sedekat ini.
"Thanks Al."
Alana hanya mengangguk, "Emm.. kalo gitu, gue duluan Bin." Alana pun bangkit dari tempat duduknya dan berjalan keluar kelas.
"Eh tunggu!"
Langkah Alana kembali terhenti. Alana pun menoleh pada Bintang yang menyuruhnya berhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
AURORA
Teen FictionMenjadi seorang dokter tidaklah mudah, apalagi ketika harus terjebak dengan masalalu. Itulah yang Vio alami. Berawal dari sebuah geng di masa SMA, Vio tidak menyangka bahwa dia mampu jatuh ke lain hati setelah masuk ke geng tersebut, padahal dia sen...