Viny dan Acha menikmati makanan mereka dalam diam. Tidak ada yang membuka pembicaraan. Mereka sama-sama sibuk menghabiskan makanan mereka. Entah kenapa, hari ini Viny tidak memiliki mood untuk melakukan kegiatannya semenjak Acha mengungkit masalah asmaranya. Dia lebih memilih mendiamkan teman sekaligus asistennya ini. Meskipun dia telah memaafkan Acha, tapi dia masih sakit hati terhadap Acha yang menurutnya terlalu mencampuri urusannya.
Acha mendengus saat dia telah menghabiskan makanannya. Dia pun menatap Viny yang sedang makan sambil memainkan ponselnya. Kebiasaan Viny saat dia sedang makan. Acha mengambil minumannya dan meneguknya sampai habis. Setelah itu, dia kembali menatap Viny yang enggan menatapnya. Acha tahu bahwa dirinya memang sudah terlalu ikut campur dalam urusan pribadi dari Viny. Acha meraih tangan kanan Viny yang hendak mengambil minuman. Viny mengerutkan keningnya, kemudian menatap Acha dan bertanya, "Kenapa?"
Acha menghela nafasnya, "Lo jangan terus diemin gue. Gue jadi ga enak sama lo."
Viny tersenyum tipis, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain. Sebenernya dia juga tidak mau mendiamkan Acha dalam jangka waktu yang lama. Tapi jika dia tidak melakukan ini, maka Acha akan semakin ikut campur dalam urusannya. Dan Viny benar-benar tidak menyukainya.
"Vin," Mohon Acha dengan suara memelasnya.
Viny menghela nafasnya, kemudian kembali menatap Acha, "Gue ga akan diemin lo lagi dengan satu syarat."
"Syarat apa itu, Vin?" Tanya Acha antusias.
"Lo jangan pernah ikut campur dalam urusan pribadi gue lagi." Viny menjeda kalimatnya, "Lo juga ga boleh ikut campur dalam urusan asmara gue."
"Tapi Vin---"
"Itu syarat dari gue. Terima atau gue bakal diemin lo selama yang gue mau." Sela Viny cepat.
Dengan terpaksa, Acha menganggukkan kepalanya. Lebih baik dia menuruti keinginan dari Viny daripada dia harus didiamkan selamanya oleh Viny.
Viny tersenyum simpul dan kembali berkata, "Untuk menebus kesalahan lo," Viny menjeda kalimatnya, "Lo yang bayar tagihan makanan kita."
Acha membulatkan matanya. Dia sungguh tidak mempercayai ucapan yang keluar dari mulut Viny. Viny menyuruhnya membayar tagihan makanan mereka. Yang benar saja! Tapi, demi kelancaran penebusan kesalahannya, Acha pun menuruti perkataan Viny meskipun dia mengumpat dalam hati. Dia melambaikan tangannya untuk memanggil pelayan. Setelah pelayan yang dipanggil mendekat, Acha pun mengeluarkan dompetnya. Keringat dingin mengalir dari wajahnya ketika melihat isi dompetnya yang tinggal tiga lembar uang dua puluh ribu.
"Kenapa Cha?" Tanya Viny.
Acha menggeleng dan tersenyum, "Gapapa, Vin. Hehe."
"Oh." Viny menyerahkan dompetnya pada Acha, "Gue tau lo ga punya duit."
Acha menatap sebentar ke arah dompet yang diserahkan oleh Viny, kemudian menatap Viny. Dia mendengus sebal ketika melihat senyum tengil dari Viny. Dia mengambil dompet Viny sembari mengumpat. Viny hanya bisa tertawa saat melihat kelakuan Acha yang berhasil dibuatnya kesal.
"Seneng lo seneng!" Umpat Acha setelah menyerahkan uang pada pelayan.
"Hahaha! Lo kalo lagi ngambek gitu keliatan lucu." Ucap Acha.
Acha mendengus, "Emang seneng kan lo ngerjain gue." Acha mengembalikan dompet Viny pada pemiliknya, "Mana lo belum nyerahin gaji gue lagi."
Viny mengerutkan keningnya, "Lo ga cek rekening lo?"
Acha menggeleng, "Belom. Gue aja sibuk ngurusin jadwal lo. Gimana gue ada waktu buat ngecek rekening gue."
Viny menghela nafasnya, kemudian berdiri dari kursinya, "Habis ini, kita ke ATM."