persiapan move on

393 7 0
                                    

Ketika kita kehilangan sesuatu yang sangat berarti, baik itu seseorang, keadaan atau kenangan, respon yang paling wajar adalah berduka. Kubler Ross, seorang psikiatrik asal Swiss mengenalkan tahapan berduka yang dilalui oleh manusia, teorinya ini kemudian dikenal dengan nama Five Stages of Loss and Grief.

1. Denial (Penolakan)

Tahap pertama dari berduka adalah penolakan. Misalnya nih, ketika kita ngerasa udah menemukan seseorang yang tepat untuk jatuh cinta, kemudian kita pacaran sama dia selama beberapa lama dengan mengukir banyak sekali kenangan manis, suka-duka, dan sebagainya, tapi ternyata hubungan kita kandas di tengah jalan, berantakan dan nggak terselamatkan, hal yang paling mungkin kita lakukan pertama kali adalah menolak kenyataan bahwa hubungan kita udah berakhir. Kita akan ngerasa nggak percaya dengan apa yang udah terjadi. Kenyataan bahwa kita udah nggak bersamanya lagi dan semua hal-hal yang menyenangkan yang pernah kita lakukan bersama udah berakhir, akan membuat kita ngerasa semuanya nggak nyata.

Dengan penolakan ini, mungkin kita akan berpikir bahwa setelah bangun tidur, kita akan ngerasa baikan atau mungkin besok, kita dan si mantan akan kembali lagi seperti semula. Kita juga akan beranggapan bahwa berakhirnya hubungan kita nggak akan permanen. Pasti cuma sementara. Seperti kejadian-kejadian sebelumnya. Putus-nyambung itu udah biasa. Nah, ini lah yang dinamakan dengan denial atau penolakan. Kita akan ngerasa nggak percaya dan sering bertanya-tanya sama diri sendiri begini, "Masa sih ini putus? Nggak mungkin lah ini benaran putus.." atau kita mungkin akan menolak memikirkan hal yang membuat kita sakit hati.

Misalnya, saat kita baru putus, kita pasti akan kepikiran si mantan, tapi, respon kita justru menolak memikirkan dia. Kita mungkin juga udah kepikiran bahwa setelah putus, bisa jadi kita nggak akan balikan lagi sama mantan tapi kita sendiri berharap untuk segera balikan. Maka kita akan berusaha untuk menolak memikirkan kemungkinan bahwa kita nggak akan balikan lagi sama mantan dan justru meninggikan harapan untuk balikan sama mantan. Maka, pada fase denial ini, kita akan sering melakukan penyangkalan, seperti "Yang seperti ini, nggak mungkin terjadi di dalam hidupku", atau "Nggak mungkin dia akan melepaskan aku. Nggak mungkin dia benar-benar pergi meninggalkan aku". Fase denial itu kayak pertarungan batin. Di kepala kita tahu kita akan benar-benar putus dan nggak mungkin balikan lagi, di hati kita berharap untuk balikan lagi.

2. Anger (Kemarahan)

Setelah ngelewatin tahap penolakan, kita akan masuk ke tahap kemarahan. Di tahap ini, kita akan mulai berpikir bahwa salah mantan yang membuat hubungan kita jadi berantakan atau bertanya-tanya, "Kenapa dia ninggalin aku padahal dulu katanya dia akan selalu memperjuangkan aku?". Kita akan mulai marah sama keadaan, orang-orang di sekitar kita, marah sama diri sendiri, marah sama pekerjaan atau tugas-tugas, marah sama kegiatan kita, atau mungkin bisa saja kita marah sama Tuhan dengan bilang, "Kenapa harus aku yang ngalamin ini? Memangnya aku salah apa?". Pokoknya kita akan mulai mencari-cari siapa yang pantas untuk disalahkan atas berakhirnya hubungan kita.

Pada tahap anger atau marah, otak kita secara otomatis akan menganalisis bagian mana yang membuat kita jadi berakhir putus sama si pacar. Mulai dari bagian yang memang menjadi penyebab utama kita putus sampai hal yang paling remeh yang kita hubung-hubungin menjadi penyebab tidak langsung kita putus sama si mantan. Kita akan ngerasa sesak sendiri dan semuanya jadi kelihatan salah di mata kita. Kita bahkan akan marah sama diri sendiri dan mengutuk diri karena udah melakukan kesalahan yang membuat kita jadi kehilangan seseorang yang selama ini ada di sisi kita. Kita akan ngerasa muak sama diri sendiri dan jadi kehilangan kepercayaan pada diri sendiri.

Kalau kita marah sama tugas-tugas atau orang di sekitar kita, kita akan berhenti mengerjakan tugas-tugas itu atau berhenti ngobrol sama orang di sekitar kita yang membuat kita marah tersebut. Misalnya, kita putus karena salah satu sahabat kita melakukan sesuatu yang membuat kita berantem sama si mantan. Kita akan menyalahkan sahabat kita dan akan menghindarinya karena kita ngerasa bahwa dia adalah perusak semuanya. Atau kalau kita marah sama Tuhan, mungkin kita akan merajuk atau melakukan protes saat kita berdoa. Bahkan ada beberapa yang berhenti melakukan ibadah yang biasanya dia lakukan saking marahnya sama Tuhan. Biasanya, pada fase ini kita akan lebih agresif dan sensitif. Beberapa orang bahkan akan menarik diri dan sibuk menangisi kesalahan-kesalahan yang sebenarnya tidak terjadi.

About Moving On (Completed)Where stories live. Discover now