IMAJINASI SUCI

0 0 0
                                    


Mereka yang bermain dalam mimpi mungkin akan menambah uang dalam permainannya bukan.? Setidaknya ada perjuangan bukan?Menitis dari kecil ke besar menjadi impian setiap pemerannya menjadi sebuah keakraban seindah senja kuning yang bersinar, Meliuk-liuk dalam sebuah mimpi bukankah sangat menyenangkan apalagi mimpi yang diimpikan benar-benar menjadi mimpi yang senyawa dengan kenyataan.Berduka, menyedihkan tidaklah berarti karena menyenangkanlah yang selalu didapatkan.
“nung,, nung,, nung,!?!?!?!?
Jeritan tetangga yang menagih hutang sudah koar-koar depan gapura halaman, nyawamu terancam sekarang, menahan, kemana sekarang kau bersembunyi?
Kitiakmu langsung tak berbau mendengar suara tetanggamu itu, “tahanlah dulu, nanti juga akan pergi”.Terbilang menakutkan namun tidaklah membuat bergetar untuk meminjam lagi, membawa omong kosong mempercayai orang yang suka koar-koar itu.Tidak mudah memang tidak mudah hidup ini, terasa hampa tanpa pelumas yang mengencerkan hidup hingga bisa seperti air yang mengalir. Namun apa? Bapak tua ini setiap pagi membuka rahangnya depan rumahku, tapi aku tidak menghiraukannya karena dia pun sudah tahu aku belum kerja dan hanya diam di rumah. Tapi sudahlah, terima nasib saja!
Ohhh, iya,  aku ingin bercerita sedikit tentang hidupku yang gonjang-ganjing seperti truk yang melintasi daerah bebatuan sana. Namaku Dunung! Ya begitu orang memanggiku dengan keakraban yang seakan mengejekku karena aku masih pengangguran seperti ini. Habis semua cara, usaha yang tak teraih satupun, dan aku memutuskan untuk berleha-leha saja menanti pekerjaan yang menghampiri diriku.
Pagi ini pemotong kuku yang menemaniku, terlihat tanganku sudah terasa aneh dengan kuku-kuku yang semakin panjang ini. Kliik,,,,klikk,,klikk,, satu persatu aku bersikan dari ketidak nyamananku. Memang hari-hari aku lalui dengan bersantai dan bermain diantara kertas-kertas yang dipenuhi oleh angka.Sudah penak imajinasiku memikirkan segala masalah di hidupku ini. Inginku mondar mandir tuk menemukan solusi, tetapi apa daya ragaku masih ingin terdiam dalam halusinasi yang menggempur dari berbagai juru arah mata angin. Tak heran bagiku jika ku tertimpa berbagai masalah, karena memang permasalahan yang ada tak pernah ku selesaikan dengan cara yang benar, terus mengelak sampai mataku berbalut liur. Tidur lemas tanpa gempuran yang ku lakukan.Inginku mencari jalan pintas tanpa peduliku itu adalah hal yang baik maupun buruk.
Keesokan hari masih terlihat sama, terus menerus terngiang di telinga sang penagih hutang berteriak. Mendengar jeritan itu membuatku gelisah. Bulu ketiak merinding seakan- akan diterjang angin. Lebih baik bila angin itu membuatku nyaman, tetapi itu malah membuatku semakin suram.Hari ini ku menghindar.Ku tak ingin mendengar kehambaran dalam kesuraman lagi.Ku memutuskan tuk terhanyutkan mimpi dalam tidurku yang lelap.
Suatu ketika mimpiku menghantarkan sesuatu.Sosok bidadari terjun dari pohon cengkeh yang dihiasi gugurnya dedaunan.Terlihat begitu anggunnya.Ku hentakkan kakiku perlahan, mendekat satu demi satu langkah melihat pesona dari gadis itu.Ingin ku bertanya tapi maluku menjawab semuanya.Siapa juga yang ingin menjawab segala keluh kesahku. Seketika!
“Haaaaiii???…
Terkejut ku mendengar senandu merdunya.Berpaling wajah kusamku menghampirinya, kaku diriku tuk melangkah menujunya.Bibirku ku terhambat tuk menelan ludah.Parasnyalah yang membuat liriku menghampirinya.
“Dunung? Ku kan singgah bersamamu jikalau ragamu dapat merubah pertemuan kita nantinya
Terdiam ku mendengarnya.Rintihan itu seakan-akan tanda tuk memanggil bidadari jatuh dari khayangannya.Sontak ku terbangun dalam mimpi.Masih terdiam ku memikirkannya. Sontak ku terbangun dan mencari apa maksud dari gadis itu. Ku mencari dan terus mencari kisah kejadian dalam mimpiku itu.Pohon cengkeh daun kering yang menjemput malaikat mautku.
Setibanya ku mencari, kisah kejadian itu memang benar adanya.Pohon itu tertancap dalam sebuah desa selat, letaknya di dusun nyangnyangan.Saat itulah ku mulai mengagumi parasnya pepohonan ini.Dihiasi dengan gugurnya daun yang membuat moment dalam pertemuanku dengannya menjadi asri dan indah.
Langkah kakiku menujunya.Ku lirik pohon itu dengan jati diriku yang masih semu.Asaku tak kuasa menahan kesedihan.Ku mulai berfikir, “apakah ini jalan hidupku?Apakah disinilah segalah permasalahanku tertuntaskan?Bila ku bersembah padanya, apakah segala hal yang ku bebani dapat terselesaikan? Ku tak tau apa yang akan terjadi nantinya. Yang ku pikirkan ialah bagaimana segala kekacauan ini dapat terselesaikan dengan cara yang mudah dan singkat.
Disanalah ku mulai memujanya.Memuja tuk menghentikan kerisauanku ini.kini ku terjebak didalam hironinya dunia. Serpihan hati yang tenggelam mungkin bangkit kembali bila ku menyalurkan keluh kesahku di hadapannya.Ku sangat, sangat, dan sangat berharap agar terselesaikan kisah ini secara percuma.Deritaku benam pada pohon ini. Amarah kan ku tuangkan pada pohon ini. Ambisikan ku salurkan pada pohon ini. Segala yang menghubungiku pada duniawi ini, kan ku serahkan pada pohon cengekeh ini. Ku harap ini kan berakhir!
Hari demi hari kian berlalu.Tak satupun cacimakian yang menghantam telingaku. Mudah ku tuk berbaring ria dalam kasur ini. Sempat tuk berfikir tapi ku tak hiraukan.Tapi adakalanya hamparan itu kian melunjak. Entah apa itu tapi itu sangatlah mengganggu bagi diriku. Kembali ku terlalut dalam kelam dan meratapi semua, tetapi kekosongan ini telah menemaniku dalam kehampaan.Tiada satupun mahluk dalam hidupku, membuat diriku merajut dalam kesepian.
Terngiang halusinasiku menguasai penglihatanku.Kasat mata ku melirik dalam suatu tempat.Tempat itu terfokus pada jalan menuju pohon cengkeh itu.Terheran ku memikirkannya.Mengapa lirikanku tertuju pada sosok pepohonan itu?Apa yang membuatku terfokus padanya? Separuh ragaku ingin menuju keahadapannya, dan sebagian ragaku ingin ku terdiam dapal kesepian.Ku putuskan tuk kembali dalam larut yang kelam, dan pekat, dan tak ingin merasakannya. Masalahku terselesaikan sejenak tanpa adanya keluhan utang yang mengobrak abrik telingaku lagi, dan untuk apa ku memikirkan hal yang tak seharusnya ku pikirkan. Lebih baik ku terdiam dalam kemalasan.
Tidur lelap ku terapkan, mimpi indahku jalankan.Kemalasanku telah mendarah daging dalam aktivitasku.Tenang rasanya keterpurukan itu kian memudar.Ku terlelap sejenak menikmatinya.Seketika mimpiku menghanyutkanku pada sosok yang pernah ku temui, pohon cengkeh.Ia terbenang air mata. Apa ini semua? Apakah terdapat hal yang membuatnya menderita? Ku mendekatinya dan ingin ku bercakap ria agar ia tak meretapi kesedihannya. Saat satu langkah  menujunya, pohon itu seketika tumbang. Bangunku disertai rasa kejutku terhadapnya.Apa yang sebenarnya terjadi? Firasatku mengatakan akan terjadi sesuatu hal terhadapku atau dia. Ini buruk! Sontak ku menghampirinya.
Setiaba ku disana ku melihat pohon itu terlihat baik-baik saja.Ku terdiam meratapnya.Sebenarnya mengapa dirinya menghampiriku dalam mimpi?Sesuatu hal yang ingin ku utarai terhadapnya.Jenuhku singgah dihadapannya, meratapi segala hal bersamanya dan ku mulai tuk menyembahnya. Ku ingin apapun yang hinggap dalam diriku itu, semua akan terlihat baik-baik saja. Ku tak ingin lagi terjerumus dalam habaitat suram itu lagi, ku ingin semuanya terlihat tenang, setenang ku merasakan mimpi yang indah dalam tidurku yang lelap.
Keesokan harinya ku terbangun dalam kebisingan mulut sang penagih hutang. Kembali merinding sekujur bulu tubuhku mendengarnya. Kalimat seram yang ia ucapkan membuat ku gelisah tiada arti. Kepanikan melanda dalam sekujur tubuhku.Tapi dengan karunia yang diberikan oleh pohon cengkeh itu aku mempersiapkan diri tuk menghampirinya.
“Selamat siang pak, ada apakah gerangan bapak datang mengunjungi saya?Sontak sekujur tubuhku diselimuti gemetarnya dunia.
“iyaa.. sedatangan saya kemari saya mengingatkan kepada anda untuk melunasi sekujur hutang yang anda lekatkan terhadap saya” ujarnya menjerumus penderitaan terhadapku
“Baiklah..tolong berikan saya waktu tuk menggladah uang di berbagai tempat”
“Baiklah jika itu bisa untuk mendapangkan harta saya yang telah kau pinjam. Saya akan terima..tetapi jika itu semua hanya untuk menghindari dirimu dari permasalahan. Hartamu lah yang akan menanggung bebannya!
Kegelisahan yang telah sirna kini kembali merajut dalam sengsara.Serpihan nadiku telah tenggelam, hancur, dan tiada nyawa.Penuh sesak rongga dadaku memikirkannya, terasa kaku tuk mengejarnya.Ku terdiam tanpa ada suara, hanya pohon itulah sasaran utama.Hentakan kakiku menghampirinya, tuk panjatkan awal kehidupanku yang suram ini menjadi lebih bisa diandalkan. Ku tak ingin cibir-cibiran dari sang penagih utang menghampiriku lagi. Bisakan suaraku tanamkan padanya. Walaupun ia tak bisa membalas curahanku, tetapi aku ingin keadaanku menjadi tentram kembali.
Ku retapi setiap masalahku dengannya.Kuracuni pikiranku tuk mendapatkan hasil yang lebih baik.Setiap saat setiaap waktu ku bisikan lirikku dengannya.Kusembah dia selayaknya ku menyembah tuhanku.Apapun itu ku tak ingin merepotkan diriku dengan berbagai pekerjaan, yang dapat menjatuhkan keringatku dalam bumi yang kotor ini.Ku tak ingin kerja kerasku hanya untuk menafkahi seseorang yang tak ku kenal. Hidupku adalah kenikmatanku, orang lain dan mahluk lainnya adalah sekedar objek farian dalam diriku. Ku tak menganggap apa yang ada di sekitarku adalah nyata. Ku menganggap mereka adalah replika yang diciptakan oleh sang pencipta. Entah mereka bergaya selayaknya sang penguasa, dimataku mereka adalah sama. Mahluk ciptaan yang terbentuk dari sisa kotoran yang sudah tak terpakai.
Itulah segenap perasaanku terhadap dunia ini.Hanya alam lah aku bisa dapat berbagi saat ini.Alamlah yang menyadarkanku berbagai hal. Saksi pohon inilah yang menyadarkanku akan keluhan duniawi. Pohon inilah saksi mata curhatku dari berbagai sudut pandang yang ada.Aku memujanya. Dengan cara inilah batinku tenang. Ku memujanya tuk meminta tapi tak satu hal pun ku bertindak tuk menyelamatkannya.Ku tak menyadari itu.
Ku telah memujanya.Hari demi hari ku menantinya. Tak satupun tanda-tanda yang akan muncul keberadaannya. Pikirku apa semuanya tak bisa lagi tuk diselamatkan? Apa sudah tiada lagi jalan tuk ku hindari itu semua? Penat ku menanti itu semua.Ku murka dengan alam.Ku tersinggung dengan perbuatannya. Apa yang ku inginkan ia tak kunjung tiba dalam hidupku. Kekesalanku tumbuh dalam amarahku dengannya.
Dalam hari yang sudah ditentukan aku merasa resah.Harta benda ku dilahap olehnya. Ku berjalan sendirian tanpa penantian yang ku harapkan.Hidupku terombang ambing selayaknya perahu dalam lautan.Arah hidupku sudah tiada lagi.Hasratku tuk menghirup udara ini sudah tak ku hiraukan lagi.Kemanapun kakiku melangkah ku sudah tak peduli lagi.Apa pun yang ada di bumi ini, sudah tak ku artikan lagi!
Kakiku melangkah tiada pasti, tetapi arah yang dituju tanpa ku sadari menancap pada lokasi pohon cengkeh itu.Ku terdiam dan terkejut gelisah.Pohon yang dulunya ku puja sekarang telah sirna.Mereka dilahap mesin yang kunjung secara seketika.Membuat kandang untuk tempat dirinya bersemayam.Tak habis pikirku melihatnya. Selayaknya penguasa yang tak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Apakah mereka tidak bisa mendengar atau mereka hanya berpura-pura tuli tuk melakukan apa yang ia inginkan? Perumahan dibangun secara seketika, tanpa ia sadari dampak yang akan ia terima.
Memang benar adanya jika uang adalah kuasa dari yang berkuasa.Uang adalah segalanya di dunia. Tapi haruskah kita meleburkan apa yang ada di hadapan kita? Ini semua diluar nalar akal pikiran mereka.Sontak ku selesaikan tubuhku yang pemalas ini menuju penyelesaian masalah.
“Apakah anda yakin tuk melakukan ini semua? Hajarku dihadapannya
“Bolehkan saya bertanya balik.Apakah anda rela melindungi diri di alam terbuka?
Tak kuasa ku mendengarnya. Ku sadar akan ketidak pekaanku terhadap alam. Perilaku ku dan mereka sama, tak bisa ku membela diriku dalam kesalahan yang ku buat sebelumnya. Alam bisa memberi tapi ku tak pernah membagi.Sudah sepatutnya alam murka di hadapan kita. Hukum alamlah yang akan membasmi keberadaban kita nantinya.
Lesuku menanti dikedinginan malam. Ku lirik dari jangkauan batas pandangku terhadap proses pembangunan. Sedihku menyertai kekesalanku terhadap dirinya, sang pohon yang menghantarkan ketenangan dalam diriku. Tak kuasa ku menahan larut kesedihan ini, tetapi apa dayaku yang sudah terselubung dosa ini. Tak satupun tindakan yang bisa ku perbuat dalam diriku.Hanya penantianlah yang bisa di utarakan dalam kisah yang mengalir dalam cerita nantinya. Semua akan terlihat sama tetapi makna dari cerita itu akan terhihat terang. Dimana ada cerita, konflik pun akan mengutarakannya. Penantian kemurkaan alam pasti akan tiba nantinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 16, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

IMAJINASI SUCITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang