[9] Tired Day

113 5 0
                                    

Jimin berjalan cepat menuju lift dan meninggalkan hye yang se-daritadi memanggil namanya sambil berlari-lari mencoba menyesuaikan langkahnya.

Saat jimin berada didalam lift yang pintunya sudah hampir tertutup, ada kaki kecil menahan pintunya dan membuat pintu itu terbuka kembali.

"PARK JIMIN!!" Wanita yang masih memakai seragam itu meneriaki jimin tanpa melihat-lihat situasi sekitarnya, ntah kenapa dia sepertinya sudah terbiasa berbicara dengan tenggorokan yang mengeluarkan suara kencang.

"jinjja, kamu memang serigala? Memalukan sekali Kim Jun Hye-ya." Jimin berdecak pelan

"Masa bodoh! Siapa suruh kamu meninggalkan ku huh?" Lagi-lagi, hye meninggikan volume suaranya dalam ruangan persegi itu yang diisi sekitar 3 orang bersama dirinya dan jimin.

"Sshhtt, hye! Berisik" jimin mengucapkan kalimatnya sambil melangkah ke luar saat lift terhenti.

Sepasang murid sekolah itu yang masih memakai baju seragamnya berjalan menuju ruangan tempat ayah mina.

"Park Jimin!"
Jimin menoleh ke belakang, tepat menatap sosok yang dibelakangnya itu sedang menatapi dirinya juga. Hal itu membuat jimin merasa jengkel karena daritadi dia selalu memanggil namanya.

"Hye apalagi?!"

Hye tidak menjawab dan hanya menggelengkan kepala lalu membalikkan badannya.
Betapa terkejut jimin ketika mengetahui bahwa yang memanggil namanya itu bukan jun hye.

"Aa-ahh, hye kau bisa pergi duluan." Jimin menyuruh jun hye pergi. Maksudnya agar hye tidak mengetahui obrolan jimin dengan perempuan yang memanggilnya tadi.

"Aa-apa yang kau lakukan disini?" Tanya jimin terbata-bata.

"Tentu saja menjenguk orang yang sakit."

"Aa-ahh iya tentu,"

Lawan bicara jimin menyerngit, lalu membalas perkataan jimin "aku sendiri tak mengerti kenapa sahabatnya sendiri tak tau kalau dirinya sedang sakit, bahkan para sahabatnya belum ada yang menjenguknya. Kenapa dia begitu bodoh dan memprihatinkan saja. Arghh sudahlah, jimin-ssi, silahkan lanjutkan aktifitasmu" wanita itu berjalan melewati jimin setelah selesai dengan kalimatnya.

"Kim Ara-ya!"

Ternyata lawan bicaranya itu adalah calon tunangannya sendiri. Tapi bagaimana bisa dia sesinis itu pada jimin?

Ara membalikkan badannya dan terhenti.

"Apa maksudmu? Siapa yang baru kau jenguk?" Tanya jimin sambil berjalan cepat menghampiri ara.

"Hahh, ternyata benar. Tidak, tidak ada yang ku jenguk." Ara tersenyum kecil.

"Lalu ucapanmu tadi?"

"Ahh itu, tidak aku hanya bergurau. Aku sebenarnya baru saja mengontrolkan diriku kesini, dan sekarang aku akan pulang."

"Ara?! Kenapa kamu aneh sekali? Apakah kamu berkata jujur? Siapa maksudmu sahabat?" Jimin memegangi bahu ara dengan kedua tangannya.

"Yaa tentu saja aku baik. Emm, itu kita sahabat kan? Kenpa kau bisa tak tau kalau aku sakit?" Jeda sepersekon ara kembali melanjutkan perkataannya. "Sudahlah jangan terlalu dipikirkan, jangan menganggapku calon tunanganmu, jadi jangan cemas. Aku buru-buru. Aku duluan ya jimin" ara meninggalkan jimin dengan lift yang meninggalkannya.

Jimin terlamun untuk beberapa sekon lalu sedikit gusar dengan perkataan kim ara tadi. Tapi dia kembali tersadar dengan tujuannya mengunjungi rumah sakit itu. Jimin pun pergi meninggalkan tempat itu, berlari kecil menuju kamar ayah mina.

Boy With LuvTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang