Pengorbanan - Part 03
"Mungkin. Aku tidak merasa memiliki musuh, tetapi mungkin saja ada. Apa yang kita anggap baik dan benar, belum tentu orang lain berpikiran sama juga. Tidak selalu perbuatan baik yang kita lakukan dianggap baik juga oleh orang lain."
"Viona juga cerita kalau kamu sering memerintah dan mengatur dirinya," lanjut Ari lagi.
"Kalau tentang itu, memang benar. Aku hanya tidak ingin Viona melupakan prioritas utamanya sebagai seorang anak sekolah," jawabku jujur.
"Sayangnya Viona salah mengartikan itu semua, Venz," ungkap Ari.
"Aku tidak menyalahkan Viona tentang hal itu, Ri. Seharusnya menyadari bahwa aku sama sekali bukan salah satu dari anggota keluarganya yang merasa wajib memerintah, mengatur dan memperingatkan dirinya," ucapku datar.
"Tapi itu semua kan kamu lakukan untuk kebaikan dan masa depannya. Seharusnya Viona menyadari itu," bantah Ari.
"Viona masih remaja Ri, ia baru masuk SMA kelas X dan hari Senin nanti ia akan menjalani ujian semester pertama. Jalan pemikirannya belum bisa dipaksa untuk memahami berbagai dinamika kehidupan seperti jalan pikiran orang dewasa seperti kita." Aku mencoba memaklumi.
"Aku akan mencoba menjelaskannya lagi pada Viona," janji Ari. "Mudah-mudahan ia mau mengerti," lanjut Ari lagi.
-----ooOoo-----
Sore ini rasa sakit dan nyeri kembali mengganggu. Sepertinya karena semalam aku mencoba menggerakkan tubuh selayaknya senam, ditambah benturan siang tadi. Gerak reflex karena menahan tubuh yang limbung akibat licinnya lantai kamar mandi menyebabkan sakit dan nyeri kembali datang.
Dengan mengabaikan rasa sakit, aku berjalan keluar kamar. Aku belum tahu apa yang hendak aku lakukan di luar, namun sepertinya hembusan angin malam sedikit menyegarkan. Di ujung tempat parkir, lamat-lamat aku mendengar percakapan antara Ari dan Viona. Dengan segera aku menuju tempat persembunyianku kemarin dan menguping pembicaraan mereka.
"Mungkin kamu perlu menjenguk Venz sebentar dan memberikan obat ini padanya," ucap Ari sembari mengulurkan tangannya yang memegang kantong obat.
"Kamu tidak tahu kenapa Venz sakit?" tanya Ari dengan ekspresi tidak percaya karena Viona sama sekali tidak bereaksi.
"Aku kan tidak tahu kenapa Kak Venz sakit, Kak. Kenapa juga aku yang mesti repot kalau ia lagi sakit," ucap Viona datar. Matanya bergantian menatap Ari dan kantong obat yang masih berada dalam pegangan Ari.
"Aku tidak tahu kamu ini tidak peka atau memang tidak peduli. Waktu itu bukan cuma Samuel yang terluka, tetapi Venz juga. Kamu mungkin ingat siapa yang berusaha mati-matian menghalangi orang-orang yang hendak melukai kamu, siapa yang memelukmu erat dan merelakan punggungnya dihajar dengan keras, siapa yang merelakan tubuhnya tertikam pisau tajam agar kamu tidak terluka," jelas Ari, sedikit kesal karena ketidaktahuan Viona.
Ekspresi wajah Viona langsung berubah. Penjelasan Ari pasti memaksa ingatannya berputar pada kejadian beberapa hari yang lalu. Bagaimana mungkin ia tidak ingat kalau akulah yang memeluknya erat dan menghalangi orang-orang yang hendak meremukkan tubuhnya dengan kayu besar itu?
"Kemarin pagi ia muntah-muntah dan ketika di rumah sakit, hasil rontgen menunjukkan kalau tiga bilah tulang rusuknya retak, beruntung tidak sampai patah. Punggungnya bengkak dengan dua baris luka memanjang di atasnya. Luka tikaman pisau di bahunya juga infeksi." Ari melanjutkan penjelasannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilarang Jatuh Cinta! 2
RomanceWARNING!! BERISI KONTEN SENSITIF, DIHARAPKAN TIDAK TERBAWA OLEH EMOSI YANG BERLEBIHAN KETIKA MEMBACA BAGIAN YANG MENYEBABKAN GEJOLAK EMOSIONAL. . . "Hanya ada dua pilihan ketika menjalani cinta beda keyakinan, ganti Tuhan atau ganti pacar. Sesungguh...