Bab 2

2K 188 1
                                    

Yoona menekuk bibir----menatap  si pemuda maha tampan tadi.

"Kukira dia adalah anakmu." Lelaki tadi nyengir polos. Ia menoleh anak perempuan yang tengah bermain-main dengan anak anjingnya tak jauh dari tempat mereka berada. Yoona dan si pria tampan tadi duduk di sebuah bangku panjang di seberang pantai Woljeongri.

"Apa aku terlihat setua itu?" Yoona penasaran. Dan ia ingin si pemuda menjawab sejujur-jujurnya.

Pemuda itu memandanginya selama beberapa detik. Kedua matanya bergerak naik-turun seolah-olah tengah mempertimbangkan sesuatu. "Tidak. Jelas tidak. Tapi kau juga tak mungkin kakak perempuan dari anak itu."

"Kenapa tak mungkin?"

"Kau terlalu tua untuk punya seorang adik sekecil dia."

"Siapa yang tahu, dia bisa saja adik tiriku." Yoona masih cemberut. Lelaki yang duduk di sampingnya ini memang luar biasa tampan, tapi dia juga sedikit tidak tahu adat... Atau luar biasa bodoh sehingga terlalu jujur. Yang manapun yang benar, lelaki itu seharusnya bisa bersikap lebih sopan, terutama pada seseorang yang baru saja ditemuinya.

Si pemuda menyadari betapa masam raut muka Yoona. Ia bertanya, "apa kau marah padaku?"

"Untuk apa aku marah padamu?" Yoona berpura-pura sibuk melepaskan bungkus plester. Lelaki itu tidak menderita luka apapun, kecuali sedikit memar dan luka parut di keningnya akibat bergesekan dengan kerasnya kerikil-kerikil di jalan aspal tadi.

Sebagai ucapan terimakasih karena telah menyelamatkan Dubu, Yoona bersikeras untuk merawat luka lelaki tadi dengan beberapa plester yang dibelinya di mini market terdekat.

"Entahlah, aku tak tahu kenapa kau mesti marah padaku. Tapi wajahmu mengatakan bahwa kau merasa tak senang." si pemuda tersenyum lucu.

"Jangan bergerak, ya." Yoona tak menghiraukan ocehan si pemuda. Ia mengangkat kedua tangannya untuk menempelkan plester di atas keningnya. Namun tiba-tiba saja Yoona merasa ragu. Ia belum pernah menyentuh wajah orang asing sebelumnya.

Mendapati Yoona yang termangu dengan plester di udara, lelaki tadi menunjuk keningnya sendiri, "kau harus menempelkan plesternya di sini. Nih, di sini."

Yoona menarik nafas. Tak sengaja aroma tubuh si pria tercium olehnya. Ia menjadi grogi sendiri. Dengan hati-hati, Yoona menempelkan plester di sudut kening lelaki itu.

"Omong-omong, aku Taehyung. Kim Taehyung." Pemuda ganteng tadi tersenyum ketika Yoona merekatkan plester obat di keningnya agar tak mudah lepas.

Yoona spontan menoleh. Kedua matanya tak sengaja bertubrukan dengan pandangan Taehyung. Bagai disengat kalajengking, Yoona secepat kilat menarik kedua tangannya. "Aku... Aku Yoona. Terimakasih kau telah menyelamatkan Dubu."

"Sama-sama." Taehyung tersenyum. Ia masih memandangi Yoona lekat-lekat. "Yoona... Hmmm...." Ia menyentuh plester yang menempel di keningnya. "Kenapa tidak sekalian kau beritahu aku apa marga keluargamu?"

"Pentingkah itu?"

Taehyung mesem-mesem. "Kurasa aku punya hak untuk mengetahui apa nama marga keluarga yang anjingnya baru saja kuselamatkan dengan mempertaruhkan nyawaku sendiri. Dia anjingmu, bukan?"

Yoona tersenyum kecil dan menggelengkan kepala.

"Eeeh?" Taehyung mengerutkan alis dengan bingung. "Dia bukan anjingmu?"

Yoona lantas menceritakan tentang ihwal keterlibatannya dengan dara cilik berkuncir kuda dan anak anjingnya yang hilang.

"Kalau begitu, gadis kecil itu berutang besar pada kita berdua." Taehyung menyilangkan kedua lengannya sambil memandang ke arah Dubu dan majikannya.

Yoona menoleh Taehyung dan tak sengaja melihat goresan luka di siku lelaki itu. Ia spontan membuka selembar plester baru.

..............................................................................

Kira-kira setengah jam kemudian, Yoona dan Taehyung mengantar si gadis berkuncir dan Dubu kembali ke rumah orangtua mereka. Keluarga dara cilik tadi adalah pemilik kedai kopi di ujung pesisir pantai, maka ayah dan ibu si gadis sepenuh hati menjamu Yoona dan Taehyung dengan semua makanan yang ada di kafe sebagai ucapan rasa terimakasih mereka atas pertolongan Yoona dan Taehyung. Hampir satu jam lamanya mereka mengopi bebas di sana.

"Omong-omong, mau ke mana kita dari sini?" Taehyung menoleh Yoona setelah berpamitan pada suami-istri pemilik kedai kopi beserta anak perempuan mereka.

"Kita?" Yoona mengernyit. Taehyung bertanya seolah-olah mereka berdua telah saling mengenal selama bertahun-tahun dan tengah menghabiskan liburan bersama di Pulau Jeju. Sikap Taehyung yang terlalu terus terang dan blak-blakan itu sebenarnya cukup menggemaskan dan membingungkan pada saat yang bersamaan.

"Yup, kita. Omong-omong, apa kau tinggal di dekat sini?" Taehyung bertanya sambil berjalan menjauhi kedai kopi. Ia melirik Yoona dengan sudut matanya, "dan kumohon, jangan jawab pertanyaanku dengan pertanyaan lain darimu." Ia mengedipkan mata.

Sebenarnya Yoona hendak mengatakan sesuatu pada Taehyung, sesuatu yang sudah ingin ia katakan sejak pertama mereka bertemu, tetapi kata-katanya menggantung di udara. Ia samar-samar tersenyum, "aku di sini untuk liburan."

Yoona perlahan-lahan melangkah, hatinya terasa bimbang. Haruskah ia meninggalkan Taehyung di sini atau tidak. Hatinya ingin menyampaikan sesuatu pada lelaki itu sebelum mereka berdua berpisah, tetapi ia tak tahu bagaimana cara untuk mengatakannya----meskipun ia mungkin takkan mendapatkan kesempatan untuk mengutarakannya lagi.

"Apa kau berlibur sendirian?"

Yoona mengerutkan dahi, namun senyuman tipis di bibirnya tak jua sirna. "Kenapa kau selalu bertanya?"

Taehyung nyengir dan mengangkat bahu. "Aku cuma tak ingin obrolan kita berhenti begitu aku tak lagi bertanya-tanya padamu." Ia memicingkan kedua matanya, "kau tak terlihat seperti seorang gadis pemalu, tapi kau juga tak banyak bicara."

Yoona menatap Taehyung. "Aku hanya tak suka mengobrol dengan orang yang tidak aku kenal."

"Ya ampun, Yoona. Kita kan bukan orang asing lagi. Kau bahkan sudah menyentuh wajahku." Taehyung menyeringai. "Dan asal kau tahu, aku tak pernah membiarkan orang lain menyentuh wajah tampanku ini." Ia melirik penuh arti. "Apakah kau selalu menyentuh wajah lelaki yang tidak kau kenal?" Taehyung menatap Yoona dengan rupa menggoda.

Yoona tetap mempertahankan sikap acuh tak acuhnya meskipun pipinya mendadak terasa begitu hangat. "Mungkin sebaiknya kita berpisah di sini saja. Sekarang juga." Ia tersenyum sangat manis----namun diam-diam mencoba untuk menghindari tatapan Taehyung yang tak dapat dijelaskan apa artinya.

Taehyung menyelipkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Ia terlihat tak peduli, "yaaah, kalau kau memaksa untuk pergi, aku bisa berbuat apa?"

Yoona tersenyum dengan sangat sopan. Ia memandangi wajah Taehyung yang teramat rupawan. Yoona yakin ia akan selalu mengingat wajah itu sepanjang sisa hidupnya nanti.

".... Tapi setelah kupikir-pikir lagi, aku tak mau berpisah denganmu sebagai orang asing." Taehyung meliriknya serupa dengan orang yang memiliki suatu niatan.

"Hmmm?"

Lelaki itu tersenyum lebar-lebar-----memamerkan senyumannya yang berbentuk persegi. "Apa kau pernah ke amphiteater?" Tanyanya sambil menatap Yoona.

"Amphiteater?"

Taehyung mengangguk dan senyumnya semakin merekah lebar. "Aku akan menunjukkan padamu sesuatu yang mungkin belum pernah kau lihat sebelumnya."[]

================================

Then I Met You (Vyoon ff) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang