I. a princess

77 11 4
                                    

Orang bilang jangan berani bermimpi untuk menjadi bagian dari keluarga kerajaan karena sesungguhnya hidup mereka hanya tampak manis di depan kamera saja. Mereka dituntut untuk mengurusi hidup seluruh warga negaranya (padahal mengurus hidup kita seorang diri saja sulitnya bukan main!), memastikan perekonomian negara tetap baik, menjamin negara aman dari ancaman, pokoknya hidup mereka sangat melelahkan dengan semua tanggung jawab yang berat di pundak mereka.

Meskipun begitu, aku menerima takdirku dengan suka rela. Kapan lagi kau bisa makan enak setiap hari dengan menu yang mutunya berkualitas? Aku bisa tinggal di istana megah lengkap dengan fasilitas yang membuatmu enggan untuk keluar, bahkan dari kamar sekalipun. Dengan semua privilege yang ada, kenapa aku harus menolak kan? Tidak semua orang bisa hidup nyaman sepertiku. Jadi aku, sekali lagi, menerima dengan suka rela lahir di keluarga kerajaan. Untuk urusan negara yang rumit itu juga aku terima karena ya ... mau bagaimana mana lagi? Semua kenyamanan ini tidak lepas dari tanggung jawab yang berat. Lagi pula, aku hanya kebagian tugas yang tidak berat-berat sekali kok, kakakku yang mengemban sebagian besar tugas dan kewajiban mengurus negara yang rumit itu. Yah, lumayan kan menjadi aku?

Jadi bagaimana? Tidak seburuk itu kan menjadi seorang putri kerajaan?

Selama sembilan belas tahun aku hidup, mungkin bisa dihitung dengan jari berapa kali aku mengeluh dengan kehidupanku. Oke, mungkin ini terdengar tidak teguh pendirian, tapi jujur saja aku tidak selapang itu menerima takdirku apalagi saat kakakku mulai memberiku tugas-tugas yang berat dan mengekangku dengan aturan yang lebih ketat dari yang sudah ada. Saat mulai jengah dengan aturan yang mengekangku, aku mencoba untuk berpikir positif bahwa semua itu demi kebaikanku jadi aku harus menjalankan aturan-aturan yang super ketat itu. Buktinya aku bisa sampai sejauh ini tanpa ada paparazzi yang mengabadikan aibku serta pers yang menuliskan berita-berita buruk tentang diriku. Yah, meskipun pemikiranku ini sering sekali dibilang naif oleh adik laki-lakiku. Alasan lain kenapa aku tidak mengeluh saat dipaksa untuk fit in dengan semua aturan itu karena itu merupakan bentuk syukurku mengingat aku tidak seperti kakakku yang memiliki aturan lebih ketat dan tanggung jawab lebih besar.

Kalau dipikir-pikir selain tanggung jawab yang berat dan besar, hal lain yang kadang membuatku mengeluh dengan lahir sebagai putri kerajaan adalah fakta bahwa ada banyak paparazzi dan pencari berita yang membuat hidupku tidak tenang. Jadi, harapanku hanya satu, aku dapat hidup damai dan terbebas dari kejaran paparazzi dan para maniak berita itu. Makanya, aku harus patuh dengan aturan katat supaya kelakuanku juga terkendali.

"Bukannya mereka justru semakin gencar mengejarmu kalau begitu?"

Aku menoleh ke seorang laki-laki yang duduk di sampingku. Ia memiliki rambut berwarna kecoklatan yang lumayan berantakan karena satu-satunya sisir yang setiap hari ia gunakan adalah jari-jarinya. Aku memandangnya dengan sebal karena ia bertanya sambil mengambil buku yang sedang aku baca. "Tidak ada yang peduli dengan opinimu."

"Aku hanya mencoba memberimu penjelasan," katanya dengan nada menyebalkan. "Dengar,--"

"Aku tidak mau dengar."

Laki-laki bernama Zachary itu tidak menggubrisku seperti biasa. "Para paparazzi dan pemburu berita lainnya akan terus mengintaimu karena mereka merasa belum puas saat berita buruk tentang dirimu belum ditemukan. Tidak akan ada orang yang percaya bahwa kau adalah putri yang sempurna tanpa kesalahan setitik pun."

Aku memutar bola mataku dengan bosan mendengar penjelasannya. "Lalu bagaimana denganmu? Bukankah mereka seharusnya kenyang dengan semua berita penuh skandal darimu? Kalau apa yang kau katakana benar, harusnnya mereka sudah berhenti. Nyatanya, minggu lalu saja skandal tentang dirimu masih terpampang di surat kabar. Bahkan sampai surat kabar negaraku memuat tentang skandalmu," tembakku sambil menatapnya sengit. "Gila, tidak cukup aku harus melihatmu setiap hari di sini," kataku sambil mengibaskan tangan ke area kampus tempat kami belajar. "Bahkan di saat liburan wajah menyebalkanmu itu masih harus kulihat."

"Kalau itu lain cerita," kilahnya. "Mereka terlalu mencintaiku hingga selalu terobsesi dengan segala hal tentang diriku. Wajah tampanku ini pasti sulit sekali mereka lupakan." katanya dengan menyebalkan.

"Orang gila ini semakin narsis saja tiap hari."

"Hei, kau bisa mendekam di penjara jika ketahuan menghina pangeran."

Aku kembali memutar bola mataku. "Bukannya kau ada kelas etika dan politik sekarang? Pergi sana, jangan ganggu aku terus."

Zachary mengangkat bahunya tidak peduli.

Aku menarik kembali bukuku yang diambil Zachary tadi. Kami kemudian diam tanpa suara, aku melanjutkan aktivitasku membaca buku dan Zachary entahlah aku tidak peduli dia sedang apa. Sepertinya sih sedang membalas pesan wanita-wanita yang akan dikencaninya nanti malam. kelakuan putra mahkota negara tetangga ini memang agak di luar kendali. Makanya tak jarang ia menjadi target paparazzi.

"Kau mau menjadi partner kencanku nanti malam tidak?"

Aku menulikan telinga, pura-pura tidak mendengar ajakkan yang sangat kurang ajar itu. Untung saja aku sudah terlatih melakukan hal ini.

"Hei, aku serius," katanya lagi. "Kau tidak penat apa belajar terus?"

Tenang, Eva. Tarik napas, keluarkan. Jangan pedulikan pria gila di sampingmu ini.

"Ada sesuatu yang ingin kukatankan padamu," ucap Zachary lagi.

"Katakan sekarang sajalah," sahutku dengan ketus. "Katakan di sini. Aku tidak mau keluar berduaan denganmu, nanti aku jadi bahan gossip dunia internasional."

"Tidak ada yang salah digosipkan dengan lelaki tampan sepertiku, tahu?" ujar Zachary dengan menyebalkan.

Aku merasakan Zachary beranjak dari duduknya. ia tiba-tiba menurunkan buku yang sedang aku baca hingga membuat mataku tidak lagi memandang barisan huruf tetapi wajah menyebalkan Zachary. "Hei, kapan lagi aku mengajakmu kencan? Bukankah ini adegan yang selalu ada di film-film romantis dan diimpi-impikan oleh para perempuan? Diajak kencan oleh seniormu yang tampan dan rupawan ditambah mendapat jackpot bahwa laki-laki ini adalah seorang putra mahkota, tawaran yang bagus kan?"

Aku hampir saja menyemburkan tawaku di depan wajah laki-laki narsis ini. "Mimpi saja kau."

"Kalau kau berminat, jam tujuh malam temui aku di lobby utama. Tujuh tepat, jangan sampai lewat," ucap Zachary diakhiri dengan kedipan genitnya.

Tidakkah dia sadar bahwa tingkahnya menjijikan sekali?

Malam harinya, aku tidak menemui Zachary. Aku bahkan sudah lupa dengan percakapanku tadi sore dengannya. Kemudian pagi harinya, alih-alih menemukan Zachary yang biasanya sudah berdiri di dekat meja tempatku selalu duduk saat sedang makan, meja itu masih kosong. Tidak ada Zachary yang akan pura-pura merajuk karena aku mengabaikannya. Mungkin, dia tepar terlalu banyak minum karena tadi malam pesta di club bersama teman kencannya atau dengan teman-temannya yang lain.

Tapi ternyata tebakkanku salah. Zachary benar-benar hilang dan tidak ada satupun orang orang melihat keberadaanya. Bahkan teman-teman satu asramanya dan satu kelasnya.

Beberapa jam menjelang jam makan siang sebuah berita tidak terduga datang. Sebuah tragedi terjadi di Astovia yang mana membuat gempar dunia karena Raja Fedinand, ayah dari Zachary, meninggal secara misterius. Hilangnya Zachary ternyata tidak lepas dari tragedi tersebut. sekarang dunia benar-benar sedang diguncang dengan tragedi penuh misteri keluarga Astovia.

Apa yang sedang terjaadi si Astovia? Kemana Zachary pergi?

What Happened in the CastleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang