Shei duduk di tepian kasur. Cowok belia berparas tampan itu tak henti menatap ulah Pambudi yang sedari tadi sibuk memasukkan pakaiannya ke dalam tas ransel.
Dengan mengenakan kaos oblong putih dan celana boxer biru dongker di atas lutut, ia mengerjapkan mata setengah sipitnya berkali-kali untuk memfokuskan pandangannya yang masih sedikit mengabur. Kedua kaki panjangnya tampak menjuntai ke bawah menyentuh lantai. Kepalanya masih sedikit pusing karena tadi Pambudi membangunkannya secara tiba-tiba.
Pria tampan berusia setengah abad itu ingin mengajaknya tinggal bersamanya. Pambudi sudah seringkali ingin membawanya pergi saat tengah malam seperti ini. Shei sudah sangat hafal.
Malam hari ini cukup dingin. Pambudi meraih jaket dari gantungan dan memakaikannya padanya. Gerakannya sangat cepat dan berusaha tidak menimbulkan suara. Takut anak-anaknya yang lain terbangun dan memergoki aksi nekatnya.
Shei pasrah diperlakukan seperti itu. Kesadaran Shei masih belum terkumpul sempurna. Beberapa kali ia tampak menguap kecil dan mengucek kedua matanya yang masih sedikit mengantuk.
Ini sudah kesekian kalinya Pambudi ingin mengajaknya pergi secara diam-diam, tapi aksinya selalu kepergok tiga saudaranya yang lain.
Pria tampan di usia tak lagi muda ini memang tidak pernah tinggal di rumah bersama Shei. Ia tinggal di tempat yang lain.
Ganjar dan Gesang pernah mengusirnya karena ia nekat menikahi siri seorang wanita muda pemandu karaoke di saat Shei tengah dirawat di rumah sakit.
Datang menyelinap dengan kunci cadangan itu sudah biasa baginya. Rumah ini juga masih rumah Pambudi secara hukum. Berdiri kokoh di atas tanah warisan turun temurun. Ia bebas datang dan pergi sesuka hatinya. Datang saat tengah malam seperti ini hanya untuk menghindari keributan saja dengan anak-anaknya.
Mereka tak pernah suka melihat kedatangan Pambudi di rumah ini. Tidak akan segan mengusirnya dengan cara apapun agar Pria tua nan tampan itu tak menginjakkan kaki lagi di rumah yang mereka tinggali.
Mereka teramat membenci Pambudi. Terutama Ganjar dan Gesang. Mereka merasa apa yang selalu dilakukan Pambudi itu aib untuk keluarga mereka.
Pambudi memang sudah gila. Dia bukan orangtua yang baik. Itu kata Ganjar dan Gesang. Mereka sudah terlalu lelah mendengar gosip disana-sini yang membicarakan tentang kejelekan Pambudi.
Pambudi itu bandar judi. Suka main perempuan. Dia gemar menikahi siri wanita muda dan meninggalkannya begitu saja. Rata-rata istri mudanya seusia dengan anak-anaknya.
Sekarang, Pria tua yang masih terlihat kekar dan tampan itu hendak membawa putra bungsunya tinggal bersama istrinya yang baru. Entah istri yang ke berapa. Pambudi pandai sekali memikat hati wanita dengan paras tampan dan uangnya yang berlimpah. Dengar-dengar usia istrinya yang baru lebih muda dari Gesang. Benar-benar sudah gila.
" Bapak ngapain?" Ganjar tiba-tiba datang membuka pintu kamar Shei, memergoki aksi nekat Pambudi di depan kedua matanya sendiri.
Pambudi gelagapan. Lantas bersikap santai dengan tatapan mata tak suka. Ingatannya berputar pada kejadian terakhir saat ia melakukan kejadian serupa beberapa hari yang lalu.
Bukan Shei yang berhasil ia dapat agar bisa tinggal bersamanya, melainkan bogem mentah putra sulung durhakanya ini yang mengenai area wajahnya.
Jika Ganjar menyerangnya dengan tinju lagi, maka ia bersiap akan melakukan hal yang sama.
Pambudi menarik Shei cepat, menyembunyikannya di belakang tubuhnya sebelum Ganjar sempat menyentuh tangannya.
Shei hanya bisa pasrah. Diperebutkan oleh mas-masnya dan bapaknya itu sudah hal biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Youngest Brother, Sheiii !!! [END]
Teen FictionBagi Shei, jadi bungsu itu tidak seindah cerita tokoh-tokoh fiksi yang sering diceritakan teman-teman perempuannya. Mereka menceritakan kalau jadi bungsu itu selalu dimanja. Itu memang benar, tapi itu dulu, saat Bapaknya belum masuk penjara karena...