Jika suka tinggalkan jejak, jika tidak silahkan beranjak.
Setelah membersihkan serpihan beling dan meminta maaf, mereka berdua duduk di teras rumah Javier menunggu kedatangan teman-temannya. Jika malam minggu biasanya Javier mengajak belasan temannya untuk bermain dikamar, malam ini Javier hanya mengajak temannya berkumpul di teras karena ada Exie tentunya.
"Jev, kuliah nanti lu bakal pilih jurusan apa?" Tanya Exie tiba-tiba setelah meminum coklat hangat yang baru diantar teh Iyah.
Javier memutar kepalanya kearah Exie yang duduk tepat disebelahnya, "gue mau ambil psikolog, tau ga biar apa?"
"Ga tau dan ga peduli," jawab Exie ringan.
Seolah tidak mendengar jawab Exie, Javier menjawab pertanyaannya sendiri yang tadi, "biar gue bisa tau kapan orang-orang sekitar gua ada masalah, terus biar bisa gue bantu pecahin masalahnya, dan yang paling penting biar gue tau masalah lo tanpa harus maksa lo cerita kek biasanya," ucapnya disambung kekehan kecil diakhir kalimat.
"Aduh romantis bet si sahabat gua yang tengil ni," jawab Exie sambil mengacak rambut Javier dengan kasar dan membuat Javier cemberut kesal.
"Lo jadi cewek napa si kaga bisa alus dikit? Bisa bisa luntur ketampanan paripurna gue kalo deket ama lo terus, walaupun cakepnya gue dah permanen si," sewot Javier menjauhkan tangan Exie dari kepalanya.
Tiba-tiba saja Exie tertawa dengan pandangan yang kosong membuat Javier
menempelkan punggung tangannya ke dahi Exie, "By the way jev, gimana ya nasib Veela bebeb kesayangan lu itu sekarang," tanya Exie masih dengan pandangan kosongnya.Mendengar pertanyaan itu, Javier terkekeh dan kini giliran Exie yang meletakkan punggung tangannya di dahi Javier, "Ye kampang dia mah bukan bebeb tapi bebek, ck ketempelan apa gue kemaren ampe nerima mak lampir possessive kek dia coba. Dah bawel, ga tau malu nembak gue duluan lagi, coba aja kalo gua tolak beh mau ditaro mana tuh mukannya," jawabnya berpura-pura menyesal seakan dia sudah menghamili lawan jenisnya. Dan Exie hanya menampilkan ekspresi gelinya mendengar penyesalan palsu dari seorang Javier Mascherano.
Tidak lama setelah itu, bunyi belasan motor besar mendekat kearah rumah dan bisa dipastikan itu adalah teman-teman Javier yang baru datang dan terlambat 21 menit dari biasanya. Javier dengan cepat berlari membuka gerbang untuk teman temannya memasukan motor ke garasi. Setelah mereka ber-17 berjabat tangan ala cowok, mereka menghampiri Exie yang masih setia duduk dilantai teras sambil memandangi mereka yang sudah tak asing baginya.
"Woi mustofa masih hidup lu?" sapa Exie ketika bertemu Mostafa, teman sebangku Javier saat SD sekaligus kakak kelasnya.
"Astaga Exie, dari dulu nama gue Mostaf bukan mustofa njir," kesal Mostafa dan hanya dibalas cengiran watados milik Exie.
Setelah beberapa jam kumpul dengan teman-teman Javier yang humble tetapi sedikit menyebalkan—seperti Javier, Exie memutuskan pulang ke rumahnya jam 10 malam untuk menghindari ocehan Dhevoty.
"Eh guys gua pulang dulu ah dah malem," pamit Exie kepada 16 teman Javier.
"IKUT PULANG, GUA MAU KETEMU CAMER," teriak salah satu kawan Javier.
"JAGA JARAK LO DARI EXIE. NTAR PAWANGNYA NGAMUK," ujar Mostafa mengangkat dagu ke arah Javier saat mengucapkan 2 kata terakhirnya dan membuat Javier mendelik kearahnya.
"Dah balik gih Ex. Yang ada lo rusak kalo kelamaan deket ama mereka," ucap Javier sembari mengeluarkan motor Exie dari garasi rumahnya.
Karena lapar, Exie tidak langsung memasuki kamarnya melainkan membangunkan Lavina untuk membuatkan bubur ayam favorit nya. Dengan mata yang terbuka sebelah, Lavina menuruti perintah Exie. Sambil menunggu buburnya matang, Exie duduk di sofa ruang televisi dengan pikiran yang kosong, benar-benar kosong, tidak memikirkan apapun sampai teriakan Devothy membuatnya terkejut.
"Lavina masak buat siapa malam mal-" teriakan Dhevoty terhenti ketika melihat Exie sedang duduk menatap TV yang tidak menyala, "dari mana aja kamu? Kemarin pulang pagi, sekarang pulang malam gini, kenapa ga pulang sekalian aja?" Tanya Dhevoty sedikit berteriak sambil berkacak pinggang.
"Pulang salah, kaga pulang dicariin. Tai dah," jawab Exie memelankan dua kata terakhirnya.
"Kamu perempuan udah besar bisanya main terus, ga ada bantuannya sama orang tua. Selalu nuntut ini itu tapi ga ada timbal baliknya! Lihat Gendis adik kamu, dia selalu dapat rangking bagus, banyak prestasi. Kamu apa? Waktu SMP kerjaanya bikin mamah dipanggil ke sekolah terus isinya," terus Devothy naik pitam karena tingkah Exie.
Exie berdiri dan menyipitkan matanya serta sedikit menunduk untuk menatap Devothy yang lebih pendek 10 cm darinya, "seberapa pinter Gendis emangnya? Nyatanya cuma karena zonasi dia ga bisa masuk sekolah Exie dulu kan? SMP terfavorit disini, mana? Katanya pinter, sama zonasi kok kalah?" Jawabnya kesal.
"Kamu bangga masuk SMP yang labelnya 'favorit' itu? Kamu lupa dulu belum ada zonasi dan bahkan kamu ga bikin prestasi apa apa disekolah itu!" Bentak Devothy semakin murka.
"Apa mamah lupa kalo nem Exie waktu SD jauh lebih tinggi dari Gendis? Nem dia cuma 26 kan? Kebanting jauh sama nem Exie yang 28 ga? Terus apa mamah lupa waktu Exie lulus SMP kemarin dapet nem yang jauh lebih tinggi dari abang waktu lulus SMP?" Ucap Exie dengan mata yang mulai memanas dan memilih ke dapur untuk mengambil buburnya.
Melihat Exie berlari ke dapur, Devothy mengejarnya dan memecahkan mangkuk yang baru diterima Exie dari Lavina. Karena kejadiannya sangat cepat, Exie tidak sempat menghindar dan bahkan dia bisa merasa beberapa beling kecil membuat jari kakinya berdarah. Belum sempat Exie mencerna apa yang terjadi, dia merasakan satu tamparan keras mendarat di pipinya yang tirus itu. Sakit? Tidak, bahkan Exie sudah terbiasa sampai dia hanya memandang ibunya dengan tatapan kebencian lalu berlari menuju kamar dan mengunci pintunya dari dalam.
"Buka Exie! Kamu berani beraninya kabur dari mamah!"
"Dasar anak ga tau diri cuma bisa nuntut ini itu!
"Exie buka! Jangan sampai mamah buka paksa pintunya!" Teriakan Devothy yang tajam itu bersautan dengan ketukan pintu yang amat kasar.
Seakan tuli, Exie hanya duduk di tepi kasur dengan tatapan yang kosong. Secara tidak sadar Exie menangis tanpa ekspresi dan bahkan matanya tak menunjukkan emosi apapun didalamnya. Bibir sudut kanannya mengeluarkan darah, bekas tamparan Devothy terpampang jelas berbentuk lima jari yang berukuran tidak terlalu panjang, dan jari jari kaki Exie sudah terselimutkan darahnya sendiri.
Exie tidak merintih kesakitan karena tubuhnya yang kacau, tetapi dia bisa merasakan sakit yang sama di dadanya setiap kali mereka berdua beradu mulut seperti tadi.
Tidak ingin larut dalam pikiran busuknya yang membujuk Exie untuk membenci Devothy, Exie memutuskan membersihkan serpihan beling yang menancap dikakinya sambil membayangkan hal konyol yang pernah dilakukannya bersama Javier dan merencanakan akan melakukan hal konyol apa lagi setelah ini.
Exie Giovanka
Jeev besok jemput gua, tapi pake mobil! Lu harus temenin gua seharian besok, soalnya gua mau belanja banyak jadi ga bisa pake motorJavier Mascherano
Gue mencium aroma2 jd babu seharian-_- bsk gue ke rumah lo jam tengah 8 sekalian numpang sarapan ajExie Giovanka
Yeu kunyuq-_- Ok deal jam tengah 8-!***
See ya next part!
KAMU SEDANG MEMBACA
Exie Giovanka
Roman pour AdolescentsIni cerita tentang gua Exie Giovanka, jadi suka suka gua dong mau bikin deskripsi kek apa. Menurut gua, teenfiction sekarang tuh mulai kea ftv gitu. Garis besarnya gampang ditebak, 2 cowok most wanted rebutan 1 cewek yang biasa aja terus salah satu...