Perihal Masa Depan (2)

10.2K 874 26
                                    

Untuk waktu di detik ini
Ia mengajak ku merancang sesuatu di masa depan
Tuhan, tak salah engkau menempatkan aku di sisinya?
Aku takut, jika hanya untuk sementara namun perasaan ku telah menetap untuk selamanya.

Reyna Ananda Hasbalah

-Assalamualaikum Ketua Rohis-

"Rey"

"Rey, ayo bangun" aku merasa ada tepukan pelan pada pipi sebelah kiri ku.

Bukan nya bangun justru memperbaiki posisi tidur aku lakukan.

"Rey, shalat dulu nanti lanjut tidur" tepukan ketiga membuat aku membuka mata.

Samar-samar aku melihat wajah Raka. Posisi wajah pria itu sangat dekat dengan wajah ku, spontan aku segera menegakkan diri. Ini posisi terlalu rawan, dan aku tidak ingin terulang lagi.

"Aku sama Papa ke masjid dulu. Jangan tidur lagi, wudhu biar ngantuk nya hilang"

Ternyata orang rumah telah pulang semua.

"Hmm" gumam ku sambil mengangguk kepala pelan "iya, ngumpulin nyawa dulu ini"

Raka tertawa singkat, lalu ia berlalu namun menyempatkan mengusap puncak kepala ku. Aku sedang tidak ingin memikirkan kelakuan Raka tadi, rasa kantuk masih mendominasi mata ku.

Setelah Raka pergi aku segera bangkit menuju kamar. Mandi dulu lalu shalat. Ternyata ada rasa nyaman yang sangat luar biasa, yaitu ketika tidur tanpa kita sadari. Rasa lelah benar-benar hilang seketika. Aku tidak lelah fisik, tapi lelah berpikir dari mana aku akan berbicara dengan Raka sebentar.

Jam makan malam sudah lewat sepuluh menit yang lalu, artinya sudah sepuluh menit pula aku duduk diam di ruang keluarga.

Raka juga asik sendiri dengan ponsel nya, Mama dan Papa telah tidur mungkin lelah habis ikut acara kantor, sedangkan Qeiza sedang mewarnai.

"Kamu sakit? Biasa nya selalu banyak bicara" Raka tiba-tiba bersuara.

Masalah kampus masing menggerogoti pikiran ku. Mau bilang tapi takut, mau diam tapi jadi beban. Serba salah sekali.

"Raka"

"Hmm" gumam nya namun masih asik bermain ponsel.

"Sudah lihat mading sekolah?"

"Iya"

"Nanti kuliah dong?"

"Hmm"

"Kamu ini kenapa? Kata nya mau bicara justru diam, aku jawab justru di lemparin bantal"

Habis nya aku kesal sendiri dengan Raka. Aku tanya cuman jawab hmm atau iya. Bukan salah ku sehingga bantal sofa melayang dengan indah ke tubuh nya.

"Kamu tuh huruf abjad kan banyak dari A sampai Z. Ada kosa kata tak terhingga dalam KBBI, dan kamu cuman jawab hmm atau iya" marah ku sambil menunjuk-nunjuk diri Raka.

Ia menyimpan ponsel lalu menatap aku. Aku ingin didengar, bukan ditatap!

"Baik, bicaralah" kata nya sangat tenang bahkan tidak ada kemarahan meski sudah aku lempari bantal.

"Kamu punya cita-cita ngak?"

"Punya"

"Apa?"

"Jadi kepala keluarga yang baik"

"Nanti daftar ke mana?"

"Sudah lama Rey daftar di KUA"

Assalamualaikum Ketua Rohis (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang