Elbi kembali menjalani rutinitasnya seperti biasa. Berangkat ke sekolah. Berkutat dengan berbagai pelajaran yang membuat kepalanya panas dan otaknya nyaris mendidih. Melepas penat dengan bergosip ria dengan Luna dan Raya. Tidak ada yang berbeda dengan kehidupan Elbi yang sebelumnya. Kecuali mengenai keberadaan Anza dan Erlang.
Soal Erlang, Elbi tidak mau memikirkannya lagi. Mereka sudah tidak saling sapa ketika berpapasan di koridor. Kelihatannya Erlang benar-benar mendengarkan ancaman Elbi agar tidak mengganggunya lagi. Elbi sendiri tidak peduli. Erlang itu seperti barang bekas yang sudah dijualnya di tempat rongsok. Sudah terlupakan.
Kalau Anza, cukup memberi perbedaan pada keseharian Elbi tadi pagi. Pagi ini Elbi terpaksa sarapan di mobil karena harus berangkat lebih pagi bersama Papanya dan Binno. Sebenarnya, Elbi bisa saja minta diantar supir mereka atau naik ojek online, tetapi Papanya melarang. Alasannya sederhana, "Papa masih sanggup mengantar kamu." Walau Elbi tahu sebenarnya Bian hanya ingin memastikan Erlang tidak menggangu putri kesayangannya lagi.
Hanya seperti itu saja pengaruh Anza.
Hanya seperti itu.
Setidaknya sampai jam istirahat pertama tadi.
Elbi tidak merasa kesepian. Ada Luna dan Raya yang selalu menemaninya. Akan tetapi, biasanya Elbi akan melihat Anza mengantri untuk membeli roti dan susu. Atau kadang melihat Anza memakan bekal buatan Maminya. Anza biasanya duduk di sudut kantin bersama teman sekelasnya. Kadang juga Anza dengan terpaksa akan duduk bersama dengan Elbi, Luna, dan Raya.
Elbi menghela napas setiap kali memandangi tempat di mana biasanya Anza berada. Ia tidak menyangka saja, akan merasa sesepi ini tanpa si Anza yang kaku dan datar.
Bahkan di tengah pelajaran PPKn seperti ini. Elbi tidak lagi mendengarkan berbagai perundang-undangan yang dijelaskan oleh sang guru di depan kelas. Elbi malah tengah memikirkan sedang apa Anza di rumah saat ini.
Mungkin belajar? Elbi berdecak tanpa sadar. Anza memang gila belajar, jadi pasti pemuda itu akan belajar walau sedang menjalani skorsing sekalipun. Atau baca buku? Elbi ingat Anza baru membeli buku beberapa hari yang lalu, sebelum insidennya bersama Erlang terjadi. Atau membantu Maminya mengurus rumah? Elbi tertawa sendiri. Mungkin Anza akan mengepel lantai atau membantu memasak sambil memakai celemek bunga-bunga. Anza pasti akan melakukannya, karena seingat Elbi Anza itu anak Maminya sekali. Tidak ada yang tidak bisa Anza lakukan untuk sang Mami.
Getar ponsel di kolong meja membuyarkan lamunan Elbi. Elbi langsung mengambil ponselnya, sambil mengedarkan pandangan. Untung getar ponselnya tidak terlalu keras. Jadi, hanya Luna yang mengernyit ke arah Elbi karena menyadari getaran yang berasal dari kolong mejanya itu.
Anza R. Gamadi
Kakak ElbiElbi membelalakkan kedua matanya. Ia memastikan sekali lagi. Ini benar-benar Anza yang mengirim pesan?
Anja?
Elbi membalas dengan jantung berdebar dua kali lipat. Pertama karena takut ketahuan oleh gurunya, kedua karena Anza lah yang mengiriminya pesan. Anza tahu saja kalau Elbi sedang memikirkannya.
Anza R. Gamadi
Kok dibalas?
Memang nggak pelajaran?Kamu sendiri ngirim chat
pas pelajaran.Anza R. Gamadi
Kan bisa dibalas saat jam
istirahat kedua.Elbi memutar bola mata malas. Selalu saja dia kalah berdebat dengan Anza.
Oke.
Dilanjut nanti lagi.Elbi pikir Anza tidak akan mengiriminya pesan balasan. Ternyata salah. Anza membalasanya. Membuat Elbi berdecak kesal. Pemuda ini tidak konsisten sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something about Anza
Teen Fiction"Yakin lo cuma nganggep Anza kayak Binno?" Elbi mengangguk tanpa ragu. "Yakin?" Pertanyaan diulang. Elbi mulai memikirkan kembali. Iya. Benar. Benar begitu?