Pukul 03.30 pagi seusai sholat tahajud, Nisa merebahkan lagi badannya lepas ke kasur. Biasanya, ia membaca Qur'an selepas sholat malam sambil menunggu subuh. Kali ini, ia memilih berbaring, menatap langit-langit kamar yang redup.
Mana calon menantu ibu
Kalimat Bu Marni terngiang di pikirannya. Nisa begitu paham betul maksud ibunya bukanlah karena lelah mengurus Nisa. Tapi Bu Marni tidak ingin Nisa bekerja keras menggantikan sosok bapak.
Nisa menghela napas panjang, beranjak merapihkan diri, mengemas mukena lalu keluar dari kamar."Mau kemana Nduk?" Suara Bu Marni dari arah pintu kamar sebelah menghentikan langkah Nisa.
"Lho, ibu udah bangun?"
"Ya udah lah. Nisa mau kemana pagi-pagi buta begini?" Bu Marni mendekat sambil merapihkan gelungan rambut.
"Mau cari oksigen Bu, jalan ke Masjid, biasanya sebelum subuh Pak Kiai ada kuliah fajar. Sekalian mau sholat subuh deh."
"Oo, tumben?"
"Nisa lagi butuh petuah-petuah Pak Kiai, Bu."
"Ya udah, tunggu bentar, ibu mau ikut." Sambil bergegas kembali ke kamar merapihkan diri.
***"Dari hadis Ibnu Majah, Ibnu Abi Syaibah, Baihaqi dan disahihkan oleh Albani, Rasulullah -alaihis shalatu was salam- berkata, mengenai romantisme pernikahan ini,
“Tidak ada romantisme yang lebih indah bagi dua orang yang saling mencintai selian menikah.”
"Ada yang berpendapat bahwa menikah di usia muda itu bagai membentuk sebuah adonan kue, Anda akan belajar bagaimana caranya untuk lebih saling mengerti dan memahami. Witing tresno jalaran soko kulino."
Ringkasan kuliah Fajar Kiai Ma'sum tentang pernikahan yang didengarkan dengan sungguh-sungguh oleh jamaah, terutama Nisa.
"Tuh, dengerin Pak Kiai, Nduk!" Bu Marni berbisik-bisik. Nisa hanya tersenyum.
Seusai jamaah sholat subuh, Pak Kiai menghampiri Nisa dan Bu Marni yang tengah merapihkan mukena.
"Assalamualaykum Nduk Nisa, Bapak kaget liat Nisa sama Ibu diantara jamaah subuh hari ini."
"Waalaykumussalam warohmatullah." Nisa dan Bu Marni menjawab bersamaan sambil menelungkupkan tangan di depan dada tanda pemberian salam.
"Injih Pak Kiai, Nisa ini lagi butuh petuah-petuah dari njenengan." Bu Marni antusias menjawab.
"Ibuu..!" Nisa menatap Bu Marni cemberut tapi dengan wajah memerah karena malu.
Mereka bertiga berjalan bersamaan menuju gerbang masjid. Pak Kiai dan Bu Marni terlibat sebuah percakapan.
"Nduk Nisa ini emang pecinta Masjid Agung nggih Bu?"
"Injih Pak. Lhawong cita-citanya kalo suatu hari dia menikah, pengen akad di Masjid Agung Kiai Ma'sum." Bu Marni antusias, tak memperdulikan Nisa yang beberapa kali menyikut lengannya pelan.
"Masyaa Allah, Bapak seneng dengernya ini."
"Bukan cuma itu Pak Kiai, Nisa juga pengen Qorinya imam sholat maghrib Masjid Agung, bacaan Qur'annya Masyaa Allah." Tambah Bu Murni tak mempedulikan Nisa yang kali ini mulai berani mencubit lengannya pelan.
"Masyaa Allah, Nduk Nisa jatuh hati sepertinya sama mantan santri Bapak."
"Mantan santri Pak Kiai?" Nisa sedikit terkejut.
"Iya." Pak Kiai tersenyum, kemudian bertanya, "apa udah ada calon Bu untuk Nisa?"
"Belum Pak Kiai." Bu Marni tersenyum. Muka Nisa memerah menahan malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Masjid Agung Kiai Ma'sum
General Fiction"Jatuh cinta adalah fitrah, menikah adalah taqdir. Jodoh sudah ditentukan. Tapi bisakah diubah? Menjadi jatuh cinta kepada jodoh, atau berjodoh dengan yang kita jatuh cintai. Bisakah?"