Apa kamu tahu kalau Kevin merokok?
Mana mungkin dia merokok, dia selalu bersikap baik.
Tapi kemarin, saat aku menunggunya pulang, tercium bau asap rokok. Selama aku disini, dia sering pulang malam, masih dengan seragam sekolahnya. Aku hanya khawatir.
Hening
Kamu masih disana, kan! Galih ! Galih!
Jika memang khawatir, bagaimana jika kamu mengikuti kegiatannya. Hanya untuk memastikan tuduhanmu itu benar. Mungkin saja, dia memiliki alasan. Tidak seperti apa yang kamu pikirkan.
Mungkin saja.
Aku tidak bisa percaya tanpa bukti. Aku tidak meragukanmu, tapi kamu seperti tak yakin dengan ucapanmu sendiri.
Baiklah, besok aku akan mengawasi Kevin. Ini sudah malam, lebih baik kamu istirahat. Besok, aku juga harus menjalankan misi.
Terdengar tawa dari seberang telepon. Galih pasti menganggap ucapanku lucu, padahal itu adalah misi masa depan. Kelanjutan hubungan kami bergantung pada keberhasilan misi ini.
Semoga berhasil, sayang.
Klik. Hubungan terputus.
Ah, Galih memanggilku sayang. Ini kali pertama dia mengatakannya, kejadian langka yang mendebarkan. Andai aku bisa mendengar ucapan terakhirnya lagi. Taburan bunga kalah, dibanding kalimat manis dari Galih. Aku pasti tidur nyenyak malam ini.
****
Mulai pagi ini, misi dimulai.
Seperti biasa, aku berdiri di depan pintu menyapa Kevin tapi tak digubris. Ya, itu bukan masalah lagi bagiku. Kebiasaan yang sama, hingga mulai terbiasa, aku sarapan bersama Bu Alya tanpa suara. Dan Kevin, dia tidak pernah ikut sarapan.
Setelah sarapan, aku berbincang sejenak dengan Bu Alya, bertanya tentang sekolah Kevin.
"Kenapa kamu menanyakan itu?"
Bu Alya mungkin bingung dengan sikapku. "Aku penasaran dengan kegiatan Kevin, kenapa dia selalu pulang malam. Aku sedikit khawatir, mengingat pergaulan anak zaman sekarang."
"Untuk apa kamu memperdulikan itu, Kevin bisa mengurus dirinya sendiri. Dia sama sekali tak berharap untuk diperhatikan apalagi diawasi. Dia akan semakin tidak menyukaimu jika kamu terus menerus membuat dia tak nyaman."
"Aku tahu itu, tapi Galih mungkin tak akan pernah mau melanjutkan hubungan kami tanpa persetujuan Kevin. Selama masih ada jalan, akan kucoba semuanya. Ini bukan untuk mendapatkan perhatian Kevin, ini demi Galih yang sangat menyayangi keponakannya. Aku juga akan berusaha menyayanginya."
"Kamu benar-benar tulus menyayangi Galih?"
Aku tak mampu menjawabnya dengan kata-kata karena perasaanku padanya tak dapat diungkapkan hanya dengan beberapa kata, melainkan ribuan kata panjang yang mungkin bagi oranglain terdengar memuakkan.
Bu Alya tak lagi bertanya, dia malah meminjamkan supir serta mobil pribadinya untuk kugunakan hari ini. Tak kusangka, akan ada bantuan juga dari mama Galih. Kupikir beliau benar-benar tak perduli pada Kevin, tapi itu hanya asumsi dan ternyata memang tak selamanya asumsi itu benar.
Aku dan supir Bu Alya telah berada di depan gerbang sekolah sejak pukul sebelas pagi. Menurut pemilik warung pinggir jalan dekat sekolah, gerbang dibuka sekitar pukul dua siang. Ini benar-benar membosankan, padahal jam masih menunjuk angka dua belas.
"Pak, Kevin kalau ke sekolah naik apa?" iseng aku bertanya pada supir Bu Alya, namanya Parman. Aku memanggilnya Pak Parman.
"Kadang naik mobil, tapi lebih sering naik motor, non." aku mengangguk-anggukkan kepala.
"Apa bapak pernah bicara sama Kevin?"
"Mas Kevin jarang sekali bicara, paling kalau ada keperluan saja."
Kembali aku mengangguk, "Tunggu pak, apa Kevin anak kakak Galih? Kenapa dia malah tinggal dengan Bu Alya bukan dengan ayahnya?"
Mendengar pertanyaan itu, entah kenapa ekspresi Pak Parman dari pantulan kaca terlihat agak gugup, seperti bingung harus menjawab apa. "Benar, Mas Kevin itu putra Pak Gema. Tapi saya tidak tahu kenapa Mas Kevin tinggal bersama Bu Alya."
Kepalaku jadi gatal, aku bisa menanyakan pertanyaan itu pada Galih atau Bu Alya. Sudah jelas, Pak Parman tidak mungkin tahu hal seperti itu. Kembali kami terdiam, tak ada lagi yang ingin kutanyakan.
"Non, itu motor Mas Kevin sudah keluar dari gerbang!" seruan Pak Parman membuatku yang tengah mengantuk langsung terlonjak kaget, sehingga tak sengaja kepalaku terantuk atap mobil.
"Yang mana Pak!" mana bisa aku tahu, kebanyakan dari mereka menggunakan helm. Kepalaku bahkan masih berdenyut-denyut.
"Motor hitam itu non," tunjuk Pak Parman. Aku makin bingung karena motor hitam yang keluar dari gerbang tidak cuma satu.
"Ikuti saja, Pak." Kulihat Pak Parman tersenyum, aku pasti terlihat bodoh. Mungkin karena melihatku mengoceh sembari menggosok kepala yang sempat terantuk tadi.
Setelah mengikuti motor Kevin selama hampir 10 menit, dia akhirnya berhenti di salah satu cafe dan masuk ke dalamnya. Aku segera menggerai rambutku yang selalu dikuncir, menggunakan kacamata dan berpakaian ala anak remaja sekarang. Jika boleh jujur, aku tidak suka memakai pakaian yang warnanya terang begini. Terasa tidak pantas saja untukku tapi demi misi aku harus melupakan semuanya.
Pak Parman melihat tingkah anehku, jadi malu sendiri. "Apa aku terlihat aneh, Pak?"
Sebelum keluar mobil, aku harus tanya bagaimana penampilanku sebelum orang diluar sana yang mengolok-olokku. "Tidak kok, malah setelah berganti penampilan, non jadi lebih cantik."
"Bener nih Pak, ini bersangkutan dengan masa depan soalnya." Pak Parman malah tertawa, ah makin yakinlah kalau penampilanku benar-benar kacau.
"Tidak non, bapak berani jamin." Baiklah, aku percaya.
Aku pun berjalan keluar mobil dan memasuki cafe, dari pintu masuk sudah terlihat Kevin tengah duduk dengan beberapa orang temannya, dua orang perempuan dan tiga orang laki-laki. Sengaja aku duduk di jarak aman, beberapa pengunjung memperhatikanku, pasti aku kelihatan aneh. Ini malah menarik perhatian orang, maksudku kan agar tidak dikenali. Nasib, nasib.
"Vin, kita mau ke rumah Shinta lagi. Kamu mau ikut?" suara seorang perempuan tertangkap di telingaku. Mereka akan ke rumah Shinta, dimana itu?
^^^^
Jum'at, 24 Mei 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Hening
Ficción General'Sudah terlalu banyak rasa sakit yang kuterima, sekali saja aku ingin dicintai dan mencintai seseorang' Dalam sana bagiannya, bagianku bisa saja tergambar jelas jika kamu mau mengerti. Salah satu dialog dalam film mengatakan "...memahami penderitaa...