34. Bumi

239 30 1
                                    

Hari sudah berganti. Kalian tidak perlu tahu siapa orang yang kemarin mengantar Mo-on pulang. Nanti ada waktunya.

Yang terpenting sekarang gue sudah berada di dalam kelas dan sedang berlangsung pelajaran IPA. Gurunya sih santai-santai aja. Muridnya juga, ada yang tidur, ngepel, ngesot, ngecat, ngeband, ngegame.

Kayak gue sekarang, gue menggeleng-gelengkan kepala gue semenjak sepuluh menit yang lalu karena gabut.  Ya bukan gabut aja, sih. Kepala gue enggak bisa dimiringin. Ya gue geleng-geleng aja terus biar lentur dan balik. Duh, pinternya gue.

Hingga tiba-tiba nama gue dipanggil. "Venus! Sini maju."

Gue tidak menghentikan geleng-geleng kepala gue.

"Kamu nolak saya, ya? Nanti saya doakan kamu ditolak sama cewek, lho!" Lanjut guru gue itu.

"Eh, bukan gitu, bu. Kepala saya enggak bisa noleh. Ini saya maju." Gue akhirnya maju ke depan.

"Tolong jelaskan tentang Bumi," pintanya.

"Bumi..." gue memulai. Kemudian teman-teman sekelas gue langsung memberhentikan kegiatannya. "Bumi itu indah... ada warna-warni kayak rambut saya sekarang. Ya meskipun saya belum mandi tapi saya tetep ganteng. Bumi itu banyak pohon, tapi sekarang ditebangi, digantikan oleh rumah-rumah. Bumi itu penuh sampah. Bumi itu sudah tua. Bumi juga punya manusia-manusia aneh seperti kalian semua,"

Teman-teman gue bersorak ria. "BENER!! LANJUT!!"

"Bumi itu terkadang jelek, di bumi juga ada makhluk tak kasat mata yang selalu mengintai kalian. Bumi juga menghadirkan bencana-bencana alam. Bumi itu bagus. Bumi itu keren. Bumi itu tampan."

"Oke, cukup. Jadi kesimpulannya apa?" tanya guru gue.

"Kesimpulannya adalah... Bumi adalah nama saya. Sekian."

Tepuk tangan mulai menyeruak. Gila, gue emang keren banget gak sih tadi? Udah, kalian enggak perlu protes. Toh emang nama gue Bumi. Bhumi Marsson Matari.

"Saya kasih nilai kamu dua ratus, Venus!" ucap guru itu. "Sekian pelajaran kali ini. Diperbolehkan untuk pulang karena hari ini ada rapat."

Seisi kelas mulai bersorak-sorai. Siapa sih, yang enggak mau dipulangin sekolah?

Gue akhirnya keluar dari kandang, dan menuju tempat dimana Jenie diparkirkan. Gue melihat cewek yang sudah duduk rapi di bangku mobil gue.

"Udah lama, ya? Maaf. Ayo berangkat." Gue mengemudikan Jenie ke rumah. Rumah siapa? Rumah papa gue lah. Kan gue belum punya rumah.

Tjinta & Tinja - Cinta & Tai ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang