13

388K 6.5K 46
                                    

Tak

Saddam melempar map ke mejanya lalu duduk di kursi kerjanya. Tangan kanannya meremas rambut hitam pekatnya sembari menahan kepalanya yang menunduk. Sementara tangan kirinya tergeletak di atas meja, mengetuk-ngetukkan jari menciptakan ketukan senada seirama.

Pikirannya berkecamuk. Pekerjaannya belum selesai masih banyak yang harus ia lakukan tetapi ibunya menelpon menyuruhnya melakukan sesuatu yang amat tidak di sukainya. Saddam adalah orang yang bebas. Kekangan bukanlah temannya, itu adalah musuh terbesarnya. Ia bahkan dengan senang hati memberontak jika hal itu di berlakukan untuk dirinya. Tak perduli dengan omelan ibu yang senanantiasa membayanginya. Lihatlah kali ini ibunya bahkan mengancam jika Saddam kembali membangkang seperti biasa. Argh.

Saddam sangat membutuhkan hiburan sekarang. Ia sangat membutuhkan Clarisa. Namun perempuan itu tidak hadir bekerja. Sekarang sudah hampir tengah hari tetapi Clarisa tidak juga menampakkan batang hidungnya. Ia juga tidak memberi kabar, meminta izin ataupun lainnya. Hilang bagaikan ditelan bumi. Saddam telah menghubunginya ratusan kali. Tetap saja tidak ada jawaban.

Sungguh ironis nasib Saddam. Jika pada umumnya bawahanlah yang menghubungi atasan di sini malah atasan yang menghubungi bawahan bahkan tidak ada jawaban. Jika yang mengisi posisi Clarisa sekarang adalah orang lain, sudah di pastikan bahwa orang itu tidak akan mengisi jabatan yang telah ia dapat dengan susah payah saat itu.

Suara ketukkan pada pintu ruang kerja Saddam mengalihkan perhatian sang empunya ruangan.

"Masuk." perintah Saddam dengan suara khas pemimpin, berwibawa.

Seorang gadis cantik dan bertubuh ramping memasukki ruangan. Suara hentakkan high heels hitam yang ia gunakan mengema dalam ruangan mengiringi langkah pelan layaknya seorang model.

"Maaf menganggu waktunya pak."

"Cepat katakan apa tujuanmu kemari. Aku tidak ingin membuang waktuku percuma."

Gadis itu tersenyum mendengar ucapan boss baru itu. Tidak pernah berubah sejak awal. Hanya melunak jika ada sahabatnya Clarisa, dan hanya kepada Clarisa saja.

"Pak Katto ingin bertemu dengan bapak. Ia sedang menunggu di kantin kantor."

Argh. Bertambah satu lagi. Uzuki Katto. Salah satu klien keturunan Jepang itu banyak sekali permintaannya. Semua sesuatu yang berurusan dengan orang tersebut tidak akan berjalan dengan mudah. Bahkan kehidupan pribadinya juga rumit. Saddam sudah sangat mengenali watak Katto semenjak ia bekerja di perusahaan property nya. Entah bagaimana caranya kini ia ditakdirkan untuk bertemu kembali dengan orang itu.

"Katakan kepadanya aku akan tiba di sana sebentar lagi." perintah Saddam seusai mengusap wajah tampannya.

"Baik pak, akan saya sampaikan."

Gadis itu membalikkan badannya. Melangkahkan kaki menjauhi meja tahta bossnya menuju pintu.

"Vanya." panggil Saddam.

Perempuan itupun berbalik. Lalu berkata, "Iya pak?"

Saddam terlihat berpikir. Menimbang-nimbang apakah ia harus mengatakkan apa yang pikirkan atau tidak.

"Pak?"

"Katakan pada Clarisa untuk segera menghubungiku kembali atau aku akan memberikannya hukuman."

Keputusan Saddam pada akhirnya. Tidak memperdulikan bagaimana reaksi Vanya. Toh mereka sahabatan. Sementara Vanya diam-diam menarik ujung sudut bibirnya.

"Baik, akan saya hubungi dengan segera. Apa ada yang bapak perlukan lagi?"

Vanya bertanya dengan sopan. Berusaha menahan tawa. Apakah karena ketidakhadiran Clarisa boss mereka jadi tampak berantakkan sekarang.

My Boss is Overhormone #MILER1 (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang