Di sebuah mansion mewah, seorang namja telah menyiapkan sarapan pagi untuk adik tercintanya.
Hidup hanya berdua dengan adiknya membuat dia harus mengurus semua keperluan rumah dan kebutuhan adiknya.Min Yoongi, namja tampan, kulit putih pucat, dingin dan tegas, namun ia akan bersikap lembut dan penyayang jika dengan adiknya. Itulah namanya, sudah menjadi rutinitas bagi Yoongi bangun pagi, menyiapkan sarapan untuknya dan juga adiknya semenjak kedua orang tuanya meninggal satu tahun yang lalu.
"Siap, pasti Jimin menyukainya," ujar Yoongi dengan senyum yang mengembang.
Ya, Jimin lebih tepatnya Min Jimin. Adik seorang Min Yoongi yang ceria dan aktif. Ia baru berusia 4 tahun, namun sudah sangat pandai dalam menulis dan membaca dengan kecadelannya yang membuat siapa saja gemas.
"Jinjjayo? Ini sudah hampir jam tujuh,apa Jimin belum bangun juga?" monolog Yoongi.
Meski Jimin masih berumur 4 tahun, tapi dirinya sudah mandiri. Bangun sendiri, makan sendiri, walau kadang masih manja tapi setidaknya ia bisa diandalkan.
Akhirnya, Yoongi memutuskan untuk naik ke lantai dua, tempat sang adik tertidur.
Tok...tok...tok...
"Jimin-ah, apa kau sudah bangun?" tanya Yooongi namun tak mendapat respon dari pemilik kamar.
"Jimin ireona, ini sudah pagi saeng!!" ucap Yoongi dengan nada yang mengeras.
Ckleekk
Ia tersenyum tipis kala melihat gundukan kecil di kasur milik adiknya. Yoongi berjalan mendekati gundukan tersebut dan duduk ditepi ranjang.
"Jiminie, ireona saeng," ucap Yoongi halus sambil mengelus selimut yang membungkus seluruh badan Jimin.
"Jimin-ah," panggil Yoongi lagi.
"Eungh, yungie." panggil Jimin karena merasa tidurnya terganggu.
"Hey, selamat pagi adik kecil," sapa Yoongi sambil menarik selimut bargambar bebek, tak lupa senyum lembutnya yang selalu ia berikan pada Jimin.
"Pagi Ugi yung," jawab Jimin serak.
"Ayo bangun, hyung sudah memasakkan makanan kesukaanmu," ajak Yoongi.
"Chiminie tak mawu makan," tolak Jimin.
"Kenapa hm? Aigo, badanmu panas saeng!" pekik Yoongi kala merasakan panas dikening Jimin ketika mengelus kepala Jimin.
"Huwe...Chiminie pucing yungie. Kepala chiminie putar-putar huwaaa..." ucap Jimin tiba-tiba sambil menangis.
"Ssst, uljima saeng. Sini biar hyung mengelusnya agar tak pusing lagi," ujar Yoongi sambil mengelus kepala Jimin lembut.
"huwa..endong hiks, Chiminie mawu endong Ugi yung hiks," pinta Jimin sambil terisak.
"Ssstt, iya hyung akan menggendong Jimin. Jadi jangan menangis ne?" ucap Yoongi sambil membopong tubuh kecil Jimin.
"Hiks hiks,"
"Ssstt, jangan menangis saeng, hyung ada di sini."
"Hiks, Chiminie mawu eomma hiks," racau Jimin.
"Di sini tak ada eomma saeng, eomma sedang tidur," ucap Yoongi memberi pengertian pada Jimin.
"Eomma hiks, Chimin mawu eomma hiks, tenapa eomma tak banun-banun yungie hiks?" tanya Jimin bersamaan dengan isakannya yang semakin keras.
Dulu, ketika Jimin masih berumur dua setengah tahun, ia hanya tau eomma dan appanya tertidur dan akan bangun lagi. Tapi setelah sekian lama, Jimin mulai bingung karena kedua orang tuanya tak pernah bangun lagi.