"Sie, tau gak?"
Dari nada berbicaranya, bisa ketauan kalau Doyoung lagi ragu. Tapi hal apa yang membuat di sampe ragu?
"Apa?" Akhirnya gue membalas pertaannya.
Sambil memainkan jari-jemarinya, Doyoung menarik nafas dan membuangnya perlahan. Lalu setelah itu dia menoleh ke arah gue. Bisa dilihat dari tatapan matanya kalau dia antara ragu tapi ingin bilang hal itu ke gue.
"Akane bukan adik kandung gue."
Untuk beberapa saat gue hanya menatap Doyoung tanpa mengatakan dan melakukan apapun. Gue hanya duduk mematung mendengar perkataan Doyoung barusan.
Apa dia bilang? Kane bukan adik kandungnya dia? Akane? Akane yang sekarang lagi mancing sama papa?
"Sie, jangan diem aja." Dia khawatir kalau gue mikirnya aneh-aneh karena daritadi gue hanya menatapnya kosong sambil berusaha menyerap kata-kata dia agar terdengar masuk akal di otak.
"Tunggu." Gue masih butuh waktu. Kenapa Doyoung tiba-tiba, out of nowhere, bilang ke gue kalau Akane ini bukan adik kandungnya dia? Jadi, Akane yang di adopsi? Atau Doyoung yang di adopsi?
Pokoknya berbagai macam pikiran udah muncul dalam benak gue.
"Akane, dia bukan adik kandung lo?"
"Iya, bukan." Kenapa tiba-tiba Doyoung bilang ke gue?
"Jadi, orang tua kalian... beda?"
"Iya." Anggukannya pelan dan lambat.
Ada banyak pertanyaan yang ingin gue ajukan ke Doyoung. Hanya aja, gue rasa, pertanyaan-pertanyaan tersebut kurang sopan untuk ditanyakan. Karena pertanyaan yang ingin gue tanyakan sifatnya pribadi. Dan menanyakan hal yang sifatnya pribadi itu gak sopan kalau menurut gue.
"Akane di adopsi."
Doyoung seakan-akan bisa membaca pikiran gue. Buktinya dia mengucapkan kalimat yang udah menjawab salah satu pertanyaan yang muncul di benak gue.
"Kenapa?"
"Dia ditemuin di taman yang ada di Busan. Mama gue yang nemuinnya."
"Kenapa gak diserahin ke panti asuhan atau pihak berwajib?"
"Waktu itu mau dikasih ke panti asuhan sepenuhnya. Tapi mama sama papa tuh pengen punya anak perempuan, tapi yang lahir anak laki-laki 3 kali berturut-turut. Mama sempet hamil, janinnya baru 1 bulan, tapi mama keguguran karena waktu itu sempet ngalamin kecelakaan kecil."
"Kane waktu itu ditemuin di taman yang ada di Busan dalem boks kecil. Kecil banget." Tatapannya Doyoung kosong, entah lagi mikir kemana sekarang Doyoung. Mungkin pikirannya lagi kembali dimana Kane pertama kali ditemukan dalam boks?
"Akhirnya mama sama papa gue ke panti asuhan dan ngasih tau mereka kalau mama nemuin bayi dalem boks– mereka juga bilang kalau mereka mau adopsi bayi perempuan yang mereka temui. Mama sama papa minta bantuan pihak panti asuhan untuk bantu ngurus surat-suratnya. Di dalem boksnya Kane ada surat dalam bahasa Jepang. Jadi kita berasumsi kalau orang tuanya Kane ini orang Jepang, terus tertera juga di dalem suratnya kalau nama bayinya Akane Hirota." Tambahnya.
"Semenjak saat itu, nama lengkapnya Akane bukan lagi Akane Hirota, tapi berubah menjadi Akane Kim. Mama yang bilang sendiri untuk gak mau ngubah nama aslinya, padahal waktu itu ada kesempatan kalau semisal mama ingin mengubah namanya menjadi nama Korea. Tapi mama bilang, kalau namanya Akane itu satu-satunya pemberian terakhir dari orang tua kandungnya Kane. Jadi ya, nama depannya tetep Akane, cuma marganya aja yang diganti."
Tanpa gue menanyakan, Doyoung udah menjelaskannya ke gue panjang lebar bagaimana kronologinya. Gue disitu hanya bisa fokus mendengarkan dia tanpa menyela Doyoung yang lagi bercerita dengan pertanyaan-pertanyaan yang sekarang masih ada di dalam benak gue ini.
"Lo kalau mau nanya, tanya aja, Sie. Gue tau lo mau nanya."
"Heee?"
"Mata lo mengatakan demikian." Sambil menatap mata gue.
Gue lupa, kalau kadang kata-kata gak mampu keluar dari bibir kita, ya mata lah yang berbicara menggantikan tugas bibir dalam menyampaikan sesuatu.
Untuk beberapa detik gue diam sebentar sambil merangkai kata-kata. Gue gak ingin pertanyaan gue terdengar menyinggung.
"Doy."
"Hm?"
"Akane tau gak tentang ini?"
"Nggak dia sama sekali nggak tau."
"Tapi Akane tuh pinter, dia gak curiga kenapa namanya nama Jepang?"
"Nggak, kita sih bilangnya kalau mama waktu itu lagi suka banget sama artis Jepang yang namanya Akane. Jadi mama menggunakan nama itu untuk dia."
Gue baru nyadar sekarang, kalau dibandingkan dengan yang lain, Akane memang agak berbeda sedikit. Dalam artian, namanya terdengar sangat nama Jepang. Fitur mukanya juga tipe-tipe perempuan Jepang banget, beda sama fitur perempuan di Korea. Akane tuh manis. Manisnya orang Jepang aja gimana, kayak Marie Kondo. Beda kan manisnya orang Jepang dan orang Korea? Gue kira awalnya Kane tuh dapet fitur wajahnya dari papanya, ternyata nggak.
Ternyata Akane itu di adopsi.
"Jeno, dia gak apa-apa?"
"Gak apa-apa gimana maksudnya?"
"Jeno kan bungsu gak jadi, Doy. Biasanya kalau anak bungsu gak jadi gitu, suka sedih karena dia gak jadi anak bungsu– bahkan bisa sampe ngeberontak karena dia merasa perhatiannya terbagi?"
"Jeno pengen punya adik malah, Sie. Waktu Kane akhirnya dibawa pulang ke rumah, dan resmi jadi anaknya mama dan papa, dia yang paling seneng diantara kita bertiga. Kak Gongmyung juga seneng, gue juga seneng. Kita semua seneng karena ada penghuni baru di rumah kita."
Gue mikir, kenapa mama sama papa nggak adopsi aja juga ya biar gue punya saudara? Tapi gue yakin mama sama papa pasti punya alasannya sendiri kenapa gak memutuskan untuk mengadopsi anak biar gue punya saudara.
"Tapi, gue rasa Akane perlu tau kebenarannya. Cuma nggak sekarang. Dia masih 13 tahun. Mungkin, pas dia udah menginjak umur 18 tahun?" Kata Doyoung tiba-tiba.
"Iya Doy, nanti aja kasih taunya kalau dia udah dewasa." Gue gak tau harus bilang apa. Seriusan gue gak pernah berada dalam situasi kayak gini.
Gue bukan tipe orang yang bisa dan mampu untuk menenangkan atau memberikan kayak kata-kata mutiara. Tapi kalau seseorang hanya membutuhkan untuk didengar dan pelukan, gue bisa melakukan itu.
"Doy, maaf ya."
"Maaf kenapa?" Dahinya mengkerut setelah mendengar ucapan gue barusan.
"Gue bingung kalau dalam situasi gini harus gimana. Berasa useless gak bisa ngomong apa-apa." Gue jujur aja, biar Doyoung gak berharap banyak juga sama gue.
Bibirnya terangkat sedikit, dahinya udah gak mengkerut lagi, dan tatapannya sekarang ke danau yang menjadi pemandangan kita di halaman belakang, "gue gak minta lo untuk menanggapi ucapan gue kok. Gue cuma mau bilang ke lo aja, gue cuma mau didenger."
"Kenapa lo bilang ke gue?"
Sambil menaikan kedu bahunya, dia menoleh ke gue, "gak tau. Kayaknya lo perlu tau aja tentang ini."
"Lo udah bilang sama mama dan papa gue?"
"Nggak. Nanti lo aja yang bilang ya?"
"Kenapa gue? I don't think it's my place to tell?"
"I'm trusting you though." Dengan begitu Doyoung bangkit dari duduknya dan kembali menuju tempat pancingan dimana gue bisa melihat Jeno lagi loncat-loncat kegirangan karena dia mendapatkan ikan.
Doyoung mempercayai gue untuk mengatakan informasi sepenting itu ke orang tua gue? Gue ragu banget, karena mengatakan bahwa Kane adalah bukan adik kandungnya Kak Gongmyung, Doyoung, dan Jeno itu bukan tempat gue.
Kenapa dia percaya banget sama gue?
🌸🌸🌸🌸🌸
To be continued...

KAMU SEDANG MEMBACA
Adoring Doyoung | Kim Doyoung
Fanfic[COMPLETED] "What if we give meaning to the things that don't have meaning? We are so desperate looking for an answer until we decided to give meaning to this thing by ourselves." Start 14/04/2019 Finish 19/06/2019 #260 in ff 17/12/19 #269 in kimdoy...