Epilogue

1.4K 164 29
                                    

Sheyeng, kaget ga? Hehe

Aku balik lagi, meski belum dalam kondisi yang 100% membaik. Kebetulan aja draft ini udah lama ku tulis cuma bingung mau di publish apa nggak.

Sekarang aku memutuskan untuk mempublishnya karena aku ga suka nyimpen draft 😅

Semoga suka, happy reading 💜

.

.

.

.

.

.

.

"Noona, setelah ini mau kemana?"

Hampir setiap hari aku menanyakan pertanyaan yang sama pada noona setiap kali pembelajaran kami di kelas masing-masing telah selesai. Entah kenapa, menghabiskan waktu lebih lama bersama noona selalu menjadi hal yang aku sukai selain bermain game. Bahkan, aku jadi jarang bermain game dan membuat vlog lagi semenjak hubunganku dan noona diresmikan.

Noona itu candu, seperti heroin yang membuat penikmatnya ketagihan.

Gadis cantik itu menggeleng dengan tangan yang sibuk mengatur buku di dalam ransel mininya yang merupakan pemberianku sebulan yang lalu, hadiah untuk hari kami yang ke-100. "Aku mau pulang saja. Tubuhku entah kenapa sangat lelah sekali hari ini." Tolaknya.

Aku mencebik ketika mendengar penolakannya. Padahal aku masih ingin menghabiskan waktu bersama noona.

"Tapi aku masih ingin bersama noona, belum ingin pulang." Eyelku merengut.

"Yasudah, kerumahku saja kalau begitu." Tawar noona sambil berlalu lebih dulu, meninggalkan aku yang kini membelalak lebar usai mendengar tawarannya yang menggiurkan.

Aku memanjangkan langkah untuk menyusulnya dan kembali berjalan beriringan dengannya. "Jinjjayo noona? Apa ada Chanwoo? Atau orangtua noona?" Chanwoo adalah adik noona yang hanya berbeda dua tahun dariku.

Noona menggeleng. "Tidak ada siapapun. Mereka semua meninggalkan aku seorang diri di rumah."

Susah payah aku menahan senyum yang ingin melebar usai mendengar sebuah kesempatan besar tengah menunggu didepan mata. Aku menarik tangan noona, menggenggamnya untuk menuntun gadis itu berjalan lebih cepat menuju skuterku yang telah menunggu dengan manis di tempat parkir.

"Ppaliyo noona. Aku sudah tidak sabar."

"Jangan memikirkan yang tidak-tidak!" Omel noona yang diiringi dengan sebuah cubitan kecil di pinggang.

Aku meringis kecil. Cubitan noona selalu serius, tidak pernah main-main sekalipun dia sedang gemas padaku. Noona sering bilang aku lucu, malah terkadang lebih lucu dari adiknya sendiri meski disaat yang bersamaan aku juga terlihat cukup manly. Susah memang memiliki proporsi wajah yang fleksibel tampan seperti ini, serba salah karena bisa menyesuaikan diri dengan keadaan.

Oleh sebab itu tak jarang pipiku sering jadi sasaran cubit noona ketika ia gemas, meski kadang aku juga sering dapat bonus ciuman kecil ketika aku meringis kesakitan jika noona mencubit terlalu kuat. Heran, apa aku semenggemaskan itu hingga noona sering khilaf saat mencubitku?

NoonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang