As you thumb through the spines
I'm sure that you'll be mine
When your eyes rest upon
Miranda DuLisle
She's a fiery way with words
Or so you have heard
From your friends
Sepenggal lagu dari Jose Vanders berjudul Literature Lovers yang mengalun dari pengeras suara di ruang BEM masih terngiang-ngiang di kepalanya walau badannya sudah berpindah dan duduk dengan segerombolan mahasiswa di gazebo depan yang akan melakukan demo terkait penurunan UKT persemester yang tidak tanggung-tanggung besarnya dan hanya menyuruh Amiya yang bagai mayat hidup untuk melukiskan satu kalimat pendek yang digoreskan di sebuah kain berwarna putih. Walau nyatanya tujuh lirik itu masih berputar di kepalanya. Ingatkan Amiya Shaddam untuk fokus kepada tugasnya dengan pikiran yang terpecah belah.
I'm sure that you'll be mine. Dia ingat enam kata itu yang seseorang ucapkan berkali-kali dengan berapi-api saat hatinya merasa bimbang. Bimbang dengan arah dan tujuannya kala itu. Sampai akhirnya menemukan seorang yang terlalu paham arah hidupnya melebihi dirinya sendiri. Sampai gerombolan itu menghilang setelah mengucapkan terimakasih atas partisipasi dari gadis yang menjabat sebagai bendahara BEM itu, hanya tersenyum tipis sebagai balasan.
"Hai, Mi, lo lihat Chandra nggak? Gue lagi nyari dia."
Itu yang Amiya Shaddam lakukan sedari tadi, duduk dengan gelisah ditemani ponsel yang tidak kunjung bergetar. Pesannya sudah centang dua namun belum berwarna biru. Sekali lagi, gadis kuning langsat itu hanya tersenyum dan berlalu dengan perasaan yang berbeda. Kemana cowok itu? Semalam mereka bertemu dan berkata akan menjemputnya, walau berakhir dengan dirinya yang berangkat menggunakan angkutan umum.
Tujuh jam sudah dia habiskan di kampus, mengerjakan tugas satu persatu walau berakhir harus menutup word secepat kilat dan memesan ojek online setelah pesan dari wanita paruh baya yang mengabari tentang Chandra yang sudah mengurung dirinya sejak pagi.
"Chandra, ini Miya, buka pintunya ya?"
Pintu berwarna coklat itu masih belum kunjung terbuka, walau sudah diketuk berkali-kali. Sang empunya masih enggan untuk memunculkan batang hidungnya. Laporan dari asisten rumah yang mengatakan bahwa tuan mudanya belum juga menelan makanan sejak semalam membuatnya frustasi dan panik secara bersamaan. Acara mogok makan dan mengunci diri di dalam kamar, kerap dilakukan kekasihnya, tapi kali ini berbeda. Sang raja seolah enggan membuka gerbang yang tinggi di kerajaannya untuk menyambut permaisuri.
"Chandra, makan ya, udah aku masakin nasi goreng. Katamu kemarin lebih enak nasi gorengku daripada makan di warung yang kebanyakan micin," entah rayuan keberapa kayu jati di depannya sudah terbuka menampilkan wajah putus asa dari seorang Chandra Pratama yang baru dilihatnya selama mereka kenal. Membuat Amiya merasa was-was apalagi kamar yang sudah berantakan, tidak karuan.
"Ini kenapa kok begini?" tanyanya hati-hati sambil mengambil perlahan buku-buku kedokteran yang sudah berceceran. Akhir-akhir ini lelaki itu mudah meluapkan ekspresinya yang terlalu berlebihan. Terakhir Chandra tersinggung perihal pakaiannya yang dikomentari oleh Yuda, sahabatnya, hanya alasan tidak cocok untuk kulitnya yang sawo itu membuatnya harus rela menahan kakinya yang pegal kesana-kemari memutari seluruh mall akibat pemborosan yang dilakukan Chandra setiap kali orang lain membuatnya marah. Itu lebih baik, daripada membuang semua benda seperti sekarang. Mahasiswa tingkat akhir itu seolah enggan mengakui kesalahannya dan beranggapan semua yang dia lakukan sudah benar. Dengan euphoria yang tidak pernah habis-habisnya.
"Kamu marahin aku? Kalau nggak sayang, kenapa disini? Nggak usah peduli begitu. Aku bisa beresin semuanya sendiri."
Amiya Shaddam tetap bersih keras, walau usiran kasar yang dia dapatkan dari bibir kekasihnya tetap membuatnya membersihkan barang berceceran itu satu persatu dan meletakkan kembali ke tempat semula. Kali ini dia dilatih sabar dan mengontrol emosinya yang akan meledak kapan saja.
"Aku bilang aku bisa sendiri, nggak usah sok jadi pahlawan gitu deh," cowok itu memilih bangkit setelah menelan satu sendok nasi goreng penuh ke dalam mulutnya. Bukannya pekerjaan menjadi cepat, yang ada malah nasi berhamburan karena Chandra terlalu percaya diri untuk melakukan semuanya secara bersamaan.
"Aku aja, kamu nambah pekerjaan aku, Chandra."
"Gimana, sih? Udah untung aku bantu bersihin, nggak tahu terimakasih," balasnya tak kalah sengit, "Trus itu kemarin kenapa main boncengan segala?"
"Boncengan sama siapa? Aku . . ."
"Halah ngeles terus kerjaanmu. berduaan naik motor. Kamu kira aku nggak tahu? Coba kamu jelasin ke aku itu apa? Sama Diki lagi yang kemana-mana masih cakepan aku dari dia. Kalau cari pelampiasan itu yanglebih ganteng, Mi."
"Aku sama dia satu arah pulang, Chandra. Nunggu kamu lama, ya udah dong aku..." cowok itu memotongnya lagi untuk penjelasan kesekian kalinya. Yang bilang, Amiya sudah tidak sayang, yang malas membalas pesannya dan lebih mementingkan tugas kampusnya, yang paling parah kisah masa lalunya terhadap Yuda, sewaktu SMA kembali diungkit lagi kepermukaan. Hal yang sudah dia lupakan namun terpaksa dia jelaskan kembali walau hasilnya Chandra menolak mentah-mentah cerita yang dia anggap khayalan itu. Belum lagi, cowok itu memutar kalimatnya, beralih ke topik satu ke topik lain. Selalu begitu, saat kedua bertengkar dan berakhir gadis itu yang berbohong dengan membenarkan semuanya agar kembali normal.
Terkadang Amiya Shaddam merasa muak, jenuh dan marah, saat laki-laki itu bertingkah lagi. Namun ketika mengetahui bahwa Chandra Pratama tidak baik-baik saja sejak enam bulan mereka berpacaran, yang gadis itu lakukan adalah memahami dengan perilaku dari sang kekasih dan juga dukungan yang tidak dia tunjukkan dengan begitu gamblang, tapi yang pasti saat lelaki itu bisa mengontrol semuanya, perhatian-perhatian kecil mulai muncul kembali seperti dulu. Mengingat perubahan moodnya yang tidak stabil. Seperti sekarang entah mendapat ilham darimana setelah kembali dari dapur, cowok itu berjalan ke arahnya, membantunya mengambil bolpoin yang menggelinding sampai ke bahwa kolong tempat tidur.
"Aku lagi rendah diri, Miya," katanya pelan. Membantu gadis yang sedang ketakutan itu untuk duduk diatas ranjangnya dengan dia yang duduk di bawah dengan tangan yang digenggam erat. Chandra Pratama tidak ingin meninggalkan kekasihnya satu detik saja, walau kadang sifat ragu-ragunya sering muncul, disamping percaya dirinya saat mendekati gadis yang cerewet ini dulu. Masa-masa pendekatan dia terlalu amat percaya diri bisa melindungi Amiya dari apapun, "Kamu tahu sendiri, aku sakit, aku beda, aku bukan Chandra yang kamu kenal, Mia. Entah kenapa akhir-akhir ini aku lagi nggak punya harapan buat hidup."
"Aku tahu mereka nggak suka sama aku yang deket sama kamu, mereka nuduh aku guna-guna kamu, Miya, biar kamu mau sama aku," lanjutnya.
Ditatap lama lelaki di depannya, yang sudah mulai berhalusinasi. Salah satu tanda bipolar, episod mania, dimana penderita tetap merasa segar walau tidak tidur di malam hari. Dan itu yang dia lihat dari Chandra. Lelaki itu kadang tingkat kepercayaannya tinggi melebihi dirinya yang sudah dipuji berapa kalipun tetap menciut di tengah keramaian. Chandra selalu menganggap dirinya paling hebat diantara yang lain. Kadang juga menurun seperti sekarang, episod depresi, dengan banyak kesedihan yang dia pendam sendiri dan kadang di ceritakan begitu jelas.
"Aku terima kamu apa adanya, nggak peduli kamu sakit atau apa," katanya pelan, selain menjadi kekasih, gadis itu juga merangkap sebagai caregiver bagi seorang Chandra Pratama yang telah kehilangan jati dirinya beberapa saat lalu bahkan kehidupan normalnya bertahun-tahun lalu, "Kadang aku yang takut, kamu yang ninggalin aku."
Berulang-ulang kata maaf dia lontarkan, untuk membuat Amiya tetap tinggal. Walau faktanya, gadis itu tidak ingin meninggalkan lelakinya dalam kondisi apapun. Amiya Shaddam memang satu-satunya orang yang memberi dukungan disamping keluarganya yang terlalu mengerti dengan perasaan kasih sayang walau kadang dia menemukan sorot empati dari mata Amiya yang cewek itu sembunyikan. Namun dia tidak peduli, yang pasti, gadis itu tetap tinggal disisinya bagaimapun keadaannya seperti janjinya dan juga rasa aman yang mulai tumbuh, entah sejak kapan.
Kali ini backsound Literature Lovers mengalun sempurna ditelinga. Meski bukan lagu romantis tetapi mampu menggambarkan bahwa Amiya selalu ada untuk Chandra, karena lagu itu juga bukti pertama kalinya lelaki itu mendengarkan lagu kesukaannya di depan ruang dosen membaginya bersama seorang perempuan yang menikmati alunan lagu yang dia tunjukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Depression (Short Story/End)
Short StoryGangguan Bipolar atau Bipolar Disorder adalah perubahan mood atau suasana perasaan yang ekstrim di mana penderita akan mengalami fase mania dan fase depresi tanpa sebab dalam kurun waktu tertentu. Amiya Shaddam harus rela menjadi orang pertama yang...