KETIGA PULUH DUA

24 6 11
                                    

Empat hari sudah aku tak berangkat sekolah. Badan ku semakin melemah saja, kenapa sakit hati ku merambat sampai aku tak bisa bergerak? Hujan, apa kau ingin aku seperti ini? Air yang kau tumpahkan waktu itu memang menemani air mata ku untuk keluar bersama. Namun rasanya dia tinggal di tubuh ku juga hingga sekarang.

Empat hari itu pula aku tak mendapat pesan apapun dari Kak Rendy. Dia menghilang di telan hujan kala itu. Bayangnya kabur dari mata ku akibat rintikan air hujan sore lalu. Tak adakah keinginan dari nya untuk menemui ku? Tidak, jangan bertemu ... mengirimi ku pesan saja, apa dia mau?

Yang datang silih berganti tak akan jauh dari kedua sahabat ku dan Kak Radit. Mereka bahkan sangat cemas sekali hingga datang setiap waktu, terlebih lagi Kak Radit dia bersikeras untuk menginap di rumah kalau-kalau aku membutuhkan sesuatu dan dia yang akan segera melayani.

Semakin aku tak mendengar kabar Kak Rendy, hati dan tubuh ku semakin memburuk. Apa ini artinya dia memang tidak mencintai ku lagi? Bodoh! Lagi kata ku? Bahkan dia tak pernah mencintai mu Rani!

Oh ayolah, jangan membuat kesan jelek pada hubungan pertama ku dengan seorang laki-laki. Apa memang jatuh cinta semenyakitkan ini?

"Ran, ayo dimakan."

Dengan sabar Kak Radit menyuapi ku untuk makan siang. Sungguh menyedihkan nya aku hingga sakit seperti ini karena seorang laki-laki yang tak punya perasaan sama sekali. Sedangkan aku punya tiga orang laki-laki yang sangat peduli.

"Jangan mikirin apa-apa, pikirin kesehatan lo aja. Gue dengan senang hati akan kasih materi selama lo gak masuk sekolah, ok?"

"Makasih Kak," Dengan tulus ku sunggingkan senyum pada Kak Radit.

****

Jum'at, ini hari terakhir kegiatan belajar mengajar di semester satu sebelum senin nanti ujian tengah semester akan berlangsung. Aku paksakan untuk sekolah, walau hanya sehari lagi tapi aku ketinggalan banyak pelajaran. Memang, setiap hari ada Kak Radit dan kedua sahabat ku yang datang ke rumah menjelaskan tentang materi hari itu, namun rasanya hari ini aku ingin sekolah seperti biasa.

Lagipula badan ku kini sudah membaik hanya pikiran ku saja yang tak mau beranjak dari kejadian seminggu yang lalu. Kak Rendy memang salah satu alasan ku untuk pergi ke sekolah, apa dia tak mencemaskan aku sama sekali? Akan ku hujani dia dengan pertanyaan, meski hati ini masih sakit tapi setidaknya aku perlu kepastian.

"Rani, lo udah sembuh?"

"Rani, lo kemana aja baru lihat?"

"Rani, lo kok maksain sekolah sih?"

"Rani, kita kangen sama lo."

Baru saja badan ku masuk ke ruangan yang sudah lima hari ini tidak aku kunjungi, berbagai pertanyaan dari teman satu kelas sudah memenuhi telinga ku. Aku hanya menampilkan senyum seperti biasanya, bingung harus menjawab pertanyaan mana terlebih dahulu.

"Raniiii," Dan ya, baru saja aku mendaratkan bokong ke kursi kesayangan di kelas sudah ada yang menarik lalu memeluk ku.

"Rani, kok lo gak bilang mau masuk sih hari ini?"

"Padahal tanggung Ran, cuman sehari lagi."

"Gue kangen ... "

"Yaelah tiap hari juga kita ketemu lagi sama lo, bela-belain ngejenguk lo tiap hari biar gak kangen sama kita," Tutur Chika membiarkan ku bernafas lega setelah sesak mendapat himpitan dari tubuhnya.

"Gue gak kangen sama kalian, gue kangen sama ... "

"Pak Udin? Yaelah Ran, gak nyangka gue," Sambar Chika terkikik geli.

The Trouble Of Sunset (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang