4

2.7K 154 0
                                    

Hari ini Dokter Mario ingin berbicara denganku, aku minta di dampingi papa. Berdasarkan hasil kateter kemarin Indira kemungkinan bisa mempertahankan kehamilan sangat kecil sekali dan para dokter tidak ingin mengambil resiko. Subsidi oksigen Indira dari waktu ke waktu akan berkurang beberapa persen

Kalaupun kami memaksakan kehamilan aku harus menyediakan dana yang besar, karena akan semakin banyak dokter yang dilibatkan

"Papa sekarang terserah kalian"ucap papa ketika sudah keluar dari ruangan Dokter Mario

Aku hanya diam "Indira harus tahu,pa"bisikku

"Papa harap kamu akan bertahan bersama Indira namun..."

"Pa,aku akan bertahan di sisi Indira apapun keadaannya"potongku "jangan ragukan aku,pa"

Papa mengangguk lalu menepuk punggungku pelan "papa tidak salah dalam menilai kamu dan terima kasih sudah mencintai serta menerima keadaan putri papa"papa berjalan menuju ruangan Indira

Aku harus segera menyusul sebelum Indira berpikir macam-macam yang nantinya akan menjadi sebuah ketakutan untuknya. Ketika aku masuk disambut senyuman oleh Indira dan aku otomatis mendekatinya lalu mencium pipi Indira sekilas

"Jadi kapan pulang?"tanya mama "kalian nanti akan tinggal dimana?"

"Besok pulang dan masalah tempat tinggal terserah Indira,ma"jawabku

"Boleh dirumah mama,kak?"pinta Indira "untuk sementara tapi kalau kakak gak mau ya balik kerumah"

Aku mengangguk "ok lagian adik juga butuh teman dirumah selama kakak kerja"kataku dan disambut dengan pelukan erat dari Indira

"Oh ya aku pengen lihat anaknya Mbak Zahra dan Bang Ken, boleh?"tanya Indira

"Mau sekarang?"tanyaku yang langsung dianggukin dengan cepat

Aku menggendong Indira ke kursi roda yang langsung memukul lenganku namun aku mencium bibirnya sekilas. Selanjutnya kami menuju ke ruangan Zahra, selama perjalanan Indira lebih banyak diam dan mengamati sekitar

Namun begitu sudah sampai ruangan Zahra raut wajah Indira berubah apalagi melihat bayi mereka berdua. Indira mengamati bayi yang ada disamping Zahra

"Eh ada idola kampus nie"goda Cinthya yang sedang menggendong bayinya "ini istri kamu?pantes sering bikin patah hati ternyata istrinya ok juga, halo kenalin aku Cinthya senior Fajar"

"Hai,mbak"sapa Indira "bisa gitu barengan lahiran?"

"Kita sama-sama operasi jadi bisa nentuin tanggalnya"jawab Cinthya "kamu kasih guna-guna apa Fajar?"

Indira tersenyum "malah Kak Fajar yang dekatin duluan jadi belum sempat guna-guna"

"Tau gak mereka bertiga ini idola di kampus"ucap Zahra

"Wah kalau aku disuruh milih pasti bakalan bingung ya"kata Indira sambil melirikku "Mas Nando tampan terus Bang Kenan dewasa nah Kak Fajar..."Indira tidak melanjutkan perkataan dan hanya melirikku sambil tersenyum

"Kira-kira kamu bakal milih siapa?"tanya Cinthya

Indira melihat ketiga cowok gantian dari atas kebawah "kalau belum nikah dan mereka single aku milih..."ucap Indira yang melirik kami "yakin mbak gak akan marah?"tanya Indira memastikan dan langsung dijawab dengan menggelengkan kepala

"Ok karena aku cewek normal pesona Bang Kenan belum pudar dan aku rasa jika kita single aku lebih memilih Bang Kenan"jawab Indira sambil tersenyum

"Laki aku masih punya pesona depan anak kecil"teriak Zahra dan kami tertawa namun tidak denganku

"Cemburu?"tanya Bang Kenan sambil tersenyum miring "lihat aja walaupun Indira milih aku tapi tatapannya dari tadi kearah kamu mulu"sambil menepuk bahuku

Apa yang dikatakan Kenan benar karena daritadi Indira sedikit-sedikit melihat kearahku

Indira betah berada di ruangan Zahra dan Cinthya, mereka bercerita layaknya sahabat lama. Sama seperti ketika Indira berinteraksi dengan ketiga sahabatnya, Nathali, teman-teman kuliah dan Amel. Indira walaupun pendiam tapi cepat akrab dengan orang lain, kalau aku lihat karakternya hampir sama dengan Zahra tapi bedanya Indira lebih manja

"Besok pulang ya,kak?"tanya Indira ketika kami dalam perjalan ke kamar

"Ya, kenapa?"tanyaku

"Kakak bolos berapa hari? terus cafe siapa yang urus?"tanya Indira

"Koq bolos? kakak cuti lagian cuman beberapa hari aja besok juga mulai masuk dan cafe Ryan yang urus tapi laporan tetap jalan"jawabku "lagian bentar lagi Ryan juga bagian dari keluarga"

Indira mengangguk "kakak masih mau sama aku?"tanya Indira dengan tatapan kosong "aku mungkin gak boleh hamil jadi kakak gak punya penerus"

Aku menghentikan kursi roda "sayang lihat kakak"kataku yang duduk sejajar dengan Indira lalu menangkup pipinya agar menghadapku "berapa kali kakak bilang kalau gak bisa kehilangan adik jadi kita jalani sama-sama, jangan ada pikiran begitu kakak gak suka"ucapku lalu mencium pipi Indira sekilas "kita bicarain dirumah aja ya"sambungku begitu melihat tanda-tanda Indira ingin membantah

Our New Life (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang