Seungyoun duduk di balkon rumahnya, menghembus asap dari batang tembakau yang ia hisap sepuluh menit yang lalu. Batang keempat, atau kelima.
Dia tidak sedang banyak pikiran. Oh, tidak. Dia bukan pria sok baik yang biasanya ada di buku novel Wooseok, nyebat ketika banyak pikiran. Seungyoun memang sudah terbiasa. Dia tidak menghiraukan teguran Wooseok, atau temannya. Dia tidak peduli.
Kalau bisa ia cepat mati, begitu.
"Seungyoun!"
Setelah lama membuat ubin salting, Seungyoun menaikkan kepalanya. Oh. Ada tetangga di balkon sebelah. Ia kira lampunya yang mati sama dengan penghuninya.
"Kok sudah ada, kak?"
"Tidak banyak tugas, kamu ngapain?"
"Biasa," Seungyoun mematikan rokoknya dan meminum kopi. Sudah tidak selera dia akan tembakau bakar itu.
"Boleh lompat?"
Seungyoun melihat ke bawah. Tinggi balkonnya dan tetangga itu kira-kira tiga meter dari permukaan tanah. Ditambah, jarak balkonnya dan tetangga satu meter.
"Gila?"
"Hah?"
Seungyoun menepuk jidat, "Kakak sudah gila mau lompat ke sini?"
"Kamu tidak tahu aku atlet parkour dua tahun yang lalu?"
"Dulu atlet, sekarang sudah purna tugas. Masih bagus kah, tulang punggung?" Seungyoun sedikit meledek. Pria 26 tahun itu memang tidak seharusnya nekat lompat ke balkonnya.
Tapi ia melakukannya. Dan mulus mendarat.
"Pintu depan buat apa, kak, kalau masih lompat di balkon?"
"Buat bertamu. Kan aku bukan tamu."
"Terus apa?"
"Teman? Teman berbicara?"
Tetangganya itu mengeluarkan sebungkus jajan—kacang panggang kemasan— dan botol minuman. Minuman karbonasi, kesukaan Seungyoun.
"Buat apa kacang dan Fanta?"
"Buat ngobrol, Youn. Mana asik ngobrol tidak ngemil."
Tidak ada yang bicara setelahnya. Semua sibuk pada kegiatan memisahkan kacang dengan kulitnya atau bergelut dengan lidah yang sakit karena minum. Selama 30 menit.
Pukul dua belas.
"Dua belas malam. Aku tidak tahu mau bicara apa."
"Bicara saja," tetangganya masih asik menyuap kacang untuk dirinya sendiri. Seungyoun membereskan diri, masuk ke kamarnya.
"Mau ke mana?"
"Tidur."
"Tidak pamit, enak sekali. Harusnya tidak bawa kacang dan Fanta-"
"Terima kasih, kak Seungwoo."
"Sama-sama, kalau malas tidak usah diladenilah aku ini. Kamu kelihatan ngantuk."
"Memang," Seungyoun mengambil asbak dan rokok, serta gelas kopi yang sisa separuh, "harusnya selesai sebat aku mimpi indah."
"Baiklah, tidur. Jangan sampai aku lihat instagrammu bertanda hijau."
"Ya. Aku tidak menunda tidur."
Tapi Seungyoun tidak bisa tidur. Matanya tidak berat lagi. Bahkan ketika tetangganya itu balik lompat ke habitat dan mematikan lampu kamar, Seungyoun tidak segera beranjak.
"Selamat malam, Seungwoo."
Lalu Seungyoun menyeret kursi santainya masuk. Kasihan, malam akan semakin dingin.
tes ombak malem-malem ada yang baca gak hIKD
KAMU SEDANG MEMBACA
Kecapi dan Sendawa Malam. [✔]
أدب الهواةMalam-malam bocah-bocah bukan tidur tapi main kecapi. Aku kira aku berhasil tapi aku bukan itu, aku gagal meresapi. ©yellow-postitgirl 2019