Sixteen

4.2K 737 25
                                    

"Hari ini jadi, kan Bi?"

Elbi yang tengah membereskan bukunya langsung mengacungkan ibu jarinya. "Jadi, dong."

Hari ini Elbi sudah janjian dengan Luna dan Raya untuk menemani Raya membeli beberapa perlengkapan make up dan gaun. Pekan depan, Raya berulang tahun, yang ketujuh belas. Ia ingin pesta ulang tahunnya nanti istimewa. Penampilan Raya tentu harus mendukung, harus terlihat istimewa juga. Karena itulah, untuk penampilan istimewanya Raya meminta bantuan Luna dan Elbi untuk memilihkan beberapa perlengkapan make up tambahan dan gaun pesta.

"Udah izin Om Bian?" tanya Luna memastikan. Pengalaman berbohong pada Bian membuat Luna jera. Ia tidak mau lagi membuat masalah pada Papa Elbi yang super posesif itu.

"Tadi aku udah telepon Papa," jawab Elbi. "Katanya boleh. Asal nggak pulang terlalu malam dan ...." Elbi berpikir sejenak. Merasa malu kalau harus menyebutkan syarat Papanya agar Elbi dapat pergi berbelanja dengan teman-temannya.

"Dan?" Raya menunggu Elbi melanjutkan perkataannya.

"Setiap 30 menit sekali harus lapor Papa dengan kirim foto kita bertiga," lanjut Elbi sambil menghela napas.

Raya dan Luna saling berpandangan dan terkekeh pelan. Mereka tahu kalau Bian super posesif, tapi tidak menyangka Bian akan seposesif itu. Mengapa tidak sekalian Bian yang mengantarkan mereka berbelanja saja agar lebi tenang?

"Berarti untuk urusan Om Bian beres?" tanya Luna, Elbi pun mengangguk.

"Kalau Anza?" Raya bertanya lagi. "Dia emang mau ikutan kita jalan?"

Elbi mengerutkan kening. Ia hendak bertanya mengapa harus memberitahu Anza kalau mereka akan pergi, sebelum teringat kalau biasanya Elbi akan pulang dengan Anza. "Gue lupa!"

Luna berdecak tidak habis pikir. "Lo nih, ya. Kan kasian brondong kesayangan gue kalau harus nungguin lo."

Elbi hanya meringis. "Kalian ke depan dulu aja. Gue cari Anja dulu, biar dia nggak nungguin gue," kata Elbi segera beranjak meninggalkan kelas.

Raya hendak menahan Elbi, tetapi Elbi sudah berlari seakan harus bertemu dengan Anza saat ini juga. "Elbi itu ... dia nggak tahu teknologi yang namanya hape?"

Luna mengangkat bahu. Bagi Luna, mungkin Elbi tidak berpikir sampai sana. Karena mungkin yang ada di kepalanya saat ini hanyalah bertemu dengan Anza secepatnya.

O0O

Anza tidak berada di kelasnya. Padahal biasanya pemuda itu menjadi siswa yang paling akhir meninggalkan kelas. Masih ada beberapa siswa di kelasnya, termasuk Zuhdan dan Anjani.

Berbeda dengan sebelumnya, Anjani tidak mempedulikan kehadiran Elbi. Meski menyadari keberadaan Elbi, gadis itu hanya melirik sebentar kemudian meninggalkan kelasnya. Zuhdan lah yang akhirnya menghampiri Elbi. Sambil menyampirkan tas di bahu, Zuhdan memberitahu di mana keberadaan Anza sekarang. "Tadi Anza pergi ke dekat laboratorium."

"Ngapain ke sana?" tanya Elbi penasaran. "Dipanggil guru?"

Zuhdan mengangkat bahu dengan muka malas-malasan. "Tadi dipanggil sama anak kelas sebelah," katanya.

"Siapa?" kejar Elbi penasaran.

"Nggak kenal," jawab Zuhdan sekenanya. "Kak Elbi ke sana aja sendiri," saran Zuhdan membuat kening Elbi berkerut.

"Ng ... oke," ucap Elbi pada akhirnya. "Nanti aku chat aja si Anja. Makasih Zuhdan."

Zuhdan menganggukkan kepalanya. Ia sudah akan meninggalkan kelas, tetapi pada langkah kedua Zuhdan berbalik. "Sebaiknya, Kak Elbi ke sana aja."

Something about AnzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang