Pagi hari yang cerah sekali lagi datang di kota. Sinar matahari lembut menyiram wajahku yang masih berada di atas kasur.
Mataku mengerjap-ngerjap, perlahan beranjak duduk, mulai melakukan peregangan otot pagi selama dua menit.
BUMM!
Hancur sudah pagiku yang tenang ini. Batinku kesal setelah mendengar suara dentuman itu. Apa lagi yang terjadi di lantai bawah?
Aku segera turun dari ranjang, berjalan dengan langkah malas ke pintu. Beberapa saat kemudian, aku menuruni anak tangga dan berhenti di atas.
"KAKEK!"
Pria dengan fisik empat puluhan itu terperanjat kaget, menoleh ke belakang. "A-ada apa?"
"Justru aku yang harus bertanya padamu," Aku berkacak pinggang, berjalan menuruni sisa anak tangga dan menemuinya. "Apa yang kakek lakukan pagi-pagi begini?"
"Ah, aku hanya ingin membuatkan teh untuk orangtuamu," jawabnya sedikit kaku, menggaruk rambut yang tidak gatal.
Aku meliriknya, sekaligus melihat kekacauan di dapur Mama tercinta ini. Lihatlah, tepung menutupi meja dan lantai, satu butir telur pecah di sampingku, dan wajah Lucius memakai 'masker' tepung. Mama bisa pingsan kalau melihat kekacauan ini.
"Ini betulan hanya ingin membuat teh, kakek? Lebih mirip orang yang membuat kue ulang tahun," sahutku kesal, seraya mengangkat tangan kanan.
Dalam sekejap, tanganku bercahaya lembut. Sekejap berikutnya, sapu, pel, ember berisi air dan beberapa alat kebersihan lainnya terbang dari arah samping. Benda-benda itu seperti diselimuti cahaya tipis.
Sapu terbang di tanganku. "Kakek beruntung aku bangun lebih awal dari Mama dan Papa hari ini. Kakek bisa habis kalau Mama melihat kekacauan ini."
Aku mengambil serok sampah yang sudah mendarat di sampingku, dan meletakkan mulutnya menghadap dapur. Dengan gesit aku menyapu ribuan butir tepung di lantai, sedangkan Lucius segera mengambil kain pel dan mulai mengepel bagian yang sudah aku sapu.
Lima menit berlalu.
"Syukurlah kita bekerja dengan cepat, kakek!" Aku menghembuskan napas lega, menyilangkan kedua tanganku. Dapur tercinta Mama yang tadinya terlihat seperti 'kapal pecah' kembali bersih dan rapi seperti kemarin malam.
"Kakek?"
Kenapa dia tidak menjawab? Aku menoleh, mencari-cari sosok pria itu. Plop! Aku dikejutkan dengan suara meletus itu, dan refleks menoleh ke arah pintu.
Aku menepuk dahi, tersenyum kecil dengan tingkah kakekku itu. "Lagi-lagi dia terlalu berlebihan..."
Bagaimana tidak? Sekarang Lucius berkali-kali melakukan teleportasi sambil membawa kain pel di sekitar rumah. Mengepel setiap sudut lantai sampai bersih, tidak tertinggal sedikitpun. Beberapa detik kemudian, ia kembali muncul di sampingku, terlihat bangga dengan lantai rumah yang mengkilat bersih.
Aku mengangkat sapu dan ember berisi air, lalu segera menghilang dari samping Lucius.
Sepuluh detik kemudian, aku muncul di tempat penyimpanan alat kebersihan tadi. Aku menaruhnya dengan rapi, lalu berjalan kembali ke dapur.
"Tumben bangun pagi-pagi,"
Aku dan Lucius terperanjat kaget, perlahan menoleh ke arah tangga. "Ti-tidak, kok, Ma,"
KAMU SEDANG MEMBACA
TMA Series 2: ILUSI
Adventure**BACA BUKU PERTAMA "TMA 1: TANAH" TERLEBIH DAHULU AGAR MENGETAHUI JALAN CERITA LEBIH BAIK** • Setelah Lucius kembali, semuanya berubah. Beritanya dengan cepat tersebar ke penjuru dunia paralel lainnya, membuat banyak belah pihak yang mulai menafsir...