Chapter 1 : Adios

927 106 16
                                    

Seperti biasa, pagi hari si pemuda Choi tetap sama. Dibawa kebelakang sekolah oleh ketiga orang yang sama juga. Ia sudah kenal kelewat baik dengan ketiga manusia biadab itu. Yeonjun pasrah? Tentu saja. Memangnya apa yang bisa si lemah sepertinya perbuat? Berdoa pun tidak berguna, karena yang saat ini Yeonjun perlukan adalah kekuatan dan mental untuk membuat kedua orang itu jatuh tergeletak tak berdaya ditanah. Tapi hey, bukankah itu hanya khayalan belaka?

Bruk!

Si pemuda Choi meringis kala tubuhnya dilempar begitu saja ke tanah dengan kerikil kerikil tajam di sana. Manik legam itu melirik pada telapak tangannya yang kini mulai mengeluarkan cairan kental berwarna merah lantaran terkena kerikil tajam. Namun hal itu tidak seberapa sakitnya dibandingkan rasa sakit hati yang mendalam ketika melihat wajah licik laki-laki yang berdiri sambil menatapnya dengan raut meremehkan itu.

"Anyeong!! Choi Yeonjun-ssi, long time no see," katanya. Bilah bibir itu perlahan tertarik ke atas, membentuk kurva miring di wajah menyebalkan itu.

Yeonjun masih bungkam. Sengaja ingin membiarkan si iblis sekolah membual—kendati sebenarnya ia juga muak mendengar kata yang keluar dari mulut busuk nya itu. Apa-apaan, long time no see, katanya? Yeonjun bahkan masih di sekolah itu, masih bertemu dan jadi sasaran bully mereka setiap saat. Dan bagaimana bisa ia dengan bodohnya mengucap omong kosong macam itu?

"Wajahmu begitu ceria hari ini. Kau tidak ingin mengatakan sesuatu, hari ini hari ulang tahunku."

Namanya Zhong Chenle—untuk menyebutkan namanya saja Yeonjun sungkan dan jijik—anak donatur terbesar sekolah ini. Konglomerat yang di segani semua warga sekolah. Laki-laki itu telah mengisi hidup Yeonjun dengan penderitaan yang berlanjut sampai semua siswa di sekolah benci padanya. Yeonjun mau melawan juga percuma, dia tidak cukup kaya untuk bisa menandingi si iblis penguasa sekolah. Yah, money can talk, money can do everything.

Tapi kalau di pikir lagi, muak juga terus berdiam diri saat tertindas seperti ini. Bak mendapat kekuatan dari dewa, Yeonjun akhirnya bangkit berdiri menghadap si iblis dengan berani. Kendati setelah itu tangannya kembali di cekal oleh dua kacung setia Chenle.

Yang paling membuat ia kesal, laki-laki itu tetap pada senyum liciknya, "Lepaskan monster itu. Khusus hari ini aku akan bersenang-senang bersamanya."

Dirasakannya kedua tangan tak lagi terkekang. Si pemuda Choi lantas menatap tajam tepat pada manik onyx milik sang iblis. Mau sampai kapan Yeonjun diam? Jiwa kesengsaraannya meronta-ronta ingin di hapuskan saja. Terlihat sebagai pecundang setiap waktu, diejek dan dijauhi, mau sampai kapan nasib itu terus berulang padanya?

Siapa yang mau hidup seperti Yeonjun, punya hal yang berbeda dari semua orang itu bukan keistimewaan. Yang semua orang lihat, ia adalah monster, monster rambut abu-abu. Iya, Yeonjun dihardik, dibenci, disingkirkan.

"Aku tidak mau bersenang-senang dengan ikan remora. Hanya mengandalkan hiu untuk mendapatkan sisa makanan dan melindungi diri sendiri," ujar Yeonjun dengan emosi membara. Yeonjun sudah lama ingin memakinya. Bagaimana tidak, selama ini ia bungkam agar tidak mendapat masalah. Tapi yang ia dapatkan lebih dari masalah. Rasa sakit tiada ujung serta hinaan di mana-mana.

Chenle tidak sebodoh itu tentang mata pelajaran. Terutama teori yang disampaikan Yeonjun tentang simbiosis komensalisme. Ingin marah, tapi kali ini ia akan main cantik terlebih dahulu. Tersenyum nampaknya lebih baik untuk sekarang.

"Kau boleh memakiku, karena mungkin nanti aku tidak akan melihatmu lagi," balas Chenle, setia pada senyumnya.

Melihat si iblis tetap teguh dengan pose congkaknya, Yeonjun meledak-ledak.

"WAEYO!!!" Seruan itu terdengar begitu memilukan hati, seruan si anak adam yang penuh dengan rasa sakit tak tersalurkan.

Lantas saja tawa remeh menguar dari ketiga orang di hadapannya. Ah, anak itu bodoh sekali. Bisa bisanya masih belum tahu tujuan mereka membuat si monster menderita.

Crown || Choi YeonjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang