Author’s pov
“Berhentilah menangis!” Jennie berteriak dan melempar piring hingga pecah dan isinya berhamburan. Bukannya berhenti, tangisan Fira malah semakin kencang saja.
“Aaaarrrgghh!!!!” ia berteriak frustasi dan mengacak rambutnya. Kepalanya semakin puyeng saja mendengar tangisan perempuan yang paling dibencinya itu.
“Heh orang gila! Diam!” teriaknya semakin keras, ia bahkan memukul kepala Fira sekarang. Fira langsung menutup mulutnya dengan wajah pucat pasi, tangannya bergetar hebat ketika kelebatan-kelebatan masa lalunya yang kelam muncul. Ia memejamkan matanya dan menghela napas panjang berulang kali, ia harus bisa mengendalikan dirinya dan tidak boleh kalah dengan traumanya itu.
“Dasar, menyusahkan saja.” Jennie berdecak dan meninggalkan ruangan, ia mendengus kesal saat menutup pintu rapat-rapat dan menguncinya. “Sekarang aku harus membuatkan makanan lagi untuk si gila itu.” katanya sebelum meninggalkan tempat Fira disekap.
Fira membuka mata dan menatap sekeliling, ruangan ini sempit dan sangat gelap. Hal ini mengingatkannya dari kejadian di gudang sekolah. Bagaimana jika ternyata di tempat ini ada banyak pria?
Air mata Fira kembali berjatuhan ketika kejadian yang mati-matian ingin ia lupakan kembali terbayang. “Fira, ayo kendalikan dirimu. Tidak ada siapapun di ruangan ini selain kau.” Fira menghapus air mata dan menguatkan dirinya.
“Apakah aku berharap banyak jika Mas Alvin datang dan menolongku?”
Tepat di luar, Jennie melangkah menuju tiga orang yang duduk bersama dan berbincang. Ia menatap ke ayahnya yang smenikmati kopi buatannya. “Aku tidak mengerti, kenapa kau malah menculik anak itu?”
Diman meletakkan cangkir kopi di meja dan menatap Riski, “Secara materi kita tidak mendapatkan keuntunga apapun. Tapi secara emosional, bayangkan betapa menderitanya mereka semua kehilangan satu-satunya harta yang mereka miliki.”
Riski dan Kayla saling berpandangan, sebenarnya mereka berdua tidak setuju akan penculikan Fira ini. Tetapi karena Diman mengatakan dia bertanggungjawab atas Fira, dia memutuskan untuk membiarkannya saja.
“Saat ini kondisi kesehatan Kakek anda memburuk, bisa jadi dia meninggal dunia karena ini. Bukankah nyawa harus dibayar dengan nyawa?”
Kayla menunduk, saat ini ia cemas bukan main. Alvin memanggilnya dan memberi tugas penting, tetapi ia tak yakin menghianati Diman dan ayah kandungnya sendiri. Beberapa hari setelah melarikan diri dari kejaran polisi mengenai kebakaran di Bready, Diman dan Riski bertemu di sebuah tempat rahasia di luar Kediri. Kayla sengaja tidak mengatakan apapun pada Alvin mengenai Diman, ia hanya mengatakan pergi ke luar kota bersama ayahnya selama beberapa hari.
“Tapi, tidakkah ini terlalu kejam?”Diman menggeleng, “Ingatlah, orang yang menjodohkan ayah Anda dengan perempuan lain adalah Rosman. Dia juga yang menyatakan ketidaksetujuannya ketika ayah Anda mengatakan tentang keberadaan ibu anda.” Riski mengangguk, ia memutuskan ikut saja dengan Diman.
“Jennie, antarkan kembali makanan untuk Fira.” Jennie mendengus, ia melangkah menuju tempat yang bahkan tidak layak disebut dapur. Tapi disitulah tempatnya memasak. Dalam hati ia berdoa semoga tidak lagi bersembunyi dan berpindah-pindah tempat.
Jennie kesal karena harus berpindah tempat hampir setiap minggunya, sekarang ia sedikit senang karena bisa melampiaskan kekesalannya pada seseorang yang pernah dia bully dimasa sekolah dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love : The Last Message
Romansa"Enough, Alvin! Sudah cukup dengan semua ini!" Malvani Syafi'i Ralindra. "No, Alvan. No one can stop me, meskipun itu kau." Malvino Syafawi Ralindra "So, i must do this to take care of mine?" Canberra Farnaz Azra Alfarizi. "If you can't be mine...