37. Thousand Lights

3.4K 502 15
                                    

Waktu sekarang menunjukan pukul 10:30 di pagi hari. Volunteer dari Korea Selatan juga udah tiba di Berantul, kawasan yang ada di Indonesia yang belum memiliki akses terhadap penerangan kayak lampu contohnya.

Berantul merupakan Desa yang jaraknya 3 jam dari Jakarta. Untuk sampai kesini, gak mudah tentunya. Selain jalannya yang berliku-liku, jalanannya rusak banget. Kayaknya itu salah satu faktor kenapa Desa Berantul sulit untuk diakses.

Para volunteer disini tidurnya ditenda. Iya tenda semacam tenda pengungsian, ada kasur juga kok, kayak kasur-kasur gantung gitu.

Setelah berkenalan dengan warga dan menyapa mereka, kita langsung melakukan projek UNICEF yang berjudul 1000 Lights for You. Untuk alat-alatnya, udah disiapkan oleh UNICEF. Datengnya juga bersamaan sama kita. Jadi gak perlu nunggu lama lagi.

Kita memulai untuk memotong bambu, sebagai ganti tiang listrik untuk diluar-luar rumah dan jalanan, untuk menerangkan jalanan di malam hari. Karena disini gak ada sama sekali lampu. Mereka hanya menggunakan obor. Tapi kan cahaya obor gak seterang cahaya lampu.

Semua volunteer yang datang dibagi menjadi beberapa tim. Ada tim yang bertugas untuk memasangkan lampu, ada yang bertugas untuk mengukur kabel yang perlu untuk digunakan, ada yang bertugas untuk menanam kabel, ada yang bertugas mengecek apakah lampunya udah aman untuk dipakai atau belum.

Sementara gue, ada di tim memasang-masangkan lampu. Cukup gampang sih sebenernya. Tapi kalau ada ratusan lampu yang harus dipasang, lumayan pegel juga. Tapi itulah pentingnya kerjasama tim, gue disini gak sendirian, ada beberapa orang lainnya yang tugasnya sama seperti gue, nah, Jaemin temennya Jeno berada di dalam tim yang sama. Walaupun dia itu wakil ketua pelaksana, ya dia juga ikut bantu-bantu. Gak cuna nyuruh-nyuruh aja.

Kita memasang lampu untuk diluar dulu. Dan karena memotong bambu dan mengukur kabel yang diperlukan untuk menyambung kabel ke sumber tenaga listrik membutuhkan waktu yang cukup lama, kita belum memasang lampu di rumah-rumah warga.

Oh iya, gue lupa bilang, kalau di Desa Berantul ini sebenernya udah ada semacam akses ke listrik, hanya jauh dari pemukiman warga. Nah, UNICEF ini kerjasama sama pemerintah setempat dalam melaksanakan projek ini. Walaupun warga setempat punya akses ke listrik, mereka gak mengerti sama sekali. Kepala desanya juga kurang ngerti akan hal-hal itu. Ini daerah pedalaman, gue ingatkan sekali lagi, jadi walaupun warga sebenernya punya akses ke listrik, tapi mereka gak tau cara menggunakanannya– mereka hanya mengandalkan penggunaan obor sebagai penerang di malam hari.

"Capek gak, Sie?" Tanya Jeno yang sekarang duduk disebelah gue. Ini udah sore, mau jam 5 dan matahari udah mulai menyembunyikan dirinya dibalik gunung.

"Capek, tapi seneng." Melihat warga-warga yang sangat antusias dengan projek ini membuat gue senang. Mereka juga turut membantu pekerjaan kita walaupun kita sama sekali gak memintanya. Senyuman orang-orang yang tinggal disini itu, tulus banget. Keliatan kalau mereka bener-bener bahagia dengan projek yang dilakukan oleh UNICEF.

Jeno daritadi sibuk, karena Hendery tau kalau Jeno kerja di UNICEF. Jadi alih-alih menjadi volunteer, dia menjadi bagian dari official sekarang dan menjadi salah satu orang yang bertanggung jawab di lapangan.

"Lo bisa nemu sinyal gak?"

"Nggak." Mata gue menatap layar handphone gue yang menunjukan no signal disebelah kiri atas. Emang semenjak kita sampai disini, gak ada sinyal sama sekali. Kalaupun ada, hanya bertahan beberapa detik lalu menghilang lagi.

"Kayaknya kakak gue lagi gak karuan sekarang." Kata Jeno tiba-tiba.

"Kak Gongmyung?" Gue menoleh ke arahnya.

Adoring Doyoung | Kim DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang