-3-

14 1 0
                                    

Pikirnya kejadian itu hanya berlangsung beberapa detik, tapi cukup lama istri juragan berdiri di depan cermin dengan tubuh telanjang. Ia seakan sedang mengobrol dengan seseorang dan dilihatnya memang istri juragan sedang menggenggam telpon menggunakan tangan kanan dan tangan kirinya sambil mencoba memakai celana dalam yang sudah diganti. Hati seorang anak yang tak pernah melihat sesosok perempuan umur kepala tiga telanjang dengan bodi tubuh yang masih bagus, sebab jelas Peksa juga tahu bahwa istri juragan adalah wanita yang rajin berolahraga dan merawat tubuhnya. Sekarang Peksa merasa ada yang bergerak dan mengeras di balik celana kusutnya, menahan juga untuk tidak kencing di celana. Semakin waktu berjalan bukannya istri juragan cepat memakai baju melainkan ia asyik dengan obrolannya di telpon dan anehnya ia tak segera memakai pakaian, hanya celana dalam dan tanpa penutup apapun lagi di tubuhnya. Karena Peksa terlalu kencang menarik korden kamar juragan, tiba tiba terdengar bunyi "krekkk" seperti bunyi sobekan. Korden di kamar itupun sobek dan dengan sangat terkejut istri juragan melihat ke arah korden. Hati Peksa sudah tak karuan, ia takut setakut-takutnya, ia panik dalam kondisi yang sangat tidak menguntungkannya kali ini. Akan tetapi, mimik muka istri juragan segera berganti ke mimik muka yang biasa kembali, tadi raut mukanya menunjukkan terkejut, tapi dengan cepat berganti biasa kembali, dan yang menurut Peksa aneh mengapa istri juragan tak memarahinya padahal ia berdiri berjarak cukup dekat dengan tempat berdiri istri juragan dan melihatnya telanjang.

Kaget yang dialami Peksa perlahan surut, namun sekarang ia memikirkan kebingungan. Bagaimana tadi saat di kamar istri juragan tak melihatnya. Sekarang Peksa di kamar mandi memikirkan ini, dengan air yang dipancurkan dari kran kamar mandi ia duduk di closet jongkok dan dengan mimik takut bayangannya mulai terlintas macam-macam. Yang ia ingin segera tahu adalah apakah semua orang tak melihatnya atau hanya tadi istri juragan. Peksapun keluar kamar mandi dan mulai datang ke tempat orang-orang berkumpul di rumah juragan. Memang benar ia tak di sapa atau diperhatikan oleh orang lain, tapi itu belum menunjukkan bahwa ia memang tidak terlihat, pasalnya anak rendah, bodoh, dan nakal seperti Peksa memang tak pernah mendapat perhatian orang lain.

Keluar ide yang cukup menyenangkan pikir Peksa. Beberapa orang di sana ia sangat tahu dan punya cerita menyedihkan dengannya. Ia lihat ada Pak Sae penjual martabak mini di dekat pasar. Peksa masih ingat bagaimana kepalanya pernah di pukul dengan pembalik martabak hanya gara gara ia mengejek Pak Sae lebih cocok jadi tukang gali kubur daripada penjual martabak mini, karena ia tak pernah senang melihat orang lain mendapat suatu kebahagiaan, kecuali kebahagiaan di keluarganya. Melihat anak tetangganya berhasil di terima kuliah di Cambridge University mukanya merah padam, sangat marah Pak Sae waktu itu, sebab ia tak habis pikir bahwa tetangganya yang hanya penjual mentimun dan peniti bisa menyekolahkan anaknya di kampus beken seperti itu. Karena kecemburuan muncullah ide-ide memfitnah tetangganya. Pada semua pelanggan di warung martabaknya ia menceritakan kisah orang tua yang rela main dukun demi anaknya bisa sekolah.

Jelas ini adalah sebuah fitnah pikir Peksa, sebab ia tahu jelas bagaimana sikap dan sifat keluarga yang anaknya bisa kuliah ini, terlebih karena untuk makanpun masih kesusahan, tak mungkin mereka datang ke dukun dan membayarnya, uang darimana pikir Peksa. Saat itu juga Peksa mulai berulah dengan Pak Sae, ia mulai mencuri beberapa bahan untuk membuat martabak di warung milik Pak Sae. Mencuri plang baliho milik warung Pak Sae yang ia jadikan alas tempat tidur Peksa di rumah, mengambil martabak yang telah matang. Dan tiba suatu saat ia dijebak dengan warung yang kosong, saat Peksa sedang beroperasi tiba-tiba beberapa orang datang dan menangkap Peksa secara serentak, otomatis waktu itu ia tidak bisa kemana-mana dan hanya pasrah. Tiba-tiba yang keluar dari mulutnya bukanlah ucapan permintaan maaf, melainkan sebuah umpatan.

"Hei Pak Sae tak cocok sebenarnya Bapak menjadi penjual martabak, sebab kupikir pekerjaan yang cocok untuk Bapak adalah tukang gali kubur. Karena tiap melihat tetangga dan orang lain di sekitarmu bahagia, bukannya kau ikut bahagia dan memberikan selamat. Tapi karena irimu kau buat fitnah-fitnah yang keluar dari mulut kotormu." Teriak Peksa saat beberapa orang telah menangkapnya.

Tanpa reaksi muka apapun tiba-tiba Pak Sae pergi ke belakang, dan tiba-tiba datang kembali dengan alat yang digunakan untuk membalikkan martabak di penggorengan. Peksa cukup takut waktu itu, ia tak berpikir apa yang akan terjadi setelahnya, tapi yang ia ingat waktu itu hanya bayangan Bapaknya.

Suara sangat keras terdengar "Praaakkkkk". Gagang yang terbuat dari besi itupun patah, dan tiba-tiba keluar cairan merah menetes dari kepala Peksa. Beberapa warga yang melihat cukup kaget dengan kejadian itu, segera mungkin mereka membawa Pak Sae ke tempat yang jauh dari tempat itu. Kepala Peksa terasa sakit, dan sebab ia melihat darah menetes dari dahinya dan mengotori baju pemberian bapak yang bapak jahit sendiri. Tiba-tiba Peksa melihat dunia di depannya berputar, penglihatannya kabur, dan setelah beberapa detik kemudian ia hanya melihat warna hitam, sebab ia tak kuat lagi dan jatuh pingsan.

Saat matanya kembali terbuka hanya langit-langit rumah yang ia lihat, beberapa orang masih berdiri di sampingnya. Tatapan mereka telah berubah 1800 menjadi tatapan kasihan, mungkin sebab mereka melihat kejadian tadi dan rasa kemanusiaan naluriahnya muncul. Tak ada lagi terlihat rasa kesal dari mereka semua. Tapi Peksa tak melihat Pak Sae di sana, sebab ajaran dari Bapaknya bahwa siapapun yang salah ada kewajiban untuk meminta maaf, Peksa ingin segera bangun dari tempat tidur dan meminta maaf kepada Pak Sae bahwa memang benar ia yang salah dengan mencuri barang milik Pak Sae, walaupun itu dengan niatan yang menurutnya baik. Karena untuk beberapa waktu ia sadar bahwa kebenaran adalah transformasi dari masa lalu dan masa depan. Untuk masa lalu yang tak pernah ia lupakan dan masa depan yang ia ingin lihat lebih cerah lagi makanya ia sadar bahwa minta maaf adalah sebuah solusi.

---

Masih dengan rasa heran yang membayanginya, mengapa semua orang mendadak seakan mengganggap ia tak ada, atau memang ia tak ada di sana dalam harfiah wujud sebagai manusia. Benarkah mereka tak melihatnya sebagai Peksa atau memang mereka tak melihatnya sama sekali. Ide kemudian muncul di kepala anak yatim ini, sebab perempuan cantik yang ia idamkan ada di rumah itu, walaupun masih dalam kondisi berkabung. Peksa mulai mencari-cari perempuan itu, perempuan yang selalu berjalan di pikirannya setiap malam. Perempuan yang terkadang membuat birahinya naik sekaligus menjadi alasan untuknya semangat bekerja menjual ikan milik Bapak perempuan itu.

Sesampainya di ruang tengah, memang benar ia melihat sesosok jenazah tertutup kain kafan dan bertuliskan tulisan arab menutup sesosok di sana. Ia mulai heran dengan siapa yang ada di sana, beruntung tidak lama Iling, perempuan yang ia idam-idamkan juga ada di sana, menangis yang tak keluar air mata, karena mungkin air mata itu telah habis sebab matanya memang benar-benar sembab. Kain itupun terbuka dan betapa terkejutnya bahwa yang ia lihat terbujur kaku di depan mereka yang sedang mendoakannya adalah sesosok laki-laki yang ia kenal dengan baik, karena selalu mengenakan pakaian koboi mirip aktor Hollywood yang Peksa kadang menonton di televisi. Ya, itu adalah jenazah juragannya, ia terbujur kaku di sana dengan muka yang pucat dan bibir kebiruan. Banyak pertanyaan kemudian membebani pikiran Peksa mengapa juragan yang ia lihat selalu riang dengan rokok cerutu di tangan dan secangkir kopi hitam sekarang meninggal tak bernyawa.

PeksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang