Secrets & Lies (COMPLETED)

Sebuah Kepercayaan

"Hai, Jeff" Sapa Nico saat di jalan menuju kelas.

"Hai, Nico" Balas Jeffrey dengan riang.

"Seperti kemarin lusa, nanti aku boleh tidur di rumahmu lagi?" Tanya Nico.

"Tentu saja. Kamu seharusnya tidak bertanya hehe" Jawab Jeffrey santai.

Mereka berdua berjalan menuju kelas. Hari ini ada kelas kombinatorik, matematika.

Sebenarnya Nico agak merasa sedikit aneh setelah membaca diary Jeffrey. Ia masih saja tak habis pikir ternyata Jeffrey bisa sekuat dan setegar itu. Ada sebuah rasa bersalah sebenarnya di dalam diri Nico, tapi ia berusaha untuk melupakannya.

"Hey, hey?" Jeffrey melambai - lambaikan tangannya di wajah Nico. Ternyata Nico termenung.

"Hey? Kelas sudah selesai. Ayo ke kantin!" Ucap Jeffrey lagi.

"Oh, iya. Ayo". Buyar sudah.

***

"Kenapa tadi kamu melamun? Kamu tidak enak badan?" Tanya Jeffrey kepada Nico saat di perjalanan pulang.

"Oh, tidak apa - apa. Aku rasa aku hanya kurang tidur" Jawab Nico.

Hari ini mereka tidak membeli lauk.

"Kita masak saja, ya" Kata Jeffrey.

"Siap, pak. Biar aku saja yang masak" Ujar Nico.

Mereka kali ini makan lebih lahap dari biasanya. Wajar saja, mereka tadi tidak sempat ke kantin lagi karena sudah kepepet dengan jadwal kelas yang padat belum lagi cuaca yang gelap membuat mereka harus segera pulang.

"Nico, aku mau berbicara sesuatu" Ujar Jeffrey yang membuat Nico tersentak. Nico takut jika kelakuannya kemarin malam diketahui oleh Jeffrey.

"Ehm.. A.. Apa, Jeff?" Tanya Nico sedikit gugup. Ia terlalu susah untuk menyembunyikan kegugupannya. Nico bukanlah orang yang pandai dalam bermain drama.

"Besok aku ingin menemui Bu Chika. Temani aku ya" Jawab Jeffrey, santai seperti biasanya.

Nico menghela nafas panjang sebelum berkata, "Ohh.. Siap.. Siap.. Untukmu bulan aku ambilkan" Kata Nico sambil tertawa.

***

Malamnya mereka tidur lebih awal karena besok ada kelas jam 7 pagi, tetapi mata Nico masih terbuka lebar. Rasanya sudah lebih dari setengah jam, tetapi dia masih gelisah di atas kasur sedangkan Jeffrey sudah berdengkur dan tidur dengan pulasnya. Dia sudah mencoba untuk tidur, putar kanan, putar kiri, guling kanan, guling kiri, ambil bantal, buang bantal... Ah... Percuma, matanya masih belum ngantuk. Ia bahkan juga sudah menghitung domba, tetapi sama saja, nihil. Seakan - akan ada yang mengganjal dipikiran Nico sehingga ia tidak bisa mengantuk dan tidur.

Tiba - tiba terlintas dipikirannya sebuah kata, "Diary?" Gumamnya.

"Mungkin" Gumamnya lagi sendiri.

Kemudian ia beranjak dari kasurnya dan pergi diam - diam ke arah meja belajar Jeffrey untuk mencari buku sakral tersebut.

"Nah, ini dia" Bisik Nico ke dirinya sendiri.

Kemudian dia mulai membacanya dari halaman terakhir dia membaca kemarin malam.

Satu halaman, delapan halaman, dua puluh tiga halaman, sudah berpuluh - puluh halaman ia baca. Tetapi ia tak menyadari sudah berapa jam ia tidak tidur.

Nico sudah hanyut dalam bacaan diary tersebut. Seakan - akan ia sedang membaca sebuah novel best-selling sepanjang masa. Tiba - tiba terdengar suara dari kasur, ia sontak melihat ke belakang dan ternyata sudah berdiri seorang remaja laki - laki yang memperhatikannya. Ia terkejut tiada kepalang. Ia benar - benar terkejut. Tangannya gemetaran, apalagi suaranya... "J.. Je.. Jeff?" Katanya gemetaran.

"Apa maksudmu?" Tanya Jeffrey. Tampak pipinya basah karena air mata.

"Ma.. Ma.. Maaf, Jeff. Aku.. A.. Aku bisa ... jelasin semuanya. Aku.. Aku hanya.." Nico kehabisan kata - kata. Ia benar - benar merasa bersalah.

"Sudahlah, Nico. Begitukah caramu merusak kepercayaan yang telah kita tanam hampir 1 tahun yang lalu? Aku rasa semuanya sudah cukup jelas. Sebaiknya kamu tidur, aku ke toilet sebentar" Jeffrey berlalu.

Nico sedikit kebingungan. Dia marah, tetapi.. kenapa aku merasa jika ia tidak benar - benar marah? Hatinya berkata "Nico ini semua salah kamu".

"Benar. Aku lebih baik tidur saja" gumam Nico.