"Evening, princess! Hehehe. What are you up to?" sapanya ceria segera setelah gue angkat telponnya.
Prinsas prinses! Dian Sastro tuh urusin!
Tapi gue baru aja melakukan dosa besar, jadi gue tahan.
What is it that everybody's calling me princess today? I hate that. Ucup was okay because he's definitely just being sarcastic though. Okay I'm being biased.
"Hi.. nggak ngapa-ngapain.." sahut gue berusaha mengontrol suara agar terdengar normal.
"What's the matter? You sound..different?"
"Hmm, hehe iya. Lagi nggak enak badan kayaknya. It's been raining."
"So I heard. Habis kehujanan emangnya?"
"Iya. Dikit." dikit sampe harus ganti baju dan menyebabkan kecelakaan.
"Kok bisa? Dari mana tadi?"
"Chatuchak. Terus gerimis, eh pas jalan ke stasiun deres. But I'm fine, no worries."
"Langsung panggil taksi dong, sayang. Kenapa sih suka banget repot naik kereta segala?"
"Iya maaf. Aku istirahat ya? Besok kan harus kerja." gue nggak mau memperpanjang perdebatan ini. He's a bit too much when he's worried.
"Aku suruh supir kantor antar ya? Please?" suaranya terdengar khawatir.
"Thanks babe, but the institution will pick me up, nggak usah repot kamunya." jawab gue bohong.
"Ya udah, get some rest. Minum obat ya. Don't skip dinner."
Kenyang gue. Kenyang makan bibir dan rasa bersalah. You're such an ass, Indrika.
"Will do. Bye Nick."
"Love you."
Mampus. Nggak ngerti lagi mau gue apain jalan hidup gue ke depan.
It won't be as simple as "Hey, Nick. Can we just break up? I love you, but I think someone else just stole my heart and he made me more passionate about doing all sorts of stuff with him."
Dengan ini gue pantas dipenjara di Azkaban dan disedot Dementor setiap hari.
People say love is never wrong, the timing is just incorrect. Ya sama aja dong. Kenapa gue ketemu dianya nggak nunggu pas udah putus aja? Kalo gue putus.
Gosh, I don't even know if he has someone. Atau jangan-jangan dia pria beristri yang anaknya udah TK?!
Semakin malam gue makin parno dan akhirnya gue pesan susu hangat di restoran hotel untuk menenangkan hati. I'm not an all-problems-are-solved-with-alcohol kind of person, so warm milk will do just fine.
Hape gue bergetar beberapa kali menandakan masuknya pesan WhatsApp.
Brian sent you a photo. Berulang sampai 23 kali.
Hati gue kembali mencelos. Nggak sedikitpun gue buka whatsapp untuk mengintip apa yang dia kirim.
I've decided to ignore him until I know how to clean up this mess. First things first, I gotta deal with Nick.
Kalaupun gue putus, yang mana merupakan hal paling masuk akal yang seharusnya terjadi karena di sini gue yang bajingan, maka gue harus siap juga dengan kemungkinan bahwa ke depannya gue nggak bakal end up sama siapapun. Hell, I don't even know who Brian actually is.
Siapa tau dia psycho? Atau playboy kelas teri yang setiap traveling selalu mencari wanita ke sana ke mari?
Tapi gue cuma manusia tidak sempurna yang sesalah apapun, akan berusaha mencari pembenaran terlebih dahulu. Dan hati kecil gue terus membisikkan nama itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
November Rain
ChickLit"Brian. Nama gue Brian. Lu kan denger tadi nama kita dipanggil barengan?" ujarnya ketus. Indrika memandang laki-laki yang membangunkannya dari last call pesawat yang hampir membuatnya ketinggalan penerbangannya ke Bangkok tadi. Punggungnya perlahan...