#1

35 3 2
                                    

Di kaki gunung Merbabu, April, tahun lalu.

Zara meluruskan kakinya, keringatnya masih bercucuran, napasnya belum beraturan.
"Gimana? Seru kan?" Tanya seorang pria yang akrab disapa Bara.
Zara hanya mengangguk.
"Kamu tau apa yang paling spesial dari pendakian?" Tanya Bara, lagi.
"Apa?" Zara balik bertanya
"Diatas sana, ada rindu yang masih mencari Puan-nya, ada rasa yang kehilangan arah, ada juga asa yang bersinar bagai nirwana. Setiap langkah yang kita jejaki adalah harap, setiap tanah yang kita pijaki adalah kenangan"
Zara tersenyum, lalu dibalas dengan tatapan teduh dari pria yang ia cintai sejak 4 Tahun yang lalu. Bodoh. Zara tenggelam dalam tatapan teduh Bara. Tatapan yang membuatnya enggan beralih pada hati lain, tatapan itu pula yang membuatnya enggan beranjak pada rasa lain.

Wahai Bara, kita adalah kata, kata menciptakan rasa, rasa menyeret bahagia, bahagia ditepis luka, luka mengubur masa, namun masa tetap membelenggu kita.

"Zara kayaknya bakal ketagihan buat naik gunung terus deh, Bar." Ucap Zara
"Bara temenin, deh." Balas Bara sambil mengusap lembut ubun-ubun kepala Zara.
"Emang Bara gak bosen? Dari dulu nemenin Zara terus?"
"Terus Zara juga emang gak bosen? Dari dulu ditemenin Bara terus?"
"Ya abis gak ada lagi yang mau nemenin Zara seintens Bara, sih"
"Nah, yaudah. Jangan bosen, ya. Bara juga gak akan bosen"
Zara tersenyum, lagi. Pria yang bersamanya ini memang tak pernah lelah untuk tetap berada disampingnya.

Tiba-tiba ponsel Bara berbunyi, di layar ponselnya tertulis nama 'Resa'. Bara bergegas mengambil ponselnya, Zara menunduk.

"Bara. Salamin ya buat pacar kamu" Ucap Zara pelan.

Zara dan BaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang