Pengenalan tokoh utama:
1. Airina Ashia Afra (Shifra)
2. Alexander Zachary Rahman (Xander)Hari ini adalah hari pertama gadis itu masuk sekolah di jenjang menengah atas. Menyebalkan karena ia harus masuk hari pertama sekolah sendirian, sendiri. Mungkin akan sedikit susah bagi gadis itu untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya, tapi itu bukan penghalang. Ia selalu ingat, jika kau ingin mencapai sesuatu kadang kau harus mengorbankan atau bahkan meninggalkan sesuatu yang lain.
Gadis itu... Airina Ashia Afra, kau bisa memanggilnya Shifra sedang duduk termenung di salah satu tempat duduk di sekolah barunya. Sebenarnya ia tidak sedang termenung, ia sedang mendengarkan musik yang mengalun lembut di headset yang tergantung manis di kedua telinganya. Lagu A Whole New World... Lagu itu sedang ia mainkan. Ia memejamkan matanya coba membayangkan bagaimana dunia barunya nanti. Apakah memang seindah yang dibayangkannya, atau lebih buruk? Entahlah...
Setelah menunggu cukup lama namanya pun dipanggil. Ia berjalan menuju lapangan. Sepanjang perjalanan ia tak melihat seorang pun yang ia kenal. Semuanya terlihat asing. 'Semuanya terlihat kaya dan bergaya hidup mewah'. Ujarnya dalam hati. Shifra masuk ke sekolah yang... Yah bisa dibilang sekolah elit. Ia berani bertaruh jika lebih dari separuh... Atau seluruhnya adalah anak dari orang yang berpengaruh di kota ini. Sedangkan ia? ia hanya anak dari seorang buruh, ia berharap sekolah di sini akan mengubah hidupnya jauh lebih baik. Mengubah nasibnya...
"Airina Ashia Afra!". Panggil seseorang lewat pengeras suara. Gadis itu segera melepas headset yang tergantung di telinganya dan mengangkat tangan kanannya.
"Saya pak!".
"Pergilah ke kelas anggrek. Kau akan mendapat informasi seputar kelas yang akan kau tempati". Kata salah satu guru mengarahkan.
Shifra menganggukkan kepalanya sekali sembari tersenyum kecil. "Terima kasih pak".
Shifra melangkahkan kakinya yang berada di pojok sekolah. Ia melihat tulisan yang menempel di dinding kelas.
'Kelas Anggrek'
Ia melangkahkan kakinya masuk kedalam kelas tersebut. Semua orang di kelas itu sedang bercengkrama dengan sesamanya. Ia mengamati kelas yang mungkin akan ia tempati selama setahun ini. Ia mencari bangku kosong yang tersisah, namun ia hanya menemukan satu bangku yang ada di pojok. 'Astaga, jika bangkuku ada di pojok, apa aku dapat melihat papan tulis dengan jelas?'. Batinnya sambil menaikkan kacamata yang bertengger manis di hidungnya. Gadis itu merasa minus di matanya mungkin sudah bertambah. Bagaimana nasibnya jika ia tak bisa melihat papan tulis?
'Ah, masa bodoh. Yang penting jalani saja dulu. Pikirnya.
Matanya memandang seseorang yang menempati bangku yang ada di sampingnya. "Umm... Boleh aku duduk di sini?". Tanyanya halus.
Pemuda itu menoleh, kemudian mengangguk sembari tersenyum tipis. "Silahkan...".
Kring...kring...
Setelah bell masuk itu berbunyi, seorang wanita yang cantik masuk kedalam kelas dengan senyum terpantri. "Selamat pagi semua..."
"Pagi buk...". jawab murid lain serempak.
"Baiklah, kita absen semua yang hadir yah...". Guru cantik itu mengambil buku absensi di atas meja dan mulai memanggil semua muridnya satu persatu.
Skip time
"Baiklah perkenalkan nama saya Najach, panggil saja Bu Najach. Baiklah, ada pertanyaan?". Tanyanya pada seluruh penghuni kelas.
Seorang murid mengangkat tangan kanannya. "Ya, kamu yang ada di ujung, ingin tanya apa?".
Anak itu tersenyum lebar. "Bu, usia ibu berapa sih, kok masih cantik aja...". Tanyanya yang sontak membuat seisi kelas mentertawakan ya.
"Beneran mau tahu?".
"Yaiyalah bu."
"Umur ibu 32 tahun, masih keliatan muda ya?".
Seisi kelas sontak melongo. "Hah...".
Bu Najach tersenyum maklum, kemudian ia mengambil spidol di atas meja. "Baiklah... Kita mulai pelajarannya". Bu Najach pun memulai pelajarannya dan menulis materi yang akan ia ajarkan kepada murid-muridnya.
Shifra mengedipkan matanya berulang kali. Matanya tak mampu berakomodasi dengan tulisan yang ada di papan. 'Astaga ada apa dengan kacamata ini'. Ia melepaskan kacamatanya dan mencoba membersihkannya. Shifra kemudian mencoba memakainya lagi dan mengerjapkan matanya berulang kali. 'Sepertinya minus mataku bertambah'. Shifra menghela nafasnya berat.
Shifra berpikir keras. Sepertinya ia tak punya pilihan lain. "Hei, boleh aku bertanya?"
Pemuda itu menolehkan kepalanya.
"Aku tidak bisa melihat tulisan yang ada di pojok itu. Bisa jadi membacakannya untukku?". Punya Shifra lembut.
Pemuda itu hanya diam tak bergeming.
'Astaga, aku kan bertanya baik-baik. Kenapa dia hanya diam tak menanggapi. Dasar pemuda sombong'. Pikir Shifra sebal.
Tak lama kemudian pemuda itu menyerahkan bukunya sembari tersenyum tipis. "Maaf membuatmu menunggu. Aku berusaha secepat mungkin menulis semua yang ada di Papan tulis. Ini salinlah". Pemuda itu berujar datar.
Sebentar Shifra masih tertegun menatap pemuda itu
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Halo semua...ini tulisan pertamaku dan aku sadar kalau masih banyak kesalahan dalam tulisan milikku. Jadi mohon bantuannya 😊😊😊Terima kasih...
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Love You
Teen FictionHanya sebuah kisah berdasarkan pengalaman ... mencintai tak perlu mengatakan. Tapi biarlah waktu dan hati yang mengungkapkan setiap bait dan untaian cintaku