Tentang Senja : - Bait bait puisi tentang ungkapan rasa pengagum senja .
Senja di bibirmu tetaplah sama;
manisnya dosa dalam lukisan surga.Kau adalah senja yang menari bersama cakrawala, menebar pesona dengan senyum jinggamu, aku menjadi penontonmu.
Kaulah senja yang tak pernah habis,
dan aku adalah mereka yg hanya sekedar bisa menikmati keelokanmu.Mungkin senja, adalah senyum Tuhan dipenghujung hari.
Seperti halnya keelokan senja yang jauh,
kau juga merupakan samaran senja yang tegar di barat sana.Senja adalah lengkung senyummu.
Bibirku; garis pantai paling yang jauh dari matamu.Senja; dan segala jingga di matamu;
rinduku habis pada waktu, dan kata kataku jadi batu; aku mencintai ketiadaanmu.Jadilah debar saat aku gemetar,
menjadi sunyi kala aku menyepi,
terbang ke awang ketika aku rindu pulangAku masih menaruh harap pada senja tuk uraikan namanya, atau sekedar kabar sederhana darinya.
Akulah senja disini, menuturkan cerita tentang nada, rekahkan rasa, lindapkan tawa, bibirmu merah terdiam
kau-aku, bertutur sapa dalam merah cahaya senja. membiarkan airmata, tumbuh menjadi doa. kita memang, tak mengerti cinta.
Di antara bias-bias cahaya, sebait puisi tenggelam di kedalaman matahari kuning tua, melagukan elegi senja.
Semburat jingga di langit senja, kita nikmati lewat jendela yang sama. Namun hati entah di mana.
Untuk senja, maaf kamu terlibat, dalam hal-hal yang kusemogakan, dalam sesuatu yang kusebut kebahagiaan.
Kau langit senjaku yang hangat, yang jingganya memberi semangat, yang memeluk begitu erat. tetaplah merona, senjaku.
Senja selalu mengajarkan kita untuk pulang; tak peduli betapa jauh kita terbang.
Di bibir cangkir kerisauan, senja adalah hal yang begitu menenangkan, ketika kusesap berulang-ulang.
Pada senja yang paling sunyi, kita saling berdiam diri; di ujung kisah yang harus diakhiri.
Di ujung senja ini, aku terpaku di matamu ketika jingga melagukan tembang rindu.
Senja menua; senyap yang lahir dari mata sunyi kini menjelma puisi; dalam lembar kertas tak bernama.
Seperti senja, meski sesaat, dimataku, kau adalah ciptaan Tuhan yang paling indah.
Seperti bisikan embun pada pagi, kita tak pernah peduli, pada kesedihan senja yang sebentar lagi kehilangan matahari.
Perlahan, senja lesap di keheningan matamu, mempuisikan kenangan yang kusimpan di jenggala waktu.
Saat matahari akan tenggelam, kenang aku sebagai jingga yang pernah memberi indah pada tubuh senjamu.
Dan gerimis tiba di beranda senja, sepasang rindu tersedu tanpa langit jingga.
Senja; dan segala jingga di matamu; rinduku habis pada waktu, dan kata kataku jadi batu; aku mencintai ketiadaanmu.
Jingga perlahan tenggelam. Semesta siap menyambut malam. Dan di hatimulah, aku jatuh semakin dalam.
Kutemukan senja paling indah di matamu, kudapatkan senja paling merah di bibirmu.
Aku sudah melihat jutaan senja, tapi tidak satupun dari mereka yang lebih indah daripada ketika kau memelukku sebagai sore yang sederhana.