Syahirah 2 || BAB 20

204 10 0
                                    

Ini sudah kali kedua Syahirah melaksanakan sahur bersama suaminya meskipun dengan suasana yang berbeda. Tahun lalu, mereka melaksanakan puasa di apartemen hanya berdua. Buka puasa berdua, sahur berdua. Tahun lalu juga Aldo bersikap manis ke dirinya. Membantunya memasak makanan untuk sahur. Dan saat berbuka, Aldo selalu menyempatkan membeli takjil dipinggir jalanan jikalau Syahirah tidak sempat memasak atau membuat makanan untuk berbuka.

Akan tetapi, tahun ini, mereka berdua harus sahur dirumah orang tua. Semenjak Syahirah tinggal bersama Aldo dirumah orang tuanya, Syahirah tidur pisah kamar dengan suaminya. Saat di apartemen keduanya memang sudah tidur pisah ranjang dan berbeda kamar. Jadi, Syahirah tidak begitu sedih. Yang membuatnya sedih adalah Aldo yang selalu pulang telat tanpa mengabarinya dan ketika berangkat Aldo juga tidak pamit kepadanya. Tidak seperti sebelumnya.

Lalu, ketika pergi ataupun pulang, biasanya Aldo selalu mencium keningnya. Tetapi, sekarang tidak lagi. Aldo menganggap Syahirah sebagai orang asing, hanya sebatas temannya Alea, tidak lebih. Aldo sama sekali tidak mengingat akan Syahirah. Lalu, apakah perjuangan Aldo untuk mendapatkan Syahirah selama ini sia-sia? Tentu saja tidak. Sekarang giliran Syahirah yang berjuang untuk mengembalikan ingatan Aldo tentang dirinya.

Pukul 06.00 WIB. Selesai mengaji, Syahirah segera bersiap-siap. Jam tujuh, bus akan berangkat menuju pondok. Syahirah memakai sepatu kets kesayangannya. Sepatu itu merupakan salah satu hadiah pemberian Aldo satu tahun yang lalu ketika dirinya berulang tahun.

Iya, Syahirah sedang berulang tahun hari ini. Bertepatan dengan satu ramadhan. Di mana hari pertama puasa.

Santi keluar dari dalam kamarnya yang berada di lantai satu. "Kamu mau ke mana Sya?" tanyanya ketika melihat Syahirah yang sudah memakai pakaian rapih--sedang menuruni anak tangga.

"Ma, aku pamit berangkat ke rumah anak pelangi dulu, ya?" Syahirah menyalimi punggung tangan Santi ketika sudah berada di depan Santi.

"Kamu yakin mau menginap di pondok?" Untuk kesekian kalinya Santi bertanya soal keyakianan Syahirah yang memilih menginap di pondok. Dari seminggu yang lalu sebelum puasa, Syahirah sudah memberitahu sekaligus menjelaskan tentang rencana Azki dan dirinya yang ingin membawa anak-anak ke pondok. Bukan hanya mengirim anak-anak ke pondok, tapi juga menemani anak-anak selama berada di sana.

"Iya, ma. Nanti aku pulang seminggu sebelum lebaran. Lagian aku juga nggak full di sana kok, hanya setengah hari. Kalau sempat, aku pulang." kata Syahirah. Santi mengangguk. "Ayah di mana? Aku mau pamit sama beliau."

"Ayah baru saja berangkat, Sya."

"Kalau mas Aldo?"

"Aldo juga sudah berangkat, Sya."

Syahirah menarik nafas lalu menghembuskannya. Sedikit kecewa saat mengetahui suaminya sudah berangkat mengajar tanpa pamit ke dirinya. Karena sudah terbiasa, walaupun belum terlalu terbiasa, Syahirah mencoba mengikhlaskannya dan bertawakal. Berharap suatu saat nanti suaminya akan kembali kepadanya lagi.

"Jangan terlalu sedih, Sya. Kamu harus yakin, kalau Aldo akan kembali ingat sama kamu. Karena cinta Aldo cuma untuk kamu." kata penenang dari Santi berhasil membuat Syahirah tersenyum. Setidaknya ia berhasil membuat Syahirah tersenyum daripada harus melihat Syahirah bersedih.

Aldo dan Syahirah sedang diberikan jarak yang begitu jauh oleh Allah. Mereka berdua sedang diuji. Seperti nabi Adam dengan Siti Hawa yang dipisahkan oleh jarak yang begitu jauh. Dengan rasa sabar, terus mendekatkan diri kepada Allah, terus berdoa dan bertawakal, juga berusaha, pada akhirnya nabi Adam dan Siti Hawa dipertemukan kembali.

Akan tetapi, jarak yang diberikan Allah kepada Syahirah dan Aldo bukanlah seperti jarak antara kota Jakarta dengan Surabaya. Melainkan jarak yang berbeda. Mereka berdua tinggal satu rumah, satu atap, tapi mereka berdua bagaikan orang asing.

Syahirah 2: Aldo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang