*Teruntuk Rasyila*

114 6 0
                                    

Akan ku ceritakan sedikit kisah tentang sahabatku, Syila. Gadis yang memasang topeng ketangguhannya di depan banyak orang. Rasyila Serenida, nama lengkapnya. Dia merupakan teman sebangkuku. Dia baik, baik sekali kepadaku. Syila sering membantu ibunya berjualan baju di toko ibunya, yang terletak di dekat pasar.

Syila punya seorang adik laki-laki. Terkadang, Syila mengutarakan isi hatinya kepadaku. Ia sangat iri dengan adiknya, karena adiknya selalu mendapat perhatian penuh dari ibunya. Pernah Syila sengaja pulang malam, agar ibunya memarahinya. Namun, ibunya malah bersikap acuh. Sangat berbanding terbalik dengan adik Syila, pulang sore saja sudah diintrogasi layaknya seorang tahanan.

Ayah dan ibu Syila resmi bercerai saat Syila menginjak kelas 2 sekolah dasar. Saat itu dia masih belia, tidak tahu apa-apa. Hanya satu yang ia tahu, dulu ayahnya sering memukul ibunya. Dan sekarang Syila paham, mungkin itu sebab ayah dan ibunya bercerai.

Syila lumayan pandai dalam bidang biologi maupun fisika. Terkadang jika aku kesulitan, ia akan senang hati mengajarkanku untuk menemukan jawabannya dengan penuh sabar, ya, mengingat diriku payah dalam bidang tersebut.

Di sekolah aku dan Syila selalu berdua. Ke kantin berdua, ke toilet berdua, ke koperasi berdua, sampai-sampai guru kami mengira kami kembar. Padahal nyatanya, wajah kami berbeda jauh. Nama kami yang hampir mirip juga, menambah faktor orang-orang untuk memanggil kami "Si Kembar".

Aku dan Syila sampai bosan, harus selalu berdua, bahkan saat ujian pun kami tetap berdua. Sebab nomor absenku berada di bawah nomor absen Syila.

Terkadang aku ikut hanyut. Merasakan jika diriku berada pada posisinya.

Syila tinggal bersama nenek dan kakeknya. Di rumah, Syila selalu disalahkan. Menyapu, mengepel, mencuci baju, menyetrika baju, memasak, semuanya ia lakukan, namun tetap selalu aja ada celah untuk ibunya memarahinya.

Hari ini hari kelulusan, hari dimana merupakan hari penentuan apakah siswa akan lulus dan melanjutkan perjalanannya ke jenjang berikutnya.

Sebelumnya seluruh siswa diliburkan selama beberapa Minggu. Hari ini aku senang, karena akan bertemu Syila lagi.

"Syila!" aku melambaikan tangan ke arah Syila. Gadis itu menoleh dan tersenyum tipis.

Syila mendekat dan aku bisa melihat wajahnya pucat. Bibirnya yang semula berwarna merah muda alami, kini pucat pasi.

"Kamu sakit, ya, Syil? Ayo aku antar ke ruang kesehatan, buat minta obat," anjurku.

Syila menggeleng, "Gak usah, Shei,"

Tunggu... sejak kapan Syila memakai cardigan? Seingatku ia sangat benci jika harus memakai cardigan, karena cardigan dan semacamnya membuat Syila gerah.

"Kamu kok tumben pakai cardigan? Bukannya kamu gak suka ya, Syil?" tanyaku sembari kedua netra menatap cardigan hijau yang sudah lusuh.

Syila mengusap kedua lengannya yang tertutup cardigan, "Ehm... dingin, iya, hari ini dingin,"

Bodohnya aku percaya pada ucapan Syila yang saat itu sepenuhnya berbohong.

"Oke, ayo, kita ke kelas," aku mengapit lengannya.

Terlihat Syila sedikit meringis, "Kamu kenapa, Syil? Benar gak mau ke ruang kesehatan?"

Syila menetralkan ekspresinya, senyum kecil terpatri di sudut bibir. Ia menggeleng. "Gak usah, aku gak pa-pa, kok,"

"Syil, nanti main ke rumahku, yuk?" Syila mengangguk.

"Boleh, deh," kami melangkah beriringan menuju kelas yang sudah ramai.

Teruntuk Rasyila ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang