Bu Rukanah menerima sosis Arif dengan derai tawa tiada berakhir. Bukan kenyataan sosisnya murah atau jumlahnya cuma satu yang memancing tawa beliau. Begitulah. Bu Rukanah tertawa karena ucapan Arif. "Bu, selamat hari jadi kabupaten kita." Kalimat itu keluar bersama satu buah sosis yang disodorkan di depan wajah Bu Rukanah yang mengisi jadwal piket penjaga kopsis. Setelah mengucapkan terima kasih (kok?), Arif ngeloyor pergi begitu saja. Masalahnya, batin Bu Rukanah, hari jadi kabupaten sudah berlalu dua bulan yang lalu.
Sementara itu, Aby terpaksa gigit jari. Seharusnya dia bawa bendera kuning untuk mendeklarasikan kekalahannya. Jangankan memberi sosis pada Marisa, mendekatinya saja harus berpikir dua kali. Pujaan hatinya itu sedang bercanda ria dengan sang kekasih, membuatnya minder di tempat. Kalau soal tinggi badan sih, Aby mungkin beda tipis dengan pacar Marisa. Tapi kalau soal kualitas wajah dan kuantitas dompet, jelas...dia bahkan tidak bisa membayangkan perbedaannya yang terlalu jauh. Sangat, sangat, sangat jauh. Hiks. Nasib. Dia pun nekat memakan sosisnya sendiri setelah memastikan tidak ada Koko di sekitarnya.
Lalu Mahendra, curut satu itu, hanya mampu bengong di pinggir lapangan sembari menonton matahari mengamuk. Panas.
Dia melirik telapak tangannya, eh ada sosis. Hanya akan buang-buang duit seandainya sosis ini tidak dia berikan pada siapapun. Lupakan ide untuk melahapnya, baunya saja dia tidak suka. Amis-amis mentah, lembek lagi. Menjijikkan. Karena belum (atau tidak?) mempunyai ketertarikan khusus dengan teman-teman ceweknya, Mahendra akhirnya beranjak ke kelas dan memutuskan memberikan sosis ke sembarang anak demi mencegah kemubaziran makanan.
Pilihannya jatuh ke cewek paling pendiam di kelasnya, Ayu. Dia sengaja memilih yang paling pendiam supaya tidak mengundang munculnya isu seperti: 'eh, ternyata si Mahendra suka Ayu', 'wah, Mahendra ternyata diam-diam mengagumi Ayu', atau 'jadi Mahendra sengaja memberikan sosis sianida ke Ayu?!'. Nonsense.
"Yu, nih. Gue syukuran empat bulan." Kata Mahendra, meletakkan satu-satunya sosis ke meja Ayu. Maksud Mahendra adalah syukuran empat bulan dirinya di kelas XI.
Ayu yang asyik membaca komik mendongakkan kepalanya selama sepersekian detik. Setelah itu, dia kembali berkutat dengan bacaannya. Bagaimana dengan sosisnya? Dia sama sekali tidak menyentuhnya.
"Eh, Yu. Ini gue ikhlas kok ngasihnya." Ulang Mahendra, secara tersirat menyatakan 'santai man, gue gak nyolong kok'.
"Maaf, aku alergi sosis." Balas Ayu, tanpa menatap lawan bicaranya.
"Serius? Samaan dong." Merasa menemui spesies yang sama, bukannya tersinggung Mahendra justru nyengir kuda. Dasar domba berbulu serigala. Ngapain sok cool kalau hatinya mirip Hello Kitty?
"Hmm," gumam Ayu setengah tidak peduli.
Mahendra pun berlalu. Alergi itu nggak enak, batinnya. Dia tidak akan pernah memaksa seseorang untuk memakan sesuatu yang mereka hindari.
Tiba-tiba sudut matanya menangkap Galih di baris depan sedang tiduran. Sosis yang dia beli di kantin tergeletak begitu saja di samping kepalanya. Lagi-lagi Mahendra menemukan teman senasib sepenanggungan.
Dia menghampiri bangku Galih. "Mau lu kasih ke siapa?" Tanya Mahendra, menarik satu kursi anonim ke dekat Galih kemudian mendudukinya.
Meskipun matanya terpejam, indera pendengaran Galih nyatanya masih berfungsi dengan baik. "Ada deh. Mau tau aja lu." Balas Galih, tersenyum kecil.
"Alah, sini tukeran sama gue." Mahendra meraih sosis Galih, memindahtempatkan sosisnya sendiri ke tempat sosis Galih berada.
Galih membuka matanya. "Ambil sana. Makan, biar lu gemuk." Katanya, menatap tingkah Mahendra dalam mode mager.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAH [end]
Разное[Boyslove] Gimana rasanya jadi tokoh utama sebuah prank karena kalah taruhan? Sabar ya, Mah. Kan taruhan adalah lambang kehormatan laki-laki. Bukti keberanian tak terbantahkan. Tinggal ajakin Galih Galileo ketemu dan ambil satu ciuman basah darin...