ONIGIRI

936 59 4
                                    

Amel memanggul tas Carrier-nya keluar dari mobil dengan sedikit susah payah. Sebentar, ia mematut dirinya lewat kaca spion samping. Membenarkan letak poninya, serta memastikan rambut kuncir kudanya tidak berantakan. Ia harus terlihat sempurna diantara yang lain agar bisa menarik hati seseorang, pikirnya licik.

"Gimana? Udah anak gunung banget belum gue, Kak?" tanyanya seraya menggerak-gerakan kedua alisnya genit. "Anak gunung cantik," katanya lagi.

Beby memutar bola matanya malas. Entah adik sepupunya ini hendak menaiki gunung atau ikut fashion show sebuah brand peralatan mendaki, pikirnya. Overall, adik sepupunya itu memang cantik, mau diapakan juga. Ia hanya malas membuat si centil itu makin besar kepala.

"Udah telat, tuh, sana masuk. Awas, hati-hati bawanya. Jangan serampangan, itu kesayangan gue semua," sahut Beby dari balik kemudi.

Kemudian setelah melihat jam tangannya, mereka saling melambaikan tangan satu sama lain. Amel buru-buru melangkahkan kakinya memasuki area parkir kampus. Jika ia tidak salah ingat, acara akan dimulai sekitar sepuluh menit lagi. Ia harus sedikit cepat mengingat spot berkumpul adalah di depan gedung Fakultas Pertanian nun jauh di sana.

Huh, syukurlah ia tidak begitu terlambat. Beberapa mahasiswa-mahasiswi terlihat masih berkerumun dan saling mengobrol. Amel melihat Tasya--sahabat karibnya--sedang celingak-celinguk seperti sedang mencari seseorang, sama sekali belum menyadari keberadaannya. Lagi-lagi dengan cengiran lebarnya, Amel menyelinap kedalam barisan sebelum tiba-tiba Carrier-nya ditarik oleh seseorang.

"Belum apa-apa udah telat. Gini mau ikut nanjak?"

Nada datar yang begitu menyebalkan terdengar di telinga Amel. Anak itu mendengus sebal. Untuk sekejap saja semua aura positif yang memancar dari tubuhnya tiba-tiba menggelap.  Kenapa yang pertama kali menyadari keberadaannya malah manusia es balok ini, sih? Ia menggeram. Dalam hati ia mengingatkan dirinya untuk memberi pelajaran kepada Tasya karena telah memberikan informasi yang salah.

"Gausah pegang-pegang, Erika!" katanya ketus. Amel menepis tangan yang memegang Carrier-nya dengan kejam.

"Kak Erika," balas orang itu penuh penekanan. Tatapan matanya seolah mengintimidasi Amel untuk meralat ucapannya.

Amel berdecak. Ia melipat kedua tangannya di dada. Sedikitpun tak ada raut ketakutan di wajahnya. Ia malah berbalik menatap Erika sebal.

"Umur lo sama gue cuma beda 5 bulan, gausah gila hormat mau dipanggil 'Kak' segala mentang-mentang lo satu tingkat diatas gue! Ngga akan pernah!" Ketus Amel, lagi.

Entah mengapa ia selalu tersulut emosi oleh orang yang bernama Erika ini. Dimana ada Erika, disitulah Amel merasa tekanan darahnya meninggi. Meskipun Erika adalah Kakak Tingkatnya, tapi ia sama sekali tak berminat berbaik hati pada orang itu sebagaimana biasanya ia bersikap kepada kakak tingkatnya yang lain. Karena dimatanya, Erika hanya anak gila hormat yang begitu menjengkelkan dan selalu mencari cara agar bisa membuat ia berteriak kesal.

Ia benar-benar harus memberi Tasya pelajaran. Bukannya temannya itu bilang Erika tidak akan ikut serta dalam acara Mapala kali ini? Itulah alasan lainnya kenapa ia makin semangat untuk ikut pendakian ini.

"Suruh siapa dodol,"

Sahutan Erika itu membuat amarah Amel mendidih hingga ke ubun-ubun. Ia siap meledak apalagi melihat senyum miring Erika yang terlihat berkali-kali lipat menjengkelkan dimatanya. Sekuat tenaga ia menahan kakinya yang terbalut sepatu gunung untuk tidak menendang tulang kering Erika dan menimbulkan keributan.

"Heh, gue ga dodol, ya! Lo aja yang sok pinter lompat-lompat kelas! Lo pikir sekolahan tuh Benteng Takeshi apa, hah, bisa dilompat-lompatin?!"

"Namanya Akselerasi, bego!"

Kumpulan OneShot JKT48Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang