karena pukul delapan malam.

423 63 33
                                    

Aku belum tidur sejak semalam.

Tujuan kedatanganku di klub langganan malam ini adalah untuk segelas vodka, bukan mendengar kicauan bartender bernama Jimin yang sekarang memiliki rambut berwarna abu-abu, cocok, tapi tetap saja menyebalkan; dirinya tak tahu tempat untuk menempatkan pembicaraannya kepadaku yang tengah di landa stres dan kelelahan.

"Cowokmu sedang bersenang-senang di lantai atas lho, tidak ingin memergokinya dan memukul kepalanya dengan botol wine, barangkali?"

Yang benar saja. Peduli amat aku soal kehidupan seks Hoseok? Tingkat kepedulianku saat ini adalah tentang diriku sendiri, sialan sekali kalau aku tidak bisa jalan kembali ke apartemen. Tidak ada yang bisa diandalkan disini, kalaupun ada, Hoseok akan sama mabuknya denganku. Muncul di koran surat kabar dengan headline besar mati karena mabuk adalah hal terakhir yang ingin aku lakukan. Bibirku akhirnya hanya menyentuh ujung gelas dan menelan cairan vodka dengan hati-hati, sebuah cara agar aku tidak serakah dan merelakan nama serta jasmani untuk mati malam ini.

"Kau setengah tertidur pada lagu yang menggema seperti ini?" suara serak muncul, menyisakan aku dan vodkaku untuk menoleh kepadanya, Hoseok memperlihatkan kemeja dimana kancing ketiga terpasang pada kancing kedua. "Hei, Jules, rough day?" tanyanya sesudah menunduk sekilas untuk mengecup ubun kepala milikku.

"Yeah."

Hoseok berakhir duduk disampingku, merenggangkan kedua tangannya kemudian menarik tubuhnya ke belakang, lalu Jimin datang membawa satu gelas whiskey di hadapannya. Alisnya menukik kala menatap cairan oranye tua yang terlihat ... lebih sedikit?

"Bung, apa-apaan nih? Kau ingin aku bayar seperempat juga?" komplain Hoseok sambil mengangkat gelas kacanya di hadapan wajah Jimin.

Si bartender sipit mendengus kasar, "Kalau kalian mabuk, siapa yang menyetir? Aku? Dan ya, ya, ya, sama-sama." Jimin terusik rupanya, "Tadi bagaimana? Bagus mainnya?"

Hoseok mengendikkan bahunya, "Not bad, I guess."

Aku terkekeh sesudah menelan satu mili dari cairan vodka yang aku pegang, "Kenapa? Kau terlihat tidak puas?"

Hoseok melirik tajam, "Kenapa? Kau cemburu?"

"Oh, haruskah aku?"

"Iya, harus."

"Kenapa? Aku kan tidak suka kau."

"Bohong. Kau suka aku."

"Mana bisa?"

"Bisa. Kemari, biar aku tunjukkan kalau kau suka aku."

Saat Hoseok kembali berdiri untuk mengambil jarak yang lebih dekat kepadaku, meski jasmani ini lelah aku tetap menahan pergerakan tubuhnya yang semakin menempel dengan telapak tanganku. Hoseok, yang sebenarnya hanya bercanda itu, semakin mengada-ada dengan memejamkan mata dan mengerucutkan bibirnya ke arahku. Di tengah keributan yang kami buat itu, Jimin berkata gamblang, "Sudah sana sewa kamar saja lagi di atas! Bosan dengar kalian saling tarik ulur begitu, seksnya kapan?!"

Kami berdua menganggapnya angin lalu.

Hoseok tidak pulang bersamaku dan aku menyesal untuk tidak menariknya agar ikut denganku pukul delapan malam tadi, karena nomor id dengan nama Jung sialan Hoseok muncul pada pukul tiga pagi. Aku sudah terbangun dari pukul dua untuk kembali merenung dan memecahkan puzzle kasus yang sempat tertinggal karena lelah sesaat, kini harus menunda pekerjaanku lagi untuk mengendarai sedan butut abu-abu milikku ke klub malam yang sedikit lebih jauh dari klub langganan kami, hanya untuk disapa dengan cengiran setengah sadar;

"Hei, Jules, come to see me to start off your day?"

Mengintip apa yang di balik selimut putih, aku berdecak mendapati sesuatu disana, menutupnya kembali dan memerintah Hoseok, "Pakai celanamu, kita pulang."

Hoseok mabuk bukanlah hal yang sulit, justru otaknya lebih waras saat dia mabuk ketimbang saat dia benar-benar sadar. Begitu mendengarku memerintah, dia segera memgambil celana yang aku lempar ke wajahnya dan memakainya dalam diam. Mataku meneliti seluruh ruangan sembari menunggu dia bersiap-siap, biasanya akan kutemui gadis yang sepolosnya dengan Hoseok sedang terbirit-birit memakai seluruh pakaiannya sembari aku mengetuk sepatu di atas lantai tak sabaran, seperti pacarnya yang memergoki pacarnya selingkuh.

Tapi tidak ada.

Mungkin timingnya pas.

Hoseok berdiri disampingku, aku berjengit jijik, "Bau."

Dia menyengir. "I popped off."

"Eugh, fuck off."

hey julesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang