Yuki menggigit bibir bawahnya ketika mendengar suara cempreng milik Hannah di seberang sana. Wanita itu berulang kali mengomeli Yuki karena Yuki tak menuruti perkataannya. Yuki tetap keukeuh ingin mempertahankan William hingga pemuda itu mengingat jati dirinya.
Hannah bukanlah orang yang jahat dan tak punya belas kasihan. Wanita itu hanya khawatir Yuki menyelamatkan orang yang berbahaya. Namun, seberapa marahnya dia dan sekesal apapun dia, dia tidak akan menang jika melawan Yuki dengan sejuta alasan dan kepolosan gadis itu —jatuhnya, Yuki terdengar menggemaskan dan Hannah lemah dengan sikap Yuki yang seperti itu.
"Jadi, bolehkah aku mengajaknya berbelanja?" Yuki bertanya setelah mendapatkan persetujuan dari Hannah.
Di seberang telfon, Hannah mendesah pelan. Yuki yakin wanita itu sedang memijat pelipisnya —kebiasaan Hannah jika sedang kesal padanya. "Terserah kau saja, pastikan bahwa kalian baik-baik saja. Hindari orang asing yang menurut mu berbahaya. Jangan terlalu lama berbelanja. Jika terjadi sesuatu, segera telfon aku atau Jullian. Ingat telfon KAMI! Apa kau paham?"
Yuki tersenyum mendengar petuah panjang lebar dari Hannah. Selain bertindak sebagai seorang sahabat, wanita itu juga berperan seperti ibunya. "Baiklah aku paham. Terimakasih. Selamat bekerja."
"Henh"
Setelah mendengar balasan dari Hannah, Yuki memutus sambungan telfon mereka. Gadis itu tidak sadar bahwa sedari tadi William sudah berada di belakangnya. Ketika Yuki berbalik, betapa terkejutnya dia melihat Stefan telah berpakaian rapi dan memakai masker yang menutupi sebagian wajah tampan pemuda itu.
"Astaga, kau membuat ku kaget, William."
"Maaf." Ucapnya tulus. William tersenyum di balik maskernya. Pemuda itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal lalu memilih duduk di samping Yuki.
"Sejak kapan kau ada di sana, apa kau mendengarkan percakapan ku dengan Hannah?" Tanya Yuki waspada.
Bohong jika Stefan menjawab tidak. Nyatanya pemuda itu mendengar semua percakapan Yuki dan Hannah. Senyum pemuda itu tiba-tiba memudar berganti dengan raut wajah yang sulit di artikan. "Aku mendengar semuanya." Jawabnya jujur. "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud lancang menguping percakapan mu."
Hening. Suasana di antara mereka mendadak sunyi hingga beberapa menit kemudian William kembali bersuara. "Teman mu benar. Sebaiknya kau membawa ku ke pihak yang berwajib. Bagaimana jika aku adalah orang jahat?"
Yuki mendesah pelan, dia berbalik menyamping lalu membuka masker William. Netra coklat miliknya menatap penuh kasih tepat ke netra coklat sendu milik William. "Aku tidak akan melakukan itu." Entah sadar atau tidak, gadis itu menangkup pipi William dengan kedua tangannya. Membawa wajah itu saling berhadapan dengan wajahnya. "Aku yakin kau bukan orang jahat."
William mengangkat sebelah tangannya, menggenggam erat tangan kecil Yuki yang masih bertengger di pipinya. "Kenapa kau seyakin itu?"
Senyum tulus terpatri di wajah cantiknya. "Aku tidak punya alasan. Hanya saja, aku percaya pada mu."
KAMU SEDANG MEMBACA
STEFAN & YUKI
FanfictionRasa ngeri merayapi setiap sel di tubuh Yuki, memenjarkan potongan-potongan nyali yang tersisa dalam diri gadis itu. Yuki terkesiap, gadis itu gemetar ketakutan melihat sesuatu -tidak- seorang pemuda dibawah onggokan daun dengan kondisi mengenaskan...