Plaakk!!
Sebuah tamparan mendarat tepat di pipi halus nan putih seorang gadis berusia 20 tahun"Bapakk!!" bentak seorang wanita paruh baya, yang tak lain adalah istrinya sendiri. "Nissa baru pulang pak, kenapa Bapak tega menamparnya?" lanjut Bu Mira dengan nada suara yang mulai meninggi
"Bapak mau bicara sama kamu Nissa!" ucap Pak Danis kepada anaknya tanpa mengindahkan pertanyaan dari Bu Mira
Nissa menuruti perintah Pak Danis. Ia mengekori dari belakang, terlihat punggung pria paruh baya yang sudah mulai tak terlihat tegak kembali. Dari samping dapat diketahui raut wajah Pak Danis yang menunduk mengartikan menahan amarah yang meluap-luap. Nissa hanya bisa diam, perlahan bulir bening itu jatuh membasahi pipinya
"Duduk kamu!" perintah Pak Danis. "Coba ceritakan pada Bapak apa maksud dari foto-foto ini?" Pak Danis mengeluarkan beberapa foto dari kantong celananya dan menunjukkan foto itu kepada Nissa
"I-ini Nissa pak!" jawab Nissa gugup dengan wajah menunduk. Ia tak berani menatap raut wajah Bapaknya yang sedang marah itu
"Iya Bapak tau ini kamu! Kenapa kamu mabuk ha? O apa jangan-jangan kamu sudah jadi kupu-kupu malam iya? Jual harga diri kesana-sini pada om-om yang tajir itu iya? Bapak nggak mengira kamu sudah jadi wanita pelacur Nissa"
Tak terima dengan hinaan yg diberikan oleh sang Bapak. Nissa mendongak, memberanikan diri menatap Bapaknya dan menjawab semua pertanyaan yang di lontarkan Bapaknya tadi
"Nissa begini gara-gara Bapak. Bapak setiap hari sibuk dengan urusan kantor. Asal Bapak tau, Nissa setiap hari menangis menunggu kabar dari bapak yang jarang pulang ke rumah. Bukan karna apa, Nissa kasihan melihat ibu yang merindu akan sosok kehadiran bapak. Dulu waktu Nissa kecil, Nissa selalu membangga-banggakan bapak di depan teman-teman Nissa. Tapi sekarang apa? Bapak sudah tidak peduli dengan keluarga kita. Nissa kangen sama sosok bapak yang dulu. Bapak yang penyayang, penyabar, baik hati, dan selalu akur dengan ibu. Tapi sekarang sudah berbeda! Nissa benci sama bapak!!"
Plaakk!!
Lagi. Tamparan itu kembali mendarat di pipi Nissa. Mendengar suara tamparan yang begitu keras, Bu Mira menghampiri sumber suara yang berasa dari dalam kamar anaknya. Dari ambang pintu terlihat Bu Mira kaget melihat kejadian ini"Astagfirullahh!" ucap Bu Mira sambil membekap mulutnya sendiri. "Apa-apaan ini pak?" Bu Mira menghampiri sang anak sambil memeluknya
"Sekarang kamu pergi dari rumah ini Nissa!" perintah Pak Danis menunjuk arah pintu keluar
"Bapak tega usir anak kita? Nggak, ibu nggak setuju!" ucap Bu Mira memalingkan wajah, sejurus kemudian ia menatap wajah sang anak yang sudah bersimbah air mata
"Ibu, jika itu keinginan bapak. Nissa akan penuhi. Nissa akan pergi dari rumah" ucap Nissa setengah terisak
"Tapi..?"
"Ssstt. Udah ya bu. Izinkan Nissa pergi. Nissa juga ingin menenangkan diri. Bapak sudah berubah, tidak seperti yang Nissa kenal."Nissa kembali memeluk ibuknya. Dari belakang ia dapat melihat wajah bapaknya yang menunduk menghadap keluar jendela. Terlihat sekali dari raut wajah itu sedang menampakkan kesedihan mendalam
"Udah ya bu, jangan nangis lagi. Nissa mau beres-beres. Ibu mau bantuin Nissa?" ujar Nissa sembari menghapus air mata di wajah ibunya. Bu Mira mengangguk kecil
Sementara itu Pak Danis mematung di tempat memandangi dua wanita yang begitu beliau sayangi. Hatinya rapuh, rasa sesak menyerua di dada. Perih rasanya melihat pemandangan di depan mata. Bulir bening kembali menetes membasahi pipi yang sudah mulai keriput termakan usia. Tak ingin berlama-lama berada dalam relung kesedihan, Pak Danis berlalu pergi meninggalkan Nissa dan Bu Mira. Bu Mira yang melihat kepergian sang suami, sontak memberhentikan kegiatannya kemudian pergi menghampiri Pak Danis
"Bapak" lirih wanita paruh baya itu memanggilnya. Pak Danis seketika berhenti dari langkahnya, ia menatap lurus ke depan. Sebuah luka perih kembali singgah di relung hati. Tak berani ia menoleh ke belakang menatap wajah sang istri
"Bapak yakin dengan keputusan ini? Kasihan Nissa pak! Dia masih kuliah, dia masih butuh kita. Ibu takut terjadi apa-apa dengan Nissa di luar sana" manik hitam itu kembali berkaca-kaca
"Ibu nggak usah khawatir. Biarkan Nissa untuk beberapa hari ke depan hidup tanpa kita. Dia butuh pelajaran bu" jawab Pak Danis yang masih menatap lurus ke depan
"Tapii pak..?"
"Sudah bu. Bapak mau keluar" Pak Danis berlaluBu Mira hanya diam di tempat menatap kepergian sang suami. Ia tak habis pikir, laki-laki yang selama ini ia cintai telah berubah.
Setelah selesai membereskan semua pakaian, Nissa pergi menghampiri ibunya untuk berpamitan. Tangannya gemetar. Ia tak sanggup meninggalkan istana yang menyisakan begitu banyak kenangan. Sebelum pergi, ia kembali menatap setiap sudut ruangan kamar yang mendominasi warna biru kesukaannya. Sebuah foto kelurga terpampang jelas di depan mata. Tampak wajah kebahagiaan di masing-masing anggota keluarga. Senyum yang mengembang dari wajah sang bapak, selalu Nissa rindukan. Tapi apa boleh buat? Bapaknya kini telah berubah"Ibu, Nissa pamit ya" ucap Nissa memegang pundak ibunya dari belakang dan membuyarkan lamunan ibunya tersebut
"Ehh... Ibu antar sampai ke depan ya" jawab Bu Mira mengusap air mata yang mengalir. Nissa membalas dengan senyuman
Sebelum Nissa benar-benar pergi meninggalkan rumah. Ia kembali menatap setiap sudut ruangan. Terlintas bayangan masa kecil yang penuh canda tawa bersama sang bapak. Sesak di dada kembali hadir, ia tepis semua bayangan-bayangan yang memenuhi pikirannya saat ini
"Nak, kamu jaga diri baik-baik ya. Jangan sampai sakit. Makannya harus tepat waktu. Kalau capek istirahat. Tidurnya jangan malam-malam. Belajar yang rajin. Jangan lupakan sholat 5 waktu" omel Bu Mira kepada anaknya.
Nissa yang mendengarkan celotehan Bu Mira hanya tersenyum disertai tawa kecil. Tak habis pikir Nissa melihat tingkah Bu Mira yang menurutnya sedikit berlebihan."Iya ibuku yang bawel. Nissa kan sudah besar. Pasti bisa jaga diri kok" ucap Nissa tersenyum. "Ya udah Nissa pamit ya bu. Titip salam buat bapak. Kalau Kak Adam sudah pulang bilangin ya Nissa selama ini selalu merindukan sosoknya. Ibu juga jaga diri baik-baik. Jangan sakit-sakitan. Nissa pergi bu. Assalamualaikum" ucap Nissa sembari meraih dan mencium punggung tangan ibu tercinta. Kemudian ia tersenyum. Membalikkan badan dan mulai melangkah pergi
"Nissa" panggil Bu Mira dengan suara parau.
Baru menginjak 10 langkah, Nissa berbalik. Ia benar-benar rapuh, tak sanggup ia menahan kesedihan ini. Koper di genggaman tangannya terjatuh, ia berlari dan menghambur ke dalam pelukan sang ibu. Bendungan air mata tak tertahan lagi. Akhirnya bulir bening itu kembali lolos membasahi pipi dan baju ibunya. Nissa menangis sejadi-jadinya sambil memeluk ibunya."Ibuuu"
"Ibu akan kangen sama kamu sayang" isak Bu Mira. Keduanya menangis. Tak ingin berpisah satu sama lain. Namun, jika ini jalan yang terbaik. Maka mereka harus merelakannya.
Setelah puas menumpahkan beban yang sedari tadi dipinggul. Nissa melepaskan pelukannya. Ia kembali berpamitan"Nissa pamit bu. Assalamualaikum" ucap Nissa setengah terisak
"Iya sayang. Waalaikumussalam" Bu Mira mencium ke dua pipi putrinya kemudian berakhir di kening. Nissa melangkah pergi. Mengambil koper yang sempat terjatuh. Terakhir ia berikan senyuman bahagia kepada ibunya.
Gontai Nissa melangkah, ia menatap lurus ke depan. Banyak pasang mata melihat ke arah nya. Keadaan yang berantakan membuat mata para pejalan kaki menyorot tajam ke arahnya. Mulai dari rambut yang acak-acakan, mata sembab, dan pakaian yang terlihat lusuh. Nissa tak menghiraukan itu semua. Dia terus melangkah. Pikirannya kosong. Yang ada hanya satu, kemana ia harus pergi?
Karena lamunan yang berkepanjangan ia tak sengaja menabrak seorang gadis yang diperkirakan umurnya dibawah Nissa.Brruukk!!
"Eh, maaf-maaf. Gue nggak sengaja" Nissa meminta maaf kepada gadis tersebut
Alhamdulillah wa sykurillah. Ini cerita pertama saya di sini. Jangan lupa vote nya ya
Salam hangat author
KAMU SEDANG MEMBACA
Lantunan Ar-Rahman(Slow Update!)
Novela Juvenil[Revisi Setelah Tamat]. "ANNISA PUTRI HUMAIRA". Gadis yg terlahir dari keluarga harmonis ini harus merasakan bagaimana sebuah penderitaan mulai dari masalah keluarga yg terlanjur membuatnya patah semangat untuk hidup, sampai membawanya dalam sebuah...