🍀🍀🍀Lonceng dari pintu cafe berdenting tiap kali pintu itu terbuka. Ornamen-ornamen kayu yang antik menghiasi setiap dekorasi. Orang datang silih berganti, dengan pakaian santai, entah datang sendirian atau dengan pasangan. Tidak peduli dengan langit mendung di luar sana. Aktivitas di seberang café pun masih berjalan seperti biasa.
Aku kembali fokus pada lantunan melodi dari piano yang menjadi salah satu ciri khas dari café pinggir kota ini. Tiap nadanya seperti memiliki arti, meski aku pun tidak mengerti lagu apa yang sedang dimainkan. Pastinya lagu ini tidak akan ada di acara pesta pernikahan karena nuansanya yang terlalu dark dan menyayat hati. Satu hal lagi yang membuatku semakin takjub adalah, pianis itu buta. Bukankah itu hebat sekali, menakjubkan.
Namaku Rhianna Mahnoor Adrine, cantik bukan? artinya pun tak kalah cantiknya, ratu cahaya bulan di kegelapan. Namun, nama Mahnoor sering dihilangkan. Aku justru lebih suka nama Adrine yang hilang, bukan hanya sementara tapi selama-lamanya, karena jika nama awal dan akhirku digabungkan maka artinya adalah ratu kegelapan. Cukup menyeramkan, dan kurasa itu berpengaruh pada kehidupanku yang cukup dark. Semoga saja tidak berlangsung selama-lamanya.
Layar televisi di satu sudut café menayangkan berita kecelakaan lalu lintas, lokasinya tidak jauh dari tempat ini. Beberapa hari ini banyak sekali kecelakaan. Entah itu beruntun, atau kecelakaan tunggal. Kali ini mobil mewah berwarna hitam itu lah korbannya, kondisinya hancur lebur. Menyisakan bentuk abstak yang membuat linu. Serpihan kaca di jalanan tampak berserakan.
"Uhhh," ringisku. Tidak bisa dibayangkan bagaimana kondisi pengendara mobil itu.
Korbannya ternyata anak dari salah satu pengusaha kaya di Indonesia. "Korban dinyatakan meninggal ditempat, dan saat ini jenazahnya sedang berada di Rumah Sakit RSCM Jakarta Pusat." Kasihan sekali, bahkan usianya hanya empat tahun di atasku. Mungkin saat ini masih kuliah, belum sempat meneruskan perusahaan ayahnya.
Kulihat beberapa orang mulai membicarakan insiden itu juga. Aku sendiri merasa agak merinding karena aku tipe orang yang penakut. Belum lagi besok aku akan melewati jalan itu juga untuk pergi ke kampus baruku. Menyebalkan, baru saja asik di dunia baru untukku, dunia perkuliahan.
Pintu berdenting lagi, aku menoleh, entah lah, aku hanya suka memandang pintu di cafe ini. Pintu yang selalu menampilkan orang yang datang dan pergi. Namun kali ini ada yang aneh, tidak ada orang datang ataupun pergi di sana. Dan pintu itu tertutup, lonceng pun tampak tenang, tidak ada tanda bahwa pintu itu baru saja dibuka. Lalu apa yang barusan kudengar.
Tidak mungkin aku salah dengar. Yaa aku yakin sekali itu suara lonceng pintu. Mana mungkin ada yang menggunakan ringtone ponsel seperti itu di jaman sekarang. Lagipula itu bukan suara dari ponsel.
Bulu kudukku tiba-tiba meremang, kutelan salivaku. Memandang ke segala arah. Orang-orang masih sibuk dengan kegiatannya masing-masih. Aku berdeham pelan, mentralisir irama jantungku yang sejak beberapa detik tadi menjadi makin cepat. Sekelebat hembusan angin menerpa wajahku, dingin dan lembut.
Tap, tap, tap. Suara langkah terdengar mendekat. Nafasku terasa makin sesak. Tidak, aku tidak melihat siapa pun.
Pukul 16.45 sore, tepat ketika mendung semakin pekat. Di sini lah semua dimulai. Sebuah gerbang mulai terbuka. Selamat datang di dunia baruku, dunia yang semakin gelap dan tidak tentu arah.
🍀🍀🍀
Coming soon 😊😊😊
KAMU SEDANG MEMBACA
31 Days to Live
RomanceWaktuku hanya 31 hari untuk menyelesaikan misi ini. Misi dimana semua hal harus terungkap. Hal yang tidak pernah aku bayangkan selama aku hidup. Menegangkan, mencekam, sekaligus menyenangkan. Dia, Rex. Si hantu menyebalkan, galak dan suka memaksa, m...