33. RESTART.

1.5K 131 16
                                    

Author Note : Vote sebelum membaca ya❤ Vote & komentar itu gratis kok😂 Author butuh suntikan penyemangat. 30 vote untuk 2 part terakhirnya, bisa?




Mimpiku dilamar Shawn Mendes harus lenyap saat sebuah tangan terasa menepuk-nepuk kakiku, diikuti suara lembut yang terus memanggil namaku.

"Ibu?" Kulirik jam di dinding. Astaga, masih jam setengah 6. Siapa yang mau mandi jam segini? Dingin. "Lima menit lagi Bu, Tari masih ngantuk."

Ngantuk berat, karena hampir semalam penuh aku tak bisa tidur gara-gara Nando yang ternyata benar-benar membuktikan perkataannya. Seminggu terakhir, sejak malam saat dia datang ke rumah dan mendeklarasikan perjuangannya dia mendadak menjadi Nando yang super perhatian. Membuat iri teman-teman sekelasku saat tiba-tiba dia datang ke kelas mengantariku bekal makan siang atau menungguku sepulang sekolah untuk diantar sampai ke rumah. Jujur, dari sekian banyak harapan yang kubuat, itu adalah satu dari harapan yang terkabul dan harusnya aku senang karena Nando ingin memperjuangkanku. Bukan melulu aku yang harus terus berjuang. Tapi entahlah, semuanya jadi terasa biasa saja. Nothing special.

Ya, bukannya aku keras hati, sok-sok'an jual mahal atau ingin membuatnya tertatih-tatih mengejarku seperti yang pernah aku lakukan untuknya. Tidak. Sumpah, aku bukan tipe yang seperti itu. Aku cuma sedang dalam fase lelah—tidak mau terlalu banyak berharap lebih lagi. Sekali pun dia memang tidak ada hubungan apa-apa lagi dengan Kak Ani. Aku butuh waktu untuk memahami diriku sendiri. Selama ini aku terlalu memforsir tenagaku untuk hal-hal yang sadar tak sadar membuat batinku lelah. Aku butuh ketenangan.

"Tari?"

"Hah? Kenapa Bu?"

"Baru bangun udah ngelamun aja. Sekarang cepetan mandi, pakai seragam, Ibu tunggu di meja makan. Kita sarapan sama-sama."

"Males Bu. Tari males sarapan bareng sama Papa. Nggak suka. Lagi pula, buat apa dia pulang ke rumah? Bukannya dia sudah hepi sama wanita jalangnya itu? Wanita yang menguras hampir separuh tabungannya di bank."

"Huss! Nggak boleh ngomong gitu. Kasih Papa kesempatan buat memperbaiki semuanya."

Kesempatan? Setelah apa yang Papa Ari lakukan, dia masih ingin meminta kesempatan kedua? Laki-laki tidak tahu diri memang. Harusnya dia malu. Kalau aku jadi dia, aku tidak akan pernah sanggup menampakkan wajah pada orang-orang yang sudah kukhianati.

"Demi Ibu, Sayang. Ibu mau kita berdamai. Kita bangun semuanya dari awal lagi."

Kenapa Ibu harus memohon? Aarrgh, aku mana bisa melihat Ibu memohon. Aku merasa jadi anak kurang ajar, melihatnya sedih. Hati Ibu terbuat dari apa sih memangnya? Sudah disakiti, tetap saja bisa menerima Papa Ari dengan lapang hati.

"Ya udah, Tari mau. Ibu duluan aja, Tari mau mandi."

Ibu mengusap rambutku, lantas keluar. Aku beringsut dari tempat tidur menuju kamar mandi. Kalau bukan karena Ibu, aku tidak akan mau bangun pagi-pagi hanya untuk menyempatkan sarapan bersama, satu meja dengan Papa Ari.

Lima belas menit, selesai dengan seragamku dan polesan bedak dengan sedikit lipstik natural. Aku turun, untuk bergabung di meja makan. Kubuang muka saat Papa Ari menyapaku. Bukan kurang ajar, cuma masih kesal saja, mengingat perlakuannya dengan wanita jalang itu. Bertahun-tahun dia bersandiwara, menyembunyikan kebusukanya di balik topeng malaikat yang palsu.

Dia dan Ilusiku [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang