Setelah ujian semester, tibalah saat dimana aku akan pindah ke Sumatra. Sebenarnya aku tidak memusingkan masalah pindahan ini, hanya saja dengan pindah ke Sumatra aku akan kehilangan sosok sahabat yang selalu ada untuk ku. Iya sih, Tiara memang bilang kalau dia akan mengusahakan untuk ikut pindah juga. Tapi, untuk ukuran anak yang masih kelas 1 SMA jarang sekali ada orang tua yang mengiyakan hal tersebut.
Sore itu sehari sebelum aku berangkat ke Sumatra. Seperti biasa Tiara datang ke rumah. Aku benar – benar ingin menangis saat itu, tapi Tiara selalu menguatkan ku. Rasanya sangat sulit untuk aku meninggalkannya.
“Ra… besok aku berangkat” kata ku ke Tiara, padahal sih Tiara udah tahu hal itu.
“Kamu udah ngulang kalimat itu berkali – kali Cin…” keluh Tiara pada ku.
“Ra… nanti kita nggak ketemu lagi dong?” tanya ku ke Tiara.
“Tenang aja, kita pasti ketemu kok. Kalau kita nggak ketemu, kamu pasti bakalan dapat teman yang jauh lebih baik dari ku” sepertinya Tiara mencoba untuk menghibur ku.
“Nggak Ra… sejauh ini kamulah teman terbaik ku” kata ku ke Tiara.
“Kan belum Cin…” kata Tiara.
Banyak hal yang kami perbincangkan sore itu, termaksud kemungkinan – kemungkinan untuk bertemu. Ku katakan pada Tiara kalau dia tidak bisa menyusul ku, lulus SMA aku akan kuliah di Surabaya bagaimanapun caranya.
“Ke kamar yuk Ra…” ajak ku ke Tiara.
“Tumben hahaha” kata Tiara sambil tertawa. Memang sih, sebelumnya kami hanya bermain di teras saja.
“Nggak apa – apa, kamar ku lagi rapih soalnya. Kan barangnya udah ludes hahaha” jawab ku yang juga sambil tertawa.
Aku jalan deluan, di depan tv ada Ibu yang sedang membaca buku tapi tidak ku hiraukan. “Ayok Ra…” kata ku Tiara yang masih berdiri depan pintu.
“Iya… iya…” jawab Tiara.
Ibu lalu melihat ku, mungkin suara ku mengagetkannya “Bicara dengan siapa Nak?” tanya Ibu ku.
“Nggak apa – apa Bu” jawab ku ke Ibu, lalu ku tarik tangan Tiara masuk ke kamar.
“Lah… itu baju mau di tinggal begantung aja di situ?” tanya Tiara saat melihat seragam SMA dengan tanda tangannya bergantu di dinding kamar ku.
“Itu terakhir aja di masukkin, senang aja aku lihatnya” jawab ku dengan singkat.
Selanjutnya kami hanya melakukan perbincangan – perbincangan ringan dan tertunya di bumbuhi dengan tawa dan canda diantara kami.
***
Ini merupakan dua bulan yang sangat melelahkan bagi saya. Kami memang sudah terbiasa tinggal berpindah – pindah, tapi saya tidak menyangka bahwa hanya dalam jangka satu setengah tahun barang kami bisa sangat banyak.
Sehari sebelum kami berangkat ke Sumatera, maksud saya saya dan Cinta. Yah… suami saya tidak bisa turut membantu kami pindahan. Saya membaca beberapa pesan singkat dari Doni dan Farid yang meminta maaf karena tidak bisa membantu kami pindahan. Kedua anak saya itu memang sama sibuknya dengan Ayahnya.
Setelah membalas pesan singkat dengan kata – kata penyemangat dari seorang Ibu, saya membaca buku bacaan di depan tv yang sudah tidak ada barang lagi selain tv dan sofa yang memang akan kami tinggalkan untuk menghuni setelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEORANG SKIZOFERNIA [Tamat]
RomanceSkizofernia adalah sebuah kelainan jiwa yang tidak bisa membedakan antara imajinasi dan realita. Dalam kasus ini seorang dengan penderita skizofernia akan mengalami halusinasi dan delusi yang sangat mengganggu kehidupannya dan orang di sekitarnya. D...