*****
Langit masih terlihat kelam kala Jieun dan keluarga serta kerabatnya berangkat ke Pantai Songjeong di pagi buta. Jieun, serta paman dan bibinya segera naik ke atas perahu yang membawa mereka menjauh dari bibir pantai. Sementara yang lainnya mengantar dari tepian pantai.
Jieun berdiri di depan perahu sembari memegang guci yang berisi abu ayahnya, sedangkan Youngja dan Gongtae berdiri di belakang. Perlahan, Jieun membuka penutup guci itu lalu menunduk. Ia mengambil abu ayahnya segenggam demi segenggam dan menyebarkannya di permukaan laut. Tak ada lagi air mata yang mengalir, namun semua dapat melihat penderitaan yang tergambar nyata di wajahnya. Tepat saat hendak menabur abu ayahnya yang terakhir, air matanya kembali mengalir di pipinya. Tak ada isak tangis yang menyertai. Ia hanya membiarkan bulir-bulir air matanya mengalir begitu saja.
Usai menabur abu ayahnya, Jieun pun menutup kembali guci itu. Saat ingin bangkit berdiri, tubuh Jieun mendadak lemas. Youngja dan Gongtae pun segera bergegas menghampiri Jieun. Gongtae mengambil guci itu dari tangan Jieun, sementara Youngja meraih pundak Jieun dan membantunya berdiri. Mereka bertiga menatap laut tempat peristirahatan terakhir ayah Jieun. Kapal mereka pun berjalan kembali menuju tepian.
Usai prosesi pelepasan abu ayahnya, Youngja membawa Jieun kembali ke rumah lama ayahnya. Sedangkan Gongtae membawa anak-anak mereka pulang.
Jieun melangkahkan kakinya memasuki rumah yang telah ditinggalkannya selama tiga tahun lebih. Rumah itu masih sama seperti yang terakhir kali diingatnya. Foto-foto keluarganya masih terpajang rapi di dinding dan di atas lemari. Jieun kembali melangkah menuju ruangan tidur di lantai dua. Youngja membantu Jieun menaiki anak tangga karena tubuh Jieun sangat lemah saat ini.
Jieun membuka pintu kamarnya. Apa yang dilihatnya kemudian membuat matanya kembali berkaca-kaca. Tak ada yang berubah di kamarnya. Bahkan kamar itu terlihat bersih seolah masih berpenghuni.
"Appamu setiap hari membersihkan kamar ini. Ia terus saja berpikir suatu hari nanti mungkin saja kau akan berkunjung kemari" ujar Youngja seraya menepuk pelan pundak Jieun.
Jieun menekan dadanya seolah menahan rasa sakit yang terus menerus menderanya.
"Istirahatlah. Bibi akan membuatkan samgyetang untukmu. Tubuhmu sudah terlalu lemah" pinta Youngja yang disambut anggutan pelan oleh Jieun.
Setelah Youngja keluar dari kamarnya, Jieun menatap setiap sudut kamarnya. Ia membayangkan tubuh rapuh ayahnya membersihkan dan merapikan barang-barangnya setiap hari. Membayangkan ayahnya menggantikan spreinya dengan harapan suatu saat anak gadisnya akan pulang dan kembali tidur di sana.
Jieun berjalan perlahan menghampiri tempat tidurnya, meraba permukaan kasur yang sudah lama tak disentuhnya. Tangis Jieun pecah. Sungguh hatinya merasa sangat sakit. Tak ada yang lebih sakit dibanding penyesalan tak sempat mengucap maaf pada orang terkasih. Terlebih ia tak ada di sana saat ayahnya tengah berjuang dalam sakratul mautnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Hate [Love] You [completed]
FanfictionLee Jieun dulunya adalah gadis culun bertubuh gempal yang kerap diledek oleh teman sekolahnya. Bahkan pria yang ditaksirnya pun mempermalukannya di hadapan teman-temannya. Setelah perceraian orangtuanya, ia pun meninggalkan kota kelahirannya itu. Ki...