Aku Al, Alvaro Febrian. Yang tak pernah lelah berdoa untukmu. Tak pernah tertinggal menyebut namamu. Tak pernah letih selalu memberimu kekuatan meski kau tidak pernah tahu.
Aku bahagia saat melihatmu tersenyum dengan memperlihatkan lekukan kecil di pipimu. Dadaku berdesir bahkan saat kau tak sengaja melihatku. Rasanya seperti aku baru saja diterbangkan ke luar angkasa lepas. Terombang-ambing dan terhempas ke udara dalam perasaan kelewat bahagia.
Pertemuan pertamaku, aku tidak tahu apa itu disebut cinta pada pandangan pertama. Namun, serasa berbeda saat mengetahui bahwa kau pernah menanyakan namaku sekali pada temanku. Walau sekedar untuk menyampaikan pesan dari guru. Tapi aku bahagia.
Sudah bertahun-tahun kita hidup di lingkungan yang sama, sekolah yang sama, dan rumah pun berdekatan. Namun, kenapa aku baru menyadari kalau kau seperti malaikat yang Tuhan kirimkan untukku?
Sikap ramah, perangai yang lemah lembut, tutur kata yang sopan, serta senyum yang selalu kau tampakkan di sudut bibirmu pasti membuat siapa saja akan jatuh dan berharap lebih padamu.
Aku pernah mendengar dari salah satu temanmu. Kau mengatakan bahwa kau sedang menyukai seseorang. Benarkah?
Jujur saja. Semalaman aku tidak bisa tidur sebab memikirkan itu. Bertanya-tanya siapa yang kau sukai? Apa aku? Atau orang lain? Pasti dia, yang berhasil menakhlukkan hatimu sangat beruntung. Ya, dia sangat beruntung dan aku iri.
Tapi tidak apa. Sebelum janur kuning terpasang di depan rumahmu aku tak akan pernah menyerah. Aku akan berusaha mendapatkanmu. Meski akan datang seribu pria sekalipun, aku yakin kamu pasti akan memilihku.
❤❤❤
"Hey, Al. Ada apa? Apa yang kau lihat?" Teman Al yang duduk di sampingnya itu mencoba memecah konsentrasinya yang tengah serius menatap keluar jendela.
Al menoleh ke sumber suara. Ia kelabakan, seperti sudah tertangkap basah sebab tengah mencuri pandang pada seseorang. "Apa? Apa, sih. Gak lihat apa-apa, kok." Ucapnya terbata.
"Tapi dari tadi kau lihat keluar jendela terus. Ada apa?" Adi, teman sebangku Al, ikut mengintip ke arah luar dan mencari tahu apa yang dilihat pemuda bertubuh mungil itu.
"Brisik. Kepo. Duduk sana!" Al mendorong bahu Adi yang menghalangi tubuhnya hingga terduduk ke tempat semula.
"Kau melihat para gadis, ya?" Tuduh Adi. Matanya menyipit, tengah menelisik apa yang sedang dilakukan Al. Apakah benar temannya yang disebut sulit untuk jatuh cinta itu sedang mencuri pandang ke seorang gadis? Tampak mencurigakan saat Al malah menjadi salah tingkah.
"Enak saja kalau ngomong. Siapa yang melihat para gadis? Kau kali." Bantahnya. Membuang muka ke samping kiri agar tidak tertangkap kalau Al sedang berbohong.
"Basi. Pakai gengsian." Ucap Adi meledek teman sekaligus sahabatnya ini. Ia berdecak tak percaya.
Al tak menghiraukan ledekan dari sahabatnya itu. Ia kembali melihat keluar jendela untuk mencari kembali sosok yang Ia cari.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIANHAE (I'm Sorry) ☑️
Teen FictionSetiap takdir yang diberikan Tuhan tidak ada yang pernah tahu. Bisa saja kita berjodoh, bisa saja tidak. Bisa saja kamu yang sakit tapi aku yang mati duluan. Melakukan sebaik mungkin untuk perubahan diri menjadi lebih baik. Berharap bahwa Tuhan hany...